"Pagi mama ku yang cantik, pagi papa ku yang gak ada ganteng-gantengnya." Sapa Shone dengan riang saat baru sampai di meja makan.
"Pagi." Balas Herla-mama Anin.
"Astafirullah, keponakan gak ada tau diri banget sih ini." timpal om Afkar.
Shone hanya cengengesan memperlihatkan giginya yang berjejer bak mobil-mobil yang terkena macet sambil menarik kursi dan mendudukinya.
"Tumben nih mukanya cerah banget, biasanya juga kaya ketek monyet, asem-asem gimanaa gitu." Ejek sang om seraya mengoles selai pada rotinya.
Selama hampir satu minggu, pagi ini adalah hari pertama dimana Shone menyapa dengan raut wajah yang tidak seperti biasanya, ada keceriaan yang kembali padanya pagi ini. Dan itu berkat hubungannya dengan Anin kembali membaik saat semalam.
"Emang pernah nyobain ketek monyet?"
"Ya enggak sih."
"Shone, panggilin Anin gih. Anin kok belakangan ini kaya berubah ya, mama perhatiin kalo mau makan mesti dipanggil dulu. Kerjanya ngurung diri seharian. Kalian ada masalah?" Tanya mama Anin pada Shone seraya duduk didepannya.
Shone sendiri salah tingkah tidak tau harus menjawab apa. "Ngg.. itu-"
"Enggak ada masalah kok ma, Anin cuma suka aja ngabisin waktu di kamar. Maaf kalo Anin gak pernah ikut kumpul di ruang keluarga." Alibi Anin yang baru saja datang dan duduk di sebelah Shone, seperti biasa.
"Iya gak apa-apa. Hari ini kalian ada acara gak?" Tanya sang mama yang di jawab gelengan oleh Anin dan Shone.
"Jadi gini, lusa itu papa sama mama mau ke Kalimantan ada urusan penting di sana yang harus papa turun tangan langsung.Jadi kal-"
"Belum juga ada sebulan di sini papa udah mau pergi lagi." Selak Shone, sedangkan Anin hanya diam mendengarkan. Toh dirinya memang selalu ditinggal oleh siapapun, jadi ia anteng-anteng saja saat mendapat kabar seperti ini dari kedua orang tuanya.
"Iya, soalnya penting banget ini."
"Harus banget ya mama juga ikut?"
"Yaiyalah. Kalo istri gue tinggal yang ngurus gue di sana siapa? Masa iya harus cari tante baru buat lu. Gue sih ayok aja, gak tau dah si Anin." Celetuk Om Afkar panjang lebar dan langsung mendapat pelototan dari tante Herla.
Shone geleng-geleng dan menatap takjub om-nya yang sangat ajaib mengalahkan aladin ini. "Wah wahh. Yang kaya gini gak usah dijatahin sebulan ma, biar berasa jomblo."
Mata Herla kini mendelik ke arah Shone. Sungguh, om dan keponakan ini mungkin berbagi otak, sebelah untuk Shone dan sebelah untuk Om Afkar.
"Terus, apa hubungannya ada acara nanti sama mama papa yang mau berangkat?" Anin yang sedari tadi diam kini menengahi pembicaraan yang unfaedah dari kedua pria bobrok di meja makan tersebut.
"Jadi, sebelum mama sama papa pergi, dua hari ini kita habisin weekendnya bareng-bareng. Ke puncak nginep semalam aja." Jawab sang mama menjelaskan. Anin hanya mengangguk paham dan kembali menggigit roti selainya.
"Ajak Tofan, Valin, Sherin dan Rino juga. Biar seru."
"Iya mama."
Anin menghentikan aktivitas mengunyahnya saat mendengar nama Tofan dan Sherin disebut. Jadi mereka akan berlibur bersama selama dua hari ini? Itu berarti Anin harus siap dengan aura-aura kecanggungan diantara ketiganya.
**
Anin menarik napas panjang dan memejamkan matanya saat turun dari mobil. Suasana puncak ini membuatnya betah lama-lama menutup matanya dan menikmati hembusan angin yang menyapu kulitnya dengan lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Teen Fiction"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.