Memasuki malam yang sudah sangat larut, Sherin masih asik mengayun pelan dirinya di atas ayunan sambil menatap kosong hamparan bunga dandelion yang ada di taman belakang Villa.
Ucapan Rino sejak tadi menari-nari dalam pikirannya. Bukan tentang ungkapam perasaan yang sangat tidak penting menurutnya. Hanya saja kalimat terakhir Rino lah yang berhasil membuat Sherin terjaga hingga pukul 11 malam.
Gue tau lo sukanya sama yang lain.
Kalimat itu terus terngiang ditelinganya hingga membuatnya pusing sendiri. Sampai akhirnya suara yang sangat ia kenali siapa pemiliknya memecah keheningan malam itu.
"Kenapa gak tidur? Udah jam 11 loh ini." Ucap Shone seraya ikut duduk di ayunan sebelah Sherin dan mengikuti arah pandang gadis itu.
Sherin menatap wajah tenang Shone dari samping, lalu kembali memfokuskan pandangannya lurus kedepan seraya menggeleng pelan.
"Gak bisa tidur."
"Mikirin ucapan Rino?"
"Enggak kok. Emang gak bisa tidur aja."
Hening beberapa saat. Hingga Shone kembali bersuara membuat Sherin menoleh sepenuhnya kepria itu.
"Btw, gue gak pernah tau tuh lo sukanya sama siapa?"
Sebelah alis Sherin terangkat mendengarnya, detik berikutnya ia tersenyum kecut walau sebenarnya Shone juga tidak melihat hal itu.
"Gue gak perlu ngumbar siapa yang bisa gue sukain kan?" Jawabnya bergumam.
"Tapi setidaknya gue juga perlu tau loh."
"Kenapa?"
"Karena kita teman."
Teman
Teman
Teman
Teman
Teman
"Ya, karena kita teman." Gumam Sherin tanpa sadar.
Detik berikutnya Sherin tersenyum miris saat beberapa kali merapalkan kata sialan itu dalam hatinya. Tak peduli lagi jika Shone melihatnya ataupun tidak, yang jelas saat ini, dalam diri Sherin, seolah satu kata tersebut sudah berhasil menjungkir balikkan dunianya dan meruntuhkan mimpinya dalam sedetik.
Tapi ada suatu kenyataan yang membuatnya sadar dan kalah telak. Hingga mungkin membuatnya sadar bahwa sekeras apapun kalian berharap dan berjuang, jika semesta tidak memberi mu ijin untuk itu, maka sia-sialah semua.
Sherin menaruh rasa pada Shone, dan itu salah.
Karena apa? Karena Shone sudah memilih untuk menjatuhkan hatinya pada siapa, dan itu bukan pada orang yang sedang bersamanya menatap langit malam ini. Bukan, bukan Sherin orangnya, melainkan Valin yang sudah menjabat sebagai kekasihnya sejak satu tahun yang lalu.
Shone berdiri dan memandang ke arah manik Sherin disusul dengan senyuman yang selalu membuat dada Sherin menghangat dan menciptakan gemuruh di sana. Hingga suara Shone membuatnya sadar dan kembali mengambil fokusnya.
"Jangan kemaleman tidurnya, dan jangan kelamaan di sini dengan kaos pendek gitu, nanti lo masuk angin." Ucapnya dan diakhiri dengan mengacak pelan rambut Sherin sebelum akhirnya berlalu dari tempat itu.
Sherin membatu, dan Shone sama sekali tidak menyadari raut wajah Sherin yang sudah tak terdefinisikan lagi. Cukup tau Sherin tentang Shone, selamanya pria itu tidak akan menyadari apapun tentangnya walau mereka terpaut jarak yang cukup dekat.
**
Suara berisik yang berasal dari ruang keluarga membuat Anin dan yang lainnya terpaksa bangun dari tidur nyenyaknya dan menuju ke sumber suara untuk mencari tau ada keributan apa dipagi buta seperti ini. Suara panci yang dipukul-pukul memekakkan telinga saat jam masih menunjukkan pukul 4 lewat 25 menit membuat ke enam remaja itu mendengus kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
أدب المراهقين"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.