39-kebun teh(2)

101 13 0
                                    

"Enak deh kayanya digituin juga kaya Sherin sama Anin, kan gak capek."

Valin mengusap peluhnya yang mengalir melewati pelipisnya. Sedangkan Shone tengah menatapnya horor karena pernyataan yang merupakan kode dari Valin yang juga ingin digendong seperti Sherin dan Anin yang meringkuk di punggung Rino dan Tofan saat itu.

Tapi sebelum mendapat penolakan, Valin segera mengerucutkan bibirnya dan merubah ekspresinya menjadi sendu.

Ya, cara yang terlalu mainstream bagi para wanita ini ternyata selalu berhasil meluluhkan hati si 'pria'nya. Shone menghela nafas berat lalu memutar tubuhnya dan sedikit membungkuk di hadapan Valin. Wajah Valin langsung berseri dan segera melingkarkan tangannya di leher Shone sedangkan kakinya sudah melingkar di pinggangnya.

Shone mulai berjalan pelan dengan keringat yang mengucur di pelipis akibat teriknya matahari kala itu ditambah dengan massa tubuh Valin di punggungnya. Beberapa kali ia menghela napas berat dan meruntuk dalam hati kenapa bisa Valin seberat ini padahal badannya yang ramping.

"Shone," panggil Valin setengah berbisik.

"Hmm,"

"Aku berat ya?"

"Iya, berat banget anjir" tentu saja kalimat itu ia batinkan, jika dilisankan Shone tidak tau bagaimana nasibnya sekarang dengan Valin yang masih digendongannya. "Enggak kok. Kalaupun berat juga tetap aku gendongin." Shone memutar bola matanya mendengar ucapannya sendiri.

Valin cekikikan lalu membenamkan wajahnya di lekukan leher Shone. Sedangkan Shone terus berjalan pelan menuju tempat mereka untuk beristirahat.

Di tempat yang berbeda, Anin, Tofan, Sherin dan Rino masih asik berjalan-jalan mengelilingi kebun teh walau yang sebenarnya berjalan hanyalah Tofan dan Rino saja. Sesekali Anin tertawa renyah karena berhasil mengusili Tofan yang masih menggendongnya. Sedangkan Sherin, sesekali ia meringis karena lecet pada lututnya saat jatuh dan Rino terus saja mengejeknya manja.

Orang tua Anin kini sedang duduk di bawah pohon besar beralaskan tikar sedang merekam kegiatan enam anak itu di otaknya. Mengingat setiap garis bibir yang melengkung ke atas dan menyimpan gelak tawa mereka saat saling mengusili satu sama lain. Om Afkar tersenyum senang saat melihat semua orang menikmati liburan singkat ini. Walau ada sedikit rasa sedih karena harus selalu pergi keluar kota untuk urusan bisnisnya dalam waktu yang kadang-kadang lama.

Walaupun termasuk orang tua yang workaholic, Anin maupun Shone tidak pernah terbengkalai dalam hal apapun. Mereka selalu mendapat pengawasan baik dari jauh maupun secara langsung. Ditambah lagi adanya Shone yang ikut berperan untuk menjaga satu-satunya sepupu perempuan yang ia miliki. Karena memang dalam keluarga besar Anin dan Shone hanya Anin lah yang bergender perempuan, selebihnya adalah laki-laki yang ada sebagian sudah bekerja, ada yang masih sekolah dasar, SMP, dan juga yang sudah berkeluarga. Tapi diantara semua sepupu yang ia miliki, hanya Shone lah yang tumbuh dengannya hingga saat ini. Itu sebabnya Anin suka bergantung hanya pada Shone.

"Udah dong, Nin. Berat nih." Tofan merenggut membuat Anin makin mengeratkan kalungan tangannya di leher Tofan sambil menggeleng cepat.

"Gak mau. Tanggung bentar lagi nyampe tuh."

Tofan menghela napas berat, tidak ingin menyahut lagi. Dan Anin juga terlihat mulai kelelahan walau sebenarnya tenaganya hanya berkurang sedikit saja. Disenderkannya kepalanya di bahu Tofan, membuat si pemilik bahu sedikit tertegun.

"Gue capek." Lirih Anin sambil memejamkan matanya.

Tofan masih bergeming walau ia sendiri tidak mengerti kata lelah yang Anin maksudkan itu apa.

Di sisi lain, ada Sherin yang sudah mulai berjalan dengan kakinya sendiri. Bukan karena kasihan pada Rino yang telah kelelahan membawanya keliling kebun teh tersebut, tapi karena Sherin mengira bahwa Rino terlalu modus dan keenakan dengan Sherin di punggungnya. Rino sempat mengelak hal tersebut. Tapi ya, namanya juga cewek mana mau kalah? Wkwk.

"Lagian lo juga kan yang minta gendong. Kok malah nuduh-nuduh gue modus sih?" omel Rino.

"Kok lo ngegas sih? Lo gak suka gendongin gue? Gue berat gitu? Ha?" Balas Sherin sewot.

"Ya kan elo sendiri yang minta gendong pake ngambekan segala, malah jatoh lagi." Jawab Rino sedikit menurunkan intonasi bicaranya diakhir kalimatnya.

"Kenapa lo tolongin kalo ujung-ujungnya ngeluh?" Tukas Sherin yang masih sewot sendiri.

Rino menghela napas perlahan, dia lelah. Tapi harus berusaha sabar. "Masa iya sih, Sher, gue tega liat lo jatuh."

Garis wajah Sherin mengendur perlahan mendengar intonasi Rino yang sedikit melirih.

Keduanya diam, Sherin mengalihkan wajah dari tatapan teduh Rino. Entah kenapa tiba-tiba ia jadi tidak bisa menjawab ucapan Rino.

"Udah?"

"Apa?" Jawab Sherin kebingungan.

"Udah sewot-sewotnya? Atau masih mau lanjut nih?"

Sherin mengerucutkan bibirnya lalu berjalan meninggalkan Rino yang sudah tersenyum miring. "Dasar cewek. Ngambek aja terus."

Rino berlari kecil menyusul Sherin, setelah seiringan ia melingkarkan tangannya di bahu Sherin. Gadis itu hanya diam dengan wajah datarnya walau sebenarnya ia tiba-tiba gugup berada dengan jarak yang terkikis habis oleh Rino.







Sialan, Rino bikin nyaman lagi.

**

Tbc.

Udah gitu aja😅 g usah kepanjangan nanti kalian bosan :(

Pretty LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang