Hening. Tidak ada yang ingin memecahkan keheningan yang terjadi di dalam mobil. Anin duduk di belakang bersama Tofan atas permintaan pria itu sendiri, sedangkan Shone yang mengemudi layaknya sopir pribadi Anin dan Tofan. Ketiganya sibuk dengan fikiran masing-masing.
"Hm, Nin. Ceritain kenapa lo bisa ketemu sama Tio." Suara Shone membuat lamunan Anin dan Tofan buyar. Mereka berdua sempat saling lirik lalu membuang pandangan masing-masing ke luar jendela.
"Dia bilang mau ngomong sesuatu, dan itu yang terakhir. Gue iya-in." Jawab Anin tanpa menoleh sedikitpun.
"Terus lo gak kabarin Tofan? Atau lo lupa kalau punya janji sama dia di taman?"
Tofan menoleh ke arah Anin menunggu jawaban apa yang akan dilontarkan gadis itu.
"Hp gue mati. Tofan, maafin gue. Gue gak ada maksud buat lupain janji gue mau temuin lo di taman." Ujar Anin dengan suara memelas. Tofan tersenyum tulus, tangannya terulur mengacak pelan rambut Anin yang masih sedikit basah karena kehujanan.
"Gak apa-apa. Shone, mobil gue di mana?" Tanya Tofan ketika mengingat tadi dia menggunakan mobil berangkat ke taman.
"Udah dibawa Rino ke rumah gue, dia juga lagi nungguin di sana." Jawab Shone.
Tofan manggut-manggut lalu kembali menoleh ke luar jendela. Sedangkan Anin mengkerutkan keningnya. "Siapa Rino?"
Sontak Tofan dan Shone menoleh ke arah Anin. Ternyata Anin belum mengenal Rino walaupun sering bersama Tofan. Tofan geleng-geleng kepala takjub dengan sikap Anin yang ternyata begitu masa bodoh dengan lingkungan sekitarnya.
"Itu yang sering sama gue. Masa lo gak tau, sedangkan Shone udah kenal lama loh sama Rino." Ujar Tofan.
"Gak penting." Jawab Anin datar.
"Anin emang gitu, Fan. Masa bodoh sama sekitar, syukur-syukur dia masih ngenalin presiden negaranya siapa." Celetuk Shone sambil terkekeh disusul dengan kekehan Tofan.
**
"Assalamualaikum, ma? Mamaa? Haloo, anybody home? Yuhuu." Suara Shone mendominasi ruangan saat baru membuka pintu utama.
Shone, Anin dan Tofan berjalan memasuki rumah menuju ruang keluarga. Tiba di ruang keluarga Shone memekik kegirangan melihat papanya Anin sudah pulang dari urusan bisnisnya di luar kota selama hampir satu minggu. Di sana juga terdapat Rino dan Sherin yang sedang menatap Shone prihatin.
"Papaaa omg!! Kapan pulang? Bawa ole-ole gak buat Shone? Mana mana." Pekik Shone yang langsung meloncat ke sofa dan memeluk om kesayangannya itu.
"Lepas dulu ih. gak bisa nafas ini." Ujar om Afkar seraya melepaskan Shone dari tubuhnya.
"Heran, anaknya om Afkar siapa yang heboh siapa. Ckck" celetuk Rino yang di angguki Sherin.
"Papa kapan datang? Mama mana?" Tanya Anin kalem yang langsung duduk di samping papanya.
"15 menit yang lalu. Ada di dapur siapin makan malam." Anin mengangguk sekali.
"Pa, ayo! Mana ole-olenya?" Rengek Shone yang terus saja meminta ole-ole dari luar kota sambil menarik-narik lengan om Afkar yang tak lain adalah papanya Anin.
"Iya-iya, ayo." Akhirnya om Afkar mengalah, ia segera berdiri dan berjalan menuju kamarnya di lantai dua diekori oleh Shone dibelakangnya.
Tofan geleng-geleng kepala melihat tingkah Shone yang sangat kekanak-kanakan itu. "Setdahh si bocah, kita ditinggalin."
"Eh ada Sherin. Habis ngapel ya lo berdua?" Tembak Tofan saat melihat Sherin lalu duduk di sebelah Anin.
"iya." "Nggak." Jawab Rino dan sherin bersamaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Teen Fiction"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.