Tiba di taman yang di maksudkan oleh Rino, Anin mengedarkan pandangannya ke segala arah berniat untuk mencari keberadaan Tofan yang katanya sedang menunggunya di taman tersebut. Langkahnya terhenti di dekat sebuah pohon besar yang tumbuh di pinggir taman itu.
Merasa kesal karena Tofan tidak ada di sana, akhirnya Anin memutuskan untuk kembali ke kelasnya saja.
Saat memutar tubuhnya, ia merasa menubruk benda keras yang ia yakini adalah pohon. Namun saat ia mencoba untuk mendongakkan kepalanya, seperti ada yang menahan untuk tidak bergerak. Dan lama-kelamaan ia merasakan sesuatu yang mengusap lembut rambut panjangnya yang tergerai bebas di punggungnya.
Sekarang Anin yakin bahwa yang menubruknya tadi bukanlah pohon. Mana mungkin pohon dapat menabraknya lalu mengusap perlahan rambutnya? Sangat tidak logis.
Anin mencoba mengurai pelukan itu saat menyadari bahwa seseorang telah memeluknya tanpa izin.
"2 menit kaya gini," jeda pria itu seraya menarik nafas dalam-dalam. "Setidaknya sampai gue sadar kalau lo benar-benar udah lupain gue."
Suara itu, Anin mengenalnya. Sangat mengenalnya. Bahkan tanpa melihat wajah pria itu Anin bisa menebaknya.
Kaget? Jelas saja gadis ini kaget dan tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini dari pria yang notabene-nya adalah sang mantannya.
Bukankah Tofan yang sedang menunggunya di taman tersebut? Mengapa Tio yang tiba-tiba datang dan memeluknya seperti itu?
Mata Anin mulai memanas, siap untuk menumpahkan lahar panas dari kelopak matanya yang sayu. Sekali lagi ia harus merasakan sesak di bagian dadanya karena pria ini.
Coba aja lo nggak lakuin itu ke gue dulu, mungkin sampai sekarang gue gak akan ngerasain sesak saat lo peluk, Yo. Batin Anin.
Dengan sisa-sisa tekad yang tersisa dalam dirinya, Anin segera mendorong dada bidang itu menjauh darinya sehingga tubuh Tio mundur beberapa langkah karena perlakuan Anin yang tiba-tiba.
Baru saja Anin akan meninggalkan Tio, kedua tangan pria itu lebih cepat bergerak untuk segera menangkup kedua tangan lembut Anin yang sekarang menjadi dingin.
"Tio, gue-"
"Gue butuh waktu sampai gue benar-benar yakin kalau lo udah nggak sayang lagi sama gue." Selak Tio cepat yang tak mau kehilangan kesempatan untuk berbicara.
Anin mencoba menarik tangannya yang di genggam oleh Tio. Dia tidak mau kalau sampai harus terbuai dengan hangatnya genggaman itu. Tidak akan. Karena Anin sudah bertekad untuk menolak apapun yang di berikan oleh pria itu. Termasuk kehangatan yang disalurkannya melalui kontak fisik antara tangan Anin dan Tio.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh dari kedua remaja tersebut, Tofan sedang memperhatikan mereka dalam diam. Terlihat ditangannya sedang memegang sebotol air mineral dan kotak makan berwarna biru. Tidak ada ekspresi marah di sana, wajahnya terlihat begitu tenang menyaksikan sepasang mantan kekasih yang sedang reuni di taman itu.
Alih-alih melepaskan, Tio kembali menarik tubuh itu ke dalam dekapannya. Tidak memberikan Anin sedikit celah untuk melepas pelukan sepihak itu.
Dari arah belakang Tio, Tofan mulai melangkahkan kakinya menuju ke arah Anin dan Tio. Anin yang menyadari keberadaan Tofan saat itu hanya bisa diam sambil menatap nanar ke arah Tofan dan dari tatapan itu sepertinya dia sangat membutuhkan Tofan saat ini untuk menolongnya.
Tofan tersenyum tulus. Lalu tangannya terulur mengusap lembut rambut Anin yang masih berada dalam dekapan Tio. Tio yang menyadari hal itu langsung mengurai pelukannya dan menoleh ke belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Teen Fiction"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.