"Anin woi! Mau bengong sampai beruban lo? Ayo ngantin ih, laper gue mah." Suara melengking Sherin berhasil membuyarkan lamunan Anin.
Anin hanya memandang malas ke arah Sherin lalu bangkit dari duduknya. Baru saja ingin melangkahkan kakinya ia dikagetkan dengan suara pintu yang dibuka dengan kasar.
Seketika Anin terpaku dengan mata yang melebar sempurna.
"Tofan?!" Seru Anin dengan suara yang terdengar sangat panik.
Bagaimana tidak panik, jika ia melihat Tofan dengan hoodie dan celana training ditambah dengan wajahnya yang sangat pucat dan dipenuhi dengan keringat diseluruh wajahnya.
Tofan melangkah gontai dengan nafas yang memburu. Tanpa berkata apapun ia merengkuh tubuh Anin kedalam pelukannya, mendekapnya dengan erat dan tersenyum penuh kelegaan.
Anin dan Sherin bertukar pandang, merasa ada yang aneh dengan Tofan saat ini. Tapi keduanya hanya bisa menutup mulut tak ingin berkomentar.
Anin bisa merasakan nafas hangat Tofan menyapu bagian tengkuknya. Dan dengan ragu Anin membalas pelukan itu.
"Tofan?" Suara berbass Rino yang baru memasuki kelas Anin tak berhasil mengurai pelukan Tofan pada Anin. Justru Tofan makin mengeratkannya. "Tofan lo kenapa? Tadi gue liat lo lari-lari terus gue panggil nggak nyahut."
"Gue khawatir sama lo." Ucap Tofan lirih sehingga hanya Anin yang dapat mendengarnya.
Anin kini tak mempedulikan tatapan heran sekaligus terkejut dari teman-teman kelasnya yang masih tersisa di dalam kelas.
"Kenapa?" Tanya Anin selembut mungkin dan dia dapat merasakan gelengan kecil dilekukan tengkuknya.
Tofan mengurai pelukannya dan menatap lekat ke arah Anin yang masih terlihat bingung. Tangan kanannya bergerak untuk menyelipkan anak rambut yang sedikit menghalangi wajah polos Anin ke belakang telinganya, lalu menampilkan senyum yang membuat Anin sedikit terunyuh.
"Lo gak apa-apa?" Tanya Tofan berusaha untuk tenang dan menetralkan degup jantungnya.
Anin hanya menggeleng sangsi tanpa memutuskan pandangannya dari mata sayu Tofan.
"Tofan, lo kenapa sih?" Tanya Sherin yang mulai penasaran.
Tofan hanya menggeleng pelan sembari tersenyum ke arah Anin. "Gue cuma khawatir sama Anin."
Sontak Rino dan Sherin sama-sama memutar bola mata mereka bersamaan. Tingkah Tofan saat ini sangat berlebihan di mata mereka, namun tidak dengan Anin. Ia justru ikut khawatir dengan kondisi Tofan yang pucat.
Tangan Anin bergerak dan mendarat tepat di kening Tofan. Matanya melebar sempurna merasakan panas di kening Tofan.
"Tofan, lo-"
"Gakpapa." Tofan meraih kedua tangan Anin lalu menangkupnya sambil tersenyum. "Gue gak apa-apa."
"Tapi lo pan-"
"TOFAN!" Anin, Sherin dan Rino serentak berteriak panik saat Tofan limbung dan menubruk tubuh mungil Anin hingga mereka berdua tersungkur di lantai.
"Tofan? Astaga Rino tolongin." Panik Anin dengan menepuk pelan pipi Tofan.
Sontak Rino segera membopong tubuh Tofan untuk dibawa ke UKS. Sedangkan Anin kini masih terpaku di lantai. Sherin yang menyadari hal itu langsung menepuk bahu sahabatnya untuk menyadarkan lamunannya.
"Tofan gak apa-apa." Sahut Sherin meyakinkan Anin.
**
Tofan mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Ia mengamati ruangan yang ia tempati saat ini dan meyakini bahwa saat ini dia sedang berada di UKS sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Ficção Adolescente"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.