Chapter 4

58 7 0
                                    

"Kak... Kakak..."

"Hhmm..."

Perempuan bertubuh mungil itu menekan hidung Rendy secara perlahan. Rendy pun terlihat sangat tidak nyaman dan masih mengulet di atas tempat tidurnya. Matanya belum terbuka sepenuhnya.

"Eh, Tasya. Ada apa, dek?" Rendy bangkit dari tidurnya dan duduk di samping adik perempuannya yang sudah siap dengan seragam putih dan rok birunya.

"Udah jam enam lewat loh. Kakak gak sekolah?"

"Hah? Mati gue!" Rendy langsung bergegas menuju kamar mandi dan bersiap-siap dengan cepat.

"Tasya! Ayo cepat berangkat! Papa udah nungguin tuh!" sahut mamanya Rendy dari bawah anak tangga.

"Iya, Ma! Aku habis bangunin Kak Rendy!"

****

Rendy memacu sepeda motornya dengan cepat tetapi penjaga gerbang lebih cepat menutup dan mengunci gerbang sekolah. Padahal dia hanya terlambat beberapa detik saja. Dia parkirkan sepeda motornya di depan sekolah, namun kecepatan berlarinya masih lebih lambat dari menutupnya gerbang sekolah.

"Aduh! Sial banget gue kali ini!" batinnya.

Dari kejauhan, Rendy melihat seorang perempuan yang juga tengah berlari menuju pintu gerbang sekolah. Sesekali dia mengibaskan rambutnya yang panjang dan menutupi pandangannya. Nafasnya sudah tak beraturan karena lelah berlari.

"Ya ampun! Gue telat!" sahut perempuan itu.

"Ya sama. Senasib sama gue." ujar Rendy seraya menatap wajah perempuan itu.

Perempuan itu mengangkat kepalanya dan menatap Rendy. "Kita satu kelas kan?" perempuan itu bertanya untuk memastikan benar atau salah.

"Lo yang duduk di samping Anna kan?" tanya Rendy.

Sepertinya kali ini keberuntungan berpihak kepada Rendy. Rendy yang dari kemarin penasaran dengan sosok perempuan ini, justru sekarang dipertemukan dengan takdir yang tak disangka-sangka.

Perempuan ini terlihat cantik di mata Rendy. Tubuhnya yang langsing dan rambut panjang hingga menyentuh bahu membuat Rendy tidak bisa mengalihkan pandangannya ke arah yang lain. Apalagi ditambah kacamata yang ia gunakan membuat wajahnya terlihat lebih manis.

"Badan sama rambutnya sama persis. Apa mungkin dia yang kasih gue burung kertas waktu MOS kemarin?" tanya Rendy dari dalam hatinya.

"Woi!" perempuan itu melambaikan tangannya tepat di depan mata Rendy.

"Eh, iya." Rendy terkejut.

"Kenapa lo liatin gue?" tanya perempuan itu sinis.

"Hhmm... Itu..."

Rendy melihat waktu di jam tangannya yang berada di tangan kirinya, "Masih ada waktu sebelum ada guru. Ikut gue!" Rendy menarik tangan perempuan itu pergi meninggalkan gerbang depan sekolahnya.

Rendy dan perempuan itu berlari menuju gerbang sekolah yang berada di samping. Rendy mencontohkan bagaimana cara memanjat pagar setinggi kurang lebih lima meter tersebut.

"Tas lo masukin dari kolong kayak gini." Rendy mencontohkan bagaimana caranya.

"Oke."

"Kalau udah, kita panjat." Rendy sudah bersiap memanjat pagar.

"Gue pakai rok." ujar perempuan itu.

"Gak apa-apa. Gue bantuin pas gue sampe di atas. Gak bakalan ngintip juga gue."

Sampailah Rendy di puncak pagar itu. Dia mengulurkan tangannya untuk membantu perempuan itu naik. Perempuan itu menggapai tangan Rendy lalu Rendy menarik membantunya naik ke atas. Lalu, mereka berdua turun dan lompat kebawah.

"Jam berapa sekarang?" tanya perempuan itu pada Rendy.

"6.50 nih. Ayo cepet!" Rendy melihat jam tangannya lalu meraih tangan perempuan itu dan mengajaknya berlari sampai ke kelasnya.

Baru sampai lantai kedua, mereka berhenti berlari. "Stop!" perempuan itu berhenti berlari dengan nafas yang terengah-engah. "Gue capek. Dan, mau sampai kapan lo pegangin tangan gue?" tanya perempuan itu.

"Eh, maaf." Rendy melepaskan tangannya.

"Ayo cepetan!" ajak Rendy.

"Lo liat deh kelas kita. Masih ramai. Kayaknya gak ada guru deh." perempuan itu menunjuk ke arah kelas.

"Iya, ya."

"Makanya, jalan santai aja. Lo malah ngajak gue lari-larian." ujar perempuan itu sedikit kesal.

"Iya maaf. Ya udah, yuk."

Dan akhirnya, Rendy dan perempuan itu berjalan menaiki anak tangga dengan santai dan perlahan. Sesekali Rendy juga melihat ke arah lapangan yang sedang di pakai untuk pelajaran olahraga kelas lain.

"Gue Fara, Faranisa Azni." perempuan itu mengulurkan tangannya.

"Gue..."

"Rendy, kan?" sahut perempuan itu memotong lalu tersenyum.

"Ayo masuk kelas, Ren." ajak dia.

Rendy hanya bisa diam melihat Fara, perempuan dengan tubuh langsing dan wajah cantiknya yang dapat menghipnotis Rendy. Antara senang dan heran, mengapa hampir semua perempuan tahu dirinya. Padahal, dia merasa tidak pernah berkenalan dengan perempuan-perempuan itu. Lain dengan Fara, dia masih bisa memaklumi karena satu kelas.

"Eh, Fara! Jangan berduaan sama dia. Bisa kena sial!" Anna menarik Fara menjauhi Rendy.

"Sial gimana?" tanya Fara.

"Eh, mak lampir! Ada juga lo yang bikin gue sial!" ujar Rendy dengan emosi.

"Udah udah." Fara mencoba menengahi Rendy dan Anna.

Danu akhirnya bangkit dari duduknya dan menghampiri Rendy yang sedang bertengkar dengan Anna. "Udah jangan ribut sama cewek. Ayo duduk." Danu mendorong Rendy agar perselisihan tidak memanjang.

"Ngeselin banget tuh cewek! Asli!" ujar Rendy.

"Sabar, bro. Gitu aja."

"Ah, lo gak ngerasain sih! Kemarin udah gue tolongin, bukannya terima kasih malah marah-marah. Dua kali loh gue nyoba nolongin dia." Rendy tidak bisa menyembunyikan rasa kesal di dalam dirinya.

Rendy lalu menceritakan bagaimana peristiwa itu dimulai kepada Danu. Danu mendengarkannya dengan seksama. Sesekali Danu mengangguk pelan menandakan bahwa dia juga mengerti apa yang dirasakan Rendy.

"Iya sih gue paham. Tapi, Ren..."

"Tapi apa?" tanya Rendy sedikit menahan kesal.

Danu mendekatkan wajahnya "Anna manis juga ya. Berhijab lagi." ujar Danu pelan.

"Iya, tapi kelakuannya barbar. Gue lebih suka sama Fara. Lebih kalem, lebih cantik." ujar Rendy.

"Lo suka sama Fara, Ren?" Danu bersuara lantang dan didengar seisi kelas.

"Ciee..." sahut seisi kelas kepada Fara dan Rendy.

Fara terlihat menjadi tersipu malu dengan muka yang memerah dengan senyuman yang agak dipaksakan. Sedangkan Rendy, justru dia memendam rasa kesalnya terhadap Danu karena telah membuat gosip heboh seisi kelas. "Mulut lo kayak petasan cabe ya, Nu!"

"Sorry sorry, keceplosan." Danu meminta maaf sambil tersenyum meledek pada Rendy.

Sepanjang jam pelajaran pertama, Danu dan murid lain mengejek Rendy dan Fara. Mereka dipanas-panasi agar cepat menjalin hubungan. Tetapi, hal itu tidak digubris oleh Rendy. Hingga akhirnya guru jam pelajaran berikutnya datang.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang