Sebuah mobil Range Rover berwarna hitam berhenti tepat di depan sebuah rumah bercat putih. Si pemilik mobil membuka pintu, berjalan ke arah kursi penumpang di depan, membukakan pintu. Keluarlah seorang cewek berambut pirang panjang yang memakai pakaian yang sangat minim.
"Ayo, Ta, kita masuk," ajak seorang pria yang umurnya kira-kira lima puluhan tahun.
Cewek itu tersenyum genit. "Ayo, Mas."
Setelah menutup pintu, pria setengah baya yang bernama Kelvin itu menggenggam tangan Aletta erat, membawanya menuju pintu dan masuk ke dalam.
Sampai di ruang tengah, mereka duduk bersebelahan. Aletta memeluk lengan Kelvin erat, dan Kelvin mengelus kepala Aletta dengan penuh kasih sayang.
"Ta, kamu sayang sama Mas, kan?" tanya Kelvin seraya tetap mengelus kepala Aletta.
"Sayang dong, Mas," jawab Aletta. Namun, tanpa sepengetahuan Kelvin, ia tersenyum jijik. "Mas sayang kan, sama Letta?"
"Sayang lah," jawab Kelvin mantap. "Apapun yang kamu mau, Mas pasti akan kasih."
Tiba-tiba, pintu kamar yang bercat putih terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang sedang membawa sebuah majalah, mungkin saja ia baru selesai membaca majalahnya. Sontak majalah di tangannya terjatuh ke lantai ketika melihat pemandangan di depannya yang menyakitkan mata sekaligus menyakitkan hati.
"Kelvin...," lirihnya. Beberapa tetes air mata mulai jatuh membasahi pipinya.
Kelvin menoleh ke arah Clara. Gerakan tangannya yang sedang mengelus kepala Aletta itu terhenti. Matanya menatap lurus ke arah Clara yang sedang menatap ke arahnya juga.
"Heh, nenek tua! Ngapain lo ngeliatin calon suami gue lama-lama?! Segala nangis lagi," omel Aletta ketika menyadari Clara dan Kelvin masih melakukan eye contact.
Clara hanya diam. Tangannya bergerak menyeka air matanya yang mulai banyak. Ia berbalik, hendak kembali masuk ke dalam kamarnya. Tetapi, suara Kelvin menghentikan langkahnya.
"Jangan ganggu kami lagi. Jangan ganggu kami yang sedang bermesraan lagi. Sana, kembali ke kamarmu," ucap Kelvin dingin.
Clara memejamkan matanya. Lagi, hatinya teriris. Ia benar-benar berharap terlalu tinggi. Ia kira, Kelvin menghentikan langkahnya karena pria itu ingin kembali padanya. Tetapi, yang diucapkan Kelvin malah semakin menyakitkan hatinya yang masih terluka.
Setelah pintu kamar Clara sudah tertutup rapat, Aletta kembali merengek manja sambil memeluk lengan Kelvin.
"Mas, kenapa kamu nggak usir wanita tua itu aja, sih? Aku udah gerah ngeliat dia! Kamu harus tau Mas, dia tuh masih ada perasaan sama kamu!"
Kelvin menghela napas. "Yah, mau bagaimana lagi? Aku harus menafkahi Justin, dan Justin tak mau pisah dari ibunya yang sialan itu. Jadi, biarkanlah Clara tetap disini. Tenang saja, aku nggak akan tertarik dengannya lagi."
Aletta tersenyum genit, kemudian mencium pipi Kelvin sekilas. "I love you, Mas."
"I love you too, Aletta."
***
Hari-hari berlalu terasa begitu cepat. Hingga sekarang adalah liburan di bulan Desember, yaitu liburan semester dan liburan natal.
Para remaja pasti akan memanfaatkan hari libur ini yang terasa begitu cepat bagi mereka. Mereka berjalan-jalan bersama pacar mereka, menghabiskan waktu di rumah teman bahkan sampai menginap, atau menghabiskan waktu bersama keluarga masing-masing. Namun tidak bagi anak rumahan yang selalu dikekang orang tuanya untuk keluar rumah.
Ada juga yang menghabiskan waktu liburan dengan tidur seharian di kamar, dan hanya menyisakan waktu sedikit untuk mandi dan makan. Ya, seperti yang dilakukan Selena saat ini.
Warna cat rambut gadis itu sudah mulai luntur. Tergantikan oleh warna rambut asli gadis itu yang berwarna cokelat gelap.
Ia sama sekali tidak menghubungi Melissa atau Karina selama ini. Bahkan, setiap sahabat-sahabatnya itu menelpon, Selena tidak pernah mengangkatnya. Hal-hal itulah yang membuat Karina dan Melissa cemas.
Selena juga jarang keluar kamar. Ia keluar kamar hanya untuk sekedar memandikan Milky, atau bermain dengan anjing itu sebentar, tanpa mempedulikan seribu pertanyaan dari Gerald dan Alex. Dan pada saat waktu makan, biasanya Alex atau Gerald akan mengantarkannya makanan dan minuman, tanpa mengajak gadis itu bicara, karena ia akan semakin jutek jika di ajak bicara. Untung saja, kamar mandi Selena terletak di dalam kamar, sehingga gadis itu tak perlu repot-repot keluar kamar.
Gerald dan Alex sangat kasihan dengan Selena. Namun, bagaimana lagi? Gadis itu tak bisa diajak bicara. Setiap diajak bicara, Selena pasti akan marah.
Dan ketika Alex bertanya kepada Karina mengapa Selena menjadi seperti itu, Karina menjawab sejujur-jujurnya. Yang membuat Alex ingin sekali membunuh Justin dengan tangannya sendiri.
Tetapi, mereka semua tak mengerti. Selena tak menginginkan apa-apa saat ini. Yang ia inginkan hanya satu, yaitu seorang ibu yang memberinya kasih sayang dengan tulus.
Seandainya, ia mati sekarang juga lalu masuk surga. Setelah itu, ia akan bertemu dengan ibunya yang sudah lama hidup bahagia di surga. Kemudian, ibunya akan memeluknya erat dan menghapus air matanya.
Sayang sekali, itu hanyalah kata 'seandainya'.
●●●
GATAO AH, PUSING GUE SAMA JELENA.
Mau dibawa kemana hubungan Jelenaaa~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold Girl (✔)
Fanfiction[MALES NGEREVISI] "Cewek jutek itu ngeselin, sukanya bikin penasaran terus, mana ngangenin lagi. Plus, sekalinya dia senyum, behh manis banget, man! " -Justin. Di mata Justin, Selena adalah cewek yang jutek, dingin, dan irit saat bicara. Tapi bagi J...