11-bimbang

159 52 8
                                    

Shone menatap datar Sherin. Perempuan ini ternyata tidak berubah sejak terakhir kali mereka bertemu. Ia menghela nafas mencoba untuk tenang berhadapan dengan gadis itu.

"Jadi, adek gue di mana?" Tanya Shone.

"Tau tuh. Dari jam istirahat udah ngilang gak tau ke mana, nggak bilang sama gue dulu lagi."

"Emang sekarang lo nggak masuk?"

"Enggak, gurunya lagi sakit."

"Yaudah cari adek gue." Shone berjalan mendahului gadis itu seraya memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya yang tebal. Lalu topi putih yang ia kenakan di putar posisinya menjadi ke belakang.

Sherin mengikuti langkah pria itu, mencoba menyamakannya agar mereka berjalan beriringan. Setelah langkah mereka seirama, Sherin menoleh ke samping dan menatap sekilas wajah polos pria itu lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan.

"Kalau lo pindah ke sini, Valin gimana?" Tanyanya tanpa menoleh.

"Valin gue tinggal lah. Kan ada elo" jawab Shone santai membuat Sherin refleks mencubit kecil pinggang Shone.

"Sakit bego. Gue sama Valin LDR lah, harus siap menahan rindu dan menguji kesetiaan antara aku dan kamu" Sherin melototkan matanya ke arah Shone yang sudah cengengesan.

"Bercanda lah sayang, maksud gue menguji kesetiaan antara gue dengan Valin."

"Sayang sayang. Genit banget sih jadi cowok, kalau gue baper gimana?" Ketus Sherin.

"Gue tanggung jawab lah. Gue kan orangnya responsible." Jawabnya santai.

Sherin menghela nafas kasar. Begitu dongkolnya ia menghadapi pria di sebelahnya ini.

Cukup lama mereka berkeliling sekolah untuk mencari Anin, namun tak juga mereka menemukannya. Mereka sudah mendatangi tempat-tempat sepi yang biasa Anin datangi namun hasilnya tetap sama.

Sampai mereka berhenti di sebuah taman belakang sekolah yang merupakan salah satu tempat Anin untuk berdiam diri.

Shone dan Sherin mendudukkan dirinya di bangku yang tersedia di sana. Shone mengelap peluh yang mengalir dari pelipisnya menggunakan punggung tangannya. Sedangkan Sherin mencoba untuk mengatur nafasnya karena sangat kelelahan mengelilingi sekolah yang besar itu.

"Kok gak nemu ya? Di mana sih Anin." Celetuk Sherin.

"Kok lo bego banget ya? Punya hp kan? Yaudah telfonin adek gue!" Seru Shone yang teringat bahwa bisa saja mereka menelfon Anin sejak tadi.

Gadis itu menepuk keningnya. "Ya lo juga bego. Lo juga kan punya hp."

Shone terlihat seperti berfikir. Detik berikutnya ia cengengesan menampakkan deretan giginya yang rapi. "Iya juga ya. Yaudah telfon."

Mereka sama-sama merogoh saku mereka untuk mengambil benda persegi panjang itu. Terlihat lincahnya tangan mereka menari di atas layar itu untuk mencari kontak Anin. Masih dengan gerakan yang sama kemudian mereka meletakkan ponsel di telinga mereka masing-masing.

"Kok gak nyambung ya? Padahal jaringan gue penuh loh" celetuk Sherin.

"Gue juga penuh kok. Coba lagi."

Lagi lagi mereka mencoba menghubungi Anin secara bersamaan namun tidak mereka sadari. Begitu bodoh dua remaja ini.

"Masih gak nyambung Shone."

Shone menepuk keningnya lalu menoleh ke arah Sherin yang menampakkan wajah polosnya. "Gimana mau nyambung, orang gue juga nelfonin dia. Jelas aja gak bisa."

"Gimana sih, bego banget dah lo. Ngapain ikut-ikut nelfon sih" dumel Sherin.

Belum sempat Shone membalas ucapan gadis itu, ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Nama Anin tertera di sana.

Pretty LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang