"yeh si Shersher bengong. Kesambet setannya Rino baru tau rasa lo."
Sherin tersentak saat tiba-tiba suara Tofan bergema di ruangan itu. Segera ia mengatur kembali ekspresi wajahnya agar terlihat biasa saja.
"apa sih. Ganggu aja."
Tofan tersenyum miring lalu mendudukkan dirinya disebelah Sherin. Sejenak Tofan mengamati wajah lelah Sherin yang agak berkeringat. Merasa risih ditatap oleh Tofan, Sherin melototkan matanya hingga Tofan sedikit tertawa.
"Gue tau lo lagi mikir apa." sahut Tofan sambil menyenderkan tubuhnya di sandaran sofa dan memejamkan matanya.
"sok tau."
"gue tau lo lagi mikirin pacar orang." balas Tofan tanpa rasa bersalah.
Sherin menolehkan wajah sepenuhnya menatap Tofan yang masih enggan membuka matanya. Ingin bertanya apa maksud ucapannya tapi ia urungkan. Sherin merasa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk meminta penjelasan karena bisa saja dengan tiba -tiba ada yang datang dan mendengar percakapan mereka saat itu.
"Tuh kan sok tau." jawab Sherin lalu menarik napas untuk menenangkan dirinya sendiri.
Sedangkan Tofan hanya tersenyum miring mendengarnya tanpa mau membuka mata.
**
"Masuk aja, gak dikunci."
Anin dan Shone memasuki kamar orang tuanya saat mendengar intruksi mereka boleh masuk.
Herla tersenyum saat melihat anak dan keponakan yang sudah seperti anaknya itu mendekatinya.
"kenapa sayang?" tanya Herla sembari membereskan barang-barangnya.
"Mm, mah. Mama harus banget ya ikut sama papa? Gak bisa tinggal aja gitu urusin Shone sama Anin? Kalian pergi lama banget loh. Masa kita ditinggal sih?" ucap Shone sangsi sambil melirik Anin yang hanya diam.
Afkar tersenyum dan mendekati kedua saudara itu yang sedang berdiri disamping tempat tidurnya. "Kalian kan udah gede, harus bisa mandiri, apa-apa harus bisa. Jangan manja sama mama papa. Kalau mama gak ada kalian harus bisa urus diri sendiri. Kan udah sering juga mama papa tinggal kaya gini kan? Apalagi Anin, sebelum Shone datang kamu juga udah biasa mama papa tinggalin kan?"
"Tapikan beda pah. Kali ini kalian perginya lama banget." Jawab Anin yang akhirnya bersuara walau akhir kalimatnya disusul dengan helaan napas kasar.
Herla mendekati kedua anaknya lalu mengusap masing-masing kepalanya.
"Gak apapa sayang. Nanti sering-sering skype-an aja kalau kalian punya waktu luang. Mama pesan ya sama abang, jagain Anin. Kalian harus baik-baik selama mama papa gak ada. Sholatnya jangan lupa, harus rajin-rajin makan. Belajar yang baik, jangan suka tidur larut malam. Hp kalian harus aktif terus ya, biar mama gak khawatir kalau mau hubungin kalian. Pokonya kalian harus baik-baik aja selama mama papa gak ada. Yang terpenting kalian harus bisa mandiri, okay?" Herla tersenyum saat mengakhiri kalimat panjang lebarnya. Ia lalu maju selangkah dan mencium kening kedua anak itu yang dirasa hangat oleh Anin dan Shone.
Anin dan Shone hanya bisa pasrah dengan keputusan orang tuanya. Toh ada baiknya mereka ditinggal, mereka jadi bisa mengurus diri sendiri dan belajar mandiri.
"yaudah sana, kalian semua tunggu di bawah, bentar lagi mama selesai."
Kedua anak itu akhirnya mengangguk patuh dan berbalik lalu keluar dari kamar tersebut dengan perasaan sedikit kecewa.
Shone merangkum tubuh Anin dari samping dengan gemas sambil berjalan. "gapapa, masih ada gue yang jagain. Ada Tofan juga." ujarnya sambil menaik turunkan alisnya menggoda Anin.
Anin hanya memutar malas bola matanya untuk menanggapi godaan laknat sepupunya itu. Jika tidak bisa mengendalikan moodnya, maka saat ini Anin sudah mendorong Shone dari lantai dua agar merasakan bagaimana rasanya terguling di tangga yang cukup tinggi dan sedikit berbelok.
**
"Kok macet sih?!" pekik Valin tidak sabaran saat mobil mereka terjebak macet. Sedangkan perjalan mereka tinggal sebentar lagi.
"Suka-suka Bandung dong mau macet apa enggak." celetuk Rino seenaknya.
Valin memutar badannya kebelakang untuk menatap horor Rino yang hanya ditanggapi biasa saja. "Gak usah jawab, gue gak ngomong sama lo."
"Lo ngomong sama gue, Lin? Sori, gue lagi ngomong sama Tofan. Iya kan, Fan? Bandung mah bebas mau macet apa enggak."
Tofan dan Shone terkekeh sedangkan Valin sudah mencebikkan bibirnya merasa kesal.
"Udah, jangan gangguin Valin. Kasian tau, bibirnya udah bengkok tuh." sahut Afkar menengahi walau ikut terkekeh melihat wajah Valin melalui kaca di depannya.
"Wah iya, udah bengkok. Mukanya aja udah abstrak." tawa Rino, Shone dan Tofan pecah saat berhasil membuat wajah Valin memerah karena kesal.
"Shooooone, belain kek. Malah ikut ketawa." rengek Valin setengah memohon.
Shone hanya mengendikkan bahunya tanda penolakan, "gak ah. Tuh Anin sama Sherin aja yang belain. Shone mah di pihak kaum adam."
Valin kembali berbalik menatap kedua sahabatnya yang hanya sibuk dengan masing-masing ponselnya. Merasa tidak ada yang membelanya sama sekali, akhirnya Valin memutuskan untuk duduk diam dengan manis tanpa memperdulikan ocehan-ocehan Rino yang membuatnya seperti iblis yang ingin melempar orang itu keluar jendela saat itu juga.
Cukup lama terjebak macet akhirnya mobil mereka dapat melaju dengan bebas. Hari sudah hampir malam, jadi Afkar memutuskan untuk mengantar teman-teman Anin pulang ke rumah masing-masing dengan selamat.
Tofan, Rino, Shone, Valin dan Sherin tertidur entah sejak kapan. Sedangkan Anin sibuk memandangi jalan yang mulai diterangi lampu jalanan yang redup melalui jendela mobil.
Sedikit rasa sesak lagi-lagi menghinggapinya saat ia sadar saat ini dirinya berada di Bandung. Kota yang sudah menjadi saksi atas semua kejadian manis pahitnya bersama Tio.
"Tio." Anin menggumamkan nama itu dalam sunyi.
Dan tanpa ia sadari, ada sepasang telinga dari belakang tempatnya duduk yang masih bisa mendengar gumamannya menyebut nama Tio.
**
Update yeay :)))))
Entah ada berapa orang dari kalian yang masih berbaik hati mau awetin pretty lies ini di library & reading list kalian.
Terimakasih untuk kesetiaannya mweheh❤
Fyi, ini ceritanya gak akan ngegantungin kok, bakal SELESAI. Endingnya udh kebayang kaya gimana. Cuma lagi nunggu right timenya aja soalnya ini lagi masa-masa ujian. Dua minggu lagi w UN loh :"(((((
Udah gitu aja,
Sekali lagi thanks yang masih nyimpan pretty lies yaaww❤
See you soon(:
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Lies
Teen Fiction"Terus saja memaksaku merebut hatimu. Namun ternyata, perjuanganku hanya luka baru bagimu." -Tofan.