"Tio anak IPS itu?"
Rino tercengang. Saat ini dia dan Tofan sedang berjalan menuju kelasnya sehabis upacara. Tofan menceritakan hubungan Anin dengan Tio, hal itu juga ia ketahui dari Shone. Sebelum berangkat kesekolah sewaktu menjemput Anin tadi Shone sempat bercerita tentang bagaimana Tio memperlakukan Anin pada waktu itu.
Tofan mengangguk. Pandangannya fokus kedepan, membayangkan bagaimana pahitnya kenyataan yang Anin hadapi waktu itu. Bahkan sampai sekarang, karena gadis itu belum bisa melupakan kenangannya dimasa lalu.
Pria itu juga dapat menyimpulkan tentang sifat Anin yang begitu dingin pada semua pria kecuali Shone. Wajar saja dia seperti itu, karena dia sudah merasakan hatinya hancur yang tak mungkin lagi bisa utuh. Karena takut untuk kembali tersakiti meskipun dengan orang yang berbeda, akhirnya gadis itu menutup hatinya untuk semua pria. Tidak membiarkan pria manapun mendekatinya dengan mudah.
"Lo beneran suka sama Anin?" Tanya Rino lagi. Tofan menoleh kesamping tanpa suara. Kelihatan dari wajahnya seperti sedang memikirkan sesuatu.
Detik berikutnya ia mengangguk samar lalu kembali menoleh kedepan.
"Gue mau coba dobrak pintu hatinya. Gue tau itu susah, tapi gue gak mau dia terlalu lama tenggelam sama masa lalunya. Itu malah nyakitin dirinya sendiri kan?"
Rino menepuk bahu Tofan sekali, "gue suka bahasa lo. Akhirnya lo puber juga bro"
"Kampret" umpat Tofan sambil terkekeh kecil.
**
Sherin terus menatap Anin yang sedang membaca novel dengan tatapan menyelidik. Matanya menyipit seperti sedang menyelidiki sesuatu.
Anin yang merasa dirinya sedang ditatap akhirnya menoleh dan melepaskan earphone yang selalu menyumbat telinganya.
"Apa" ujarnya dingin
"Sejauh mana lo sama Tofan? Baru juga 4 hari kenal udah nge-gas aja. Udah move on lo dari si bangsat?" Tanya Sherin menginterupsi dengan rasa penasaran.
Seusai upacara tadi Anin menceritakan pada Sherin tentang kejadian dihari sabtu dan minggu. Dimana saat hari sabtu ia menemui Tio dipantai, dan keesokannya ia pergi bersama Tofan namun tidak menceritakan saat dimana pria itu menciumnya.
"Belum move on, lagi diusahain" jawab Anin lemas sembari menenggelamkan wajahnya dilipatan tangannya diatas meja.
"Ngomong mulu bilang mau usaha. Tau taunya gak ada pergerakan" ujar Sherin lalu melipat tangannya didepan dada dan menyenderkan dirinya disandaran kursi. "Gimana mau berhasil kalau lo aja udah nutup hati gitu. Lo boleh patah hati, tapi jangan nutup hati lo terlalu lama"
Ucapan Sherin mengingatkannya pada Tofan yang mengatakan hal yang sama sewaktu pria itu mengajaknya ke rooftop sekolah saat pertama kalinya mereka bertemu.
Anin menegakkan badannya. Mencoba menimang perkataan Sherin barusan.
Detik berikutnya ia menoleh kesamping dengan wajah serius, "Gue mau coba buka hati lagi"
Sebelah alis Sherin terangkat mendengar hal itu dari mulut Anin. Yang menurutnya sangat mustahil bagi gadis itu untuk mengucapkan apa yang barusan ia katakan. "Serius?"
Anin mengangguk. "Menurut lo, salah gak sih kalau gue coba deketin Tofan? Kalau gue pikir pikir cuma dia yang bisa bantu gue buat move on"
Sherin menghela nafasnya lalu menegakkan badannya menghadap Anin. "Lo sadar gak sih? Niat lo deketin Tofan itu hanya sebagai pelarian doang. Jangan manfaatin dia karena lo gak bisa move on dari Tio dengan cara mau deketin dia. Lo harus berusaha buka hati buat dia dengan tulus. Bukan karena lo mau secepatnya ngelupain masa lalu lo" jelas Sherin panjang lebar mencoba memberikan pengertian pada gadis dihadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Teen Fiction"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.