14-siswa baru

134 36 2
                                    

Raut wajah Anin berubah menjadi bingung saat mendapat respon Tofan yang malah terkekeh menanggapi perkataannya barusan. Di saat-saat seperti ini sempat-sempatnya dia menertawakan hal yang tidak lucu.

"Napa ketawa?" Tanya Anin bingung.

Tofan mencoba mengatur ritme nafasnya lalu menatap intens mata Anin yang kebingungan itu. Lalu detik berikutnya tangannya terulur mengacak gemas rambut panjang yang terjuntai bebas.

"Tanpa lo kasih tau juga bakal gue lakuin kali." Kekeh Tofan menatap geli ke arah Anin yang merubah ekspresinya menjadi kesal dengan sorot mata yang tajam.

"Au ah. Mau balik gue!" Kesal Anin lalu berbalik badan untuk beranjak dari tempatnya. Kesal karena di saat-saat seperti ini pria itu menunjukkan respon yang tidak seharusnya.

"Harusnya gue yang ngomong kaya gitu."

Langkah Anin terhenti mendengar pernyataan Tofan tersebut, namun tidak berniat untuk membalikkan badannya.

"Harusnya lo yang janji sama gue." Tofan memasukkan tangannya ke saku celananya dan berjalan ke arah gadis yang sedang terdiam sambil memunggunginya.

Tepat di hadapan gadis itu Tofan menepuk bahu Anin. "Lo harus selalu di sisi gue kalau lo mau usaha kita nggak akan sia-sia. Lo nggak mau kan kalau sampai semua itu menjadi percuma, dan bakal ada hati yang rusak karena satu kebodohan?" Anin mengangguk polos seakan terhipnotis dengan tatapan elang milik Tofan.

Sambil tersenyum miring Tofan membalikkan badannya dan mulai berjalan meninggalkan Anin yang masih terlihat bengong. Baru tiga kali melangkah ia kembali menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Anin.

"Lo udah gede kan? tau jalan ke kelas lo lewat mana kan? Gak perlu di anter kan? Balik gih, gue ada urusan bentar." Ucapnya lalu kembali melanjutkan langkahnya menuruni satu per satu anak tangga.

Anin berdesis. Bisa-bisanya Tofan meninggalkannya seperti itu di rooftop. Baru saja Anin memintanya untuk selalu bersamanya tapi pria itu sudah meninggalkannya sendiri dengan kekesalannya.

Aneh tuh orang. Batin Anin.

Anin menuruni tangga dengan perasaan dongkol membayangkan Tofan yang pergi begitu saja. "Kenapa coba gue mau mulai awal baru sama si tulul kaya gitu. Aneh kan?" Tanya Anin pada dirinya sendiri.

Tiba di koridor-koridor kelas yang mulai ramai, Anin bertemu dengan Shone dan Tio yang akan menuju kelas mereka. Ia memperlambat langkah kakinya dan menatap datar ke arah Shone namun tidak melirik Tio sama sekali.

"Kok alone? Si Tofan ke mana dah?" Tanya Shone keheranan melihat Anin berjalan sendirian.

"Udah biasa sendiri." Jawab Anin asal, membuat kedua pria itu mati-matian menahan tawanya agar tidak meledak.

Tidak ingin berlama-lama Anin kembali melanjutkan langkahnya tanpa mengucap satu katapun namun terlihat tangannya sedang mengipas-ngipas lehernya yang terasa gerah. Berada di dekat sang mantan memang membuat seseorang menjadi gerah, tidak peduli itu di pagi hari atau pun di malam hari yang harusnya terasa dingin. Namun berbeda dengan Anin, justru ia tiba-tiba merasa panas di tubuhnya seakan di jemur di bawah sinar matahari yang terik.

"Si Anin kepanasan?" Tanya Tio yang terus memandangi punggung Anin yang mulai menjauh.

"Ho'o. Lo kaya gak tau aja orang kalau lagi di dekat mantan ya gitu, bawaannya gerah-gerah gimanaa gitu."

Tak peduli dengan tatapan tajam Tio, yang penting Shone telah berhasil membuat Tio kesal beberapa kali di pagi hari ini dengan kelakuannya yang ia sengaja menurut Tio.

Tanpa berkata-kata lagi kedua pria itu kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas yang akan mereka masuki. Tiba di area kelas IPS dua pria itu menjadi pusat perhatian, lebih tepatnya Shone.

Pretty LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang