Untuk yang kesekian kalinya Tofan menghela nafas melihat Anin terus-terusan diam setelah memakan bekal yang dibawakan olehnya. Ia tidak tau harus berbuat apa lagi untuk membuat gadis di sebelahnya ini untuk berhenti dengan aksi diamnya.
Tofan memberanikan diri mengulurkan tangannya untuk membelai lembut rambut panjang Anin yang dibiarkan tergerai. Tak ada penolakan dari gadis itu yang membuat Tofan berani terus mengelusnya dengan sayang.
"Udah dong Nin galaunya. Abang jadi bingung nih." Celetuk Tofan tiba-tiba.
Anin mengerutkan keningnya menatap Tofan yang terus mengelus rambutnya. "Siapa yang galau?"
"Halah, belagak sok kuat padahal dalemnya retak."
Tofan menghentikan gerakan tangannya dan menaruhnya di sandaran bangku yang sedang mereka duduki.
"Gue lagi mikir aja." Ucap Anin dengan pandangan yang lurus ke depan menatap hamparan taman yang begitu kosong, sekosong hidupnya, pikirnya.
Tofan menautkan alisnya. "Kalau gak bisa mikir jangan dipaksain Nin. Kasihan otak lo."
Untuk pertama kalinya Tofan berhasil membuat Anin sedikit terkekeh lalu menyikut perut Tofan dengan pelan. Refleks lengkungan di bibir Tofan terlihat begitu jelas. "Gue gak tolol kaya Shone yang gak bisa mikir tapi dipaksain. Otak gue berfungsi dengan baik."
Tofan terkekeh. "Mikirin apa sih? Gue ya?"
"Iya." Satu kata yang berhasil membungkam mulut Tofan. "Fan, lo bisa sabar kan? Lo bisa nunggu gue kan?"
Krik
"Fan?! Kok diem?" Sentak Anin yang tidak mendapat respon apa-apa dari Tofan.
"Eh.. iya." Tofan menggaruk pipinya yang tidak gatal karena salah tingkah. Entah kenapa tiba-tiba dia terlihat seperti itu padahal sudah beberapa kali mereka membicarakan hal ini. "Harus banget ya kita setiap waktu ngomongin hal ini? Tanpa lo harus nanya mulu gue akan perjuangin lo, Nin. Tanpa lo minta, gue akan selalu ada buat lo. Dan jawaban gue untuk semua pertanyaan lo itu hanya satu. Selama lo gak lakuin satu hal bodoh yang akan buat gue menjauh dari lo, gue akan berusaha tepatin janji gue, dan gue akan jemput lo buat jadi milik gue seutuhnya."
Jika saja gadis lain yang diberikan kalimat seperti itu oleh seorang pria seperti Tofan, maka dalam hati mereka pasti sedang mencak-mencak kegirangan bahkan sudah terbang melambung jauh di udara. Sayangnya gadis itu adalah Anin. Gadis dengan hati beku. Gadis yang masih menyisakan tembok pertahanan yang kuat untuk menghalau rasa sakit kembali masuk. Namun kali ini ia mencoba merubuhkan tembok dalam dirinya yang ia bangun sendiri dengan susah payah. Kali ini ia akan mencoba untuk kembali merasakan mentari yang membuat hidupnya lebih terang dan menghangat seperti pagi hari.
Tidak seperti gadis lain yang mudah terbawa perasaan dan suasana, Anin justru terdiam memikirkan kata-kata panjang yang Tofan tuturkan dengan penuh keyakinan. Ucapan Tofan beberapa detik lalu membuat Anin berfikir bahwa Tofan memang tidak akan menyerah untuknya, mungkin.
"Hal bodoh apa yang lo maksud?" Tanya Anin yang memang bingung dengan hal bodoh yang bisa saja membuat Tofan menjauh darinya dan berhenti memperjuangkannya.
"Berenang makin dalam sampai lo tenggelam dan mati di dalamnya." Ujar Tofan lancar tanpa hambatan dengan nada serius.
Anin semakin bingung. Tofan berbicara sangat berbelit-belit membuat kening Anin mengkerut. "Gue gak ngerti."
"Kalau lo tetap betah ngunci masa lalu lo, semua itu hanya akan menguasai pikiran lo sampai lo lupa ada gue di sini yang berusaha menggapai tangan lo dari bendungan yang bisa saja menenggelamkan diri lo. Jangan buat gue mundur di saat tangan gue hampir berhasil menggapai tangan lo," jeda Tofan seraya menarik nafas panjang untuk persiapan kalimat selanjutnya. " Silahkan berkunjung ke rumah gue jika ingin berenang. Karena gue punya kolam berenang yang cukup besar.
Jangan berenang dalam sejarah masa lalu, karena itu hanya bisa buat lo tenggelam."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Roman pour Adolescents"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.