Jauh dari taburan bintang-bintang gemerlap di langit yang menggelap, Tio sedang berbaring di atas rerumputan taman kota yang tengah sepi pengunjung dengan lengan yang menjadi bantalnya.
Dengan tatapan sendu ia menatap langit yang dipenuhi bintang-bintang dan cahaya bulan sabit yang seakan-akan sedang menertawakannya dibawah sana.
Bagaimana bisa disaat malam sedang cerah-cerahnya justru dalam hatinya merasa ada ombak yang terus mengobrak-abrik seluruh perasaannya. Membuatnya beberapa kali mengharuskan untuk menghela napas lelah yang mungkin bisa membantunya mengeluarkan rasa sesak yang menghinggapinya.
Entah ada apa dengan Tio malam ini, dia sangat menginginkan seorang Anin yang pernah ia sakiti hatinya dan merubah hidup gadis itu perlahan untuk ada di sampingnya saat ini. Hanya itu. Hanya menginginkan Anin untuk menemaninya di taman tersebut seraya melihat bintang yang terus mengerlipkan cahayanya. Bersama. Menikmati suasana malam yang sejuk bersama.
Jika saja waktu bisa Tio putar, maka saat ini dia akan melakukannya. Memutar waktu untuk memperbaiki kesalahan dimasa lalu. Memperbaiki suatu hal yang telah mengubah hidup seseorang yang ia sayang menjadi tak berwarna apapun selain hitam dan putih.
Atau jika saja dia bisa menghentikan waktu, maka sudah ia lakukan saat dia dan Anin berada dalam dekapan yang menjalarkan kehangatan satu tahun yang lalu.
Tio tersenyum miris mengingat bahwa kedua hal itu hanyalah kemustahilan dari sebuah rasa sesal.
Matanya mulai bergerak menyapu seluruh bintang yang ada seraya berandai-andai dalam hatinya.
Andai gue bisa dapat kesempatan itu sekali lagi, gue akan perlihatkan betapa indahnya lo dari bintang-bintang ini.
Andai gue gak lakuin itu dulu, kita di sini sama-sama bahagia dengan sejuta warna yang ada.
Andai gue berhasil buat hangatin lo lagi, lo akan lihat betapa berharganya lo di hati gue saat ini.
Bukan hanya saat ini,
Tapi selama yang gue bisa dan tanpa harus menyakiti lo,
Lagi.
Matanya perih tertiup angin malam yang begitu menusuk. Namun tak ia pedulikan. Baginya, yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya agar dapat kembali bersama gadis berambut coklat itu.
Ponselnya berdering. Dengan gerakan malas ia merogoh saku dan menjawab sambungan telpon tersebut tanpa melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Suara disebrang telpon membuatnya menghela nafas dan memutar bola matanya dengan malas lalu menutupnya rapat.
"Gue gak bisa lanjutin."
"..."
"Maaf. Ini keputusan gue."
"..."
"Dan gue gak mau lo terus-terusan maksa gue. Biarin dia yang sedang mencoba untuk bahagia, dia pantas untuk itu."
"..."
Belum sempat suara disebrang sana menyelesaikan kalimatnya namun Tio dengan cepat memutuskan sambungan secara sepihak.
Kembali ia menghela nafas dan menatap bintang kembali sambil tersenyum pilu.
"Waktunya lo bahagia, Anin."
**
Ada rasa yang masih terselip di sudut ruangan gelap yang tak terjangkau
Bahkan untuk menghempasnya keluar aku tak memiliki cukup kekuatan
Saat langit kala itu runtuh bersama harap ku, kau hanya melambai bersama garis lengkung dibibir mu
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Novela Juvenil"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.