42-That's not me

51 7 0
                                    

Teriknya matahari membuat hampir seluruh siswa mengeluh kepanasan. Bahkan ada yang bajunya telah basah oleh keringat.

Valin sendiri wajahnya sudah pucat dengan keringat yang terus menetes dari wajah indahnya.

Rino dan Tofan menatapnya khawatir. Pasalnya, Valin sendiri telah mengaku bahwa ia tidak sempat sarapan karena terlambat bangun. Takut-takut ia pingsan. Padahal sejak tadi Rino dan Tofan membujuknya untuk beristirahat saja di uks, namun ditolak tegas oleh Valin.

"ayo dong,Lin. Kalo Shone tau kan lo juga yang kena omel." bujuk Rino yang masih tak menyerah.

"kalo lo pingsan gimana? Siapa coba yang mau gendong lo ke uks? Gue sih gak mau, terus Shone juga lagi jauh tuh. Lagian, sok-sok an masuk ips tuh bocah, sekelas sama si Toi lagi." omel Tofan dengan bibir yang mengerucut. Valin hanya menghela napas lelah mendengarnya tak ingin menambahi, takut takut kepalanya semakin sakit saja.

"Heh! Tio bukan Toi." koreksi Rino sambil geleng-geleng kepala.

"Bodoamat. Peduli apa gue sama namanya?" tukas Tofan tak ingin dibantah. Sedangkan Rino hanya menghela napas panjang tak ingin berkomentar apa-apa lagi.

Ketiganya akhirnya memutuskan untuk diam, melaksanakan upacara dengan tenang. Walau sesekali mata Rino dan Tofan bergerak melirik kearah Valin yang mungkin sebentar lagi akan tumbang.

Rino menyenggol tangan Tofan, memberikan isyarat untuk sekali lagi membujuk gadis keras kepala itu.

Dengan helaan napas kasar, Tofan malah berbalik badan dan berjalan ke barisan paling belakang. Karena memang posisi mereka adalah di tengah. Sedangkan Rino yang merasa kesal akhirnya kembali membujuk Valin yang terlihat semakin pucat.

Tidak lama kemudian, seorang guru yang menjaga di barisan kelas tersebut datang menghampiri Rino dan Valin. Ia memegang bahu Valin yang terlihat lemas.

"Kamu sakit? Ayo ibu antar ke uks." tawarnya ramah. Guru yang dikenal dengan nama bu Raya itu memang dikenal baik.

Valin hanya tersenyum tipis lalu menggeleng kecil menanggapinya. Sifat keras kepalanya itu membuat Rino gemas ingin meremukkan wajah polos Valin saat ini.

"Gak apa-apa, bu. Aku baik-baik aja kok cuma sakit kepala dikit doang." Sahut Valin mencoba meyakinkan guru itu.

Bu Raya memperhatikan Valin dengan teliti dengan kening berkerut. "Tapi wajah kamu pucat."

"Udah deh, Lin. Gak usah ngeyel, ikut aja sama Bu Raya biar lo istirahat di uks. Bawa aja bu. Kalau bandel jewer aja." sahut Tofan.

Valin menghela napas berat, percuma juga membantah omongan orang-orang ini. Yang ada nanti dia benar-benar pingsan karena terus direcoki.

"Ayo deh bu." ucapnya pasrah.

Rino, Tofan dan Bu Raya tersenyum lega. Pasalnya, membujuk seorang Valin sama halnya dengan menyuruh seekor kucing memakan rumput.

**

Berjalan sendirian di koridor yang ramai membuat Anin sangat risih dengan suara keramaian. Pandangannya fokus ke depan, berharap ia cepat sampai di tempat tujuannya, perpustakaan.

Sherin berniat akan menyusulnya nanti saat pulang dari kantin. Karena dia sangat lapar katanya.

"Hai, Nin."

Sebuah suara yang ia kenal membuat Anin menghentikan langkahnya. Tanpa berbalikpun ia sudah tau siapa yang menyapanya itu.

Pretty LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang