Chapter 25

31 3 0
                                    

"Anna, masih marah sama gue?" sent.

"Nggak kok, Ren. Ada apa?" received.

"Maafin kata-kata gue yang kemarin." sent.

"Udah gue maafin, Rendy." received.

"Tapi, lo jadi benci sama gue, Anna." sent.

"Karang yang rusak tak pernah membenci ombak. Walaupun hati gue hancur, gue gak akan pernah bisa benci sama lo, Rendy." received.

****

Malam itu, Rendy memberanikan diri untuk menghubungi Anna. Perempuan yang sudah merelakan sebagian darahnya mengalir dalam pembuluh darah yang ada di tubuh Rendy. Mengalir ke seluruh tubuh Rendy yang membuat dia tak bisa berhenti memikirkan Anna.

Kalimat terakhir yang Anna kirimkan, membuat Rendy teringat sesuatu. Rendy teringat dengan isi untaian kalimat yang ada pada burung kertas merah muda yang dia temukan di meja rumah sakit. Dia bangkit dari tidurnya lalu memeriksa barang-barang bawaannya. Setelah ditemukannya burung itu, dia kembali membuka lipatan demi lipatannya.

"Alamat rumah lo di mana, Na? Besok pagi gue jemput." sent.

"Gak usah, Ren. Rumah gue jauh dari rumah lo." received.

"Kita udah bikin perjanjian sebelumnya, kan? Gue gak mau ingkar janji." sent.

"Gak perlu, Rendy. Lupain aja perjanjiannya. Sekarang, lo fokus sama Fara aja ya." received.

"Oke gue lupain perjanjian kita, tapi gue tetep jemput lo karena keinginan gue, gimana?" sent.

Setelah itu tak kunjung ada pesan singkat balasan dari Anna. Padahal Rendy menunggu dengan penuh harapan. Di kala itu membuat Rendy tak bisa terlelap beristirahat. Padahal dia harus masuk sekolah keesokan hari. Walau sudah memejamkan mata, tetap saja tak bisa memikirkan hal lain. Hanya ada Anna seorang di dalam pikirannya.

****

"Rendy." suara perempuan yang halus mencoba membangunkan Rendy.

"Hey, Rendy. Udah pagi. Siap-siap ke sekolah ya." perempuan itu membelai wajah Rendy dengan lembut.

Rendy mulai membuka matanya perlahan.

­"Astaghfirullah!" Rendy kaget melihat ada seorang perempuan berada di dalam kamarnya yang hanya menggunakan tanktop berwarna putih dan hotpants yang sangat pendek.

"Kak Anita! Ngapain di sini?!" tanya Rendy dengan terkejut.

"Bangunin kamu lah, Rendy." jawab Anita.

Anita melihat wajah dan kepala Rendy. "Kamu berantem?"

"Apaan sih, Kak! Udah sana, ah!" Rendy menepis tangan Anita yang sedang memegang kepalanya.

Anita Laurinda Salvia adalah kakak sepupu Rendy. Dia adalah seorang mahasiswa dari universitas ternama di Jakarta. Mempunyai paras yang cantik dan tubuh yang ideal, mampu membuat semua lelaki tak tahan godaan melihatnya. Dia mempunyai kebiasaan buruk, yaitu menggoda Rendy dengan tubuh seksinya dan menggoda dosen agar mendapatkan nilai yang bagus.

"Masih jam 4 pagi, Kak. Sana keluar, ah!" Rendy menutupi badan serta wajahnya dengan selimut.

"Aku di suruh tante tidur sama kamu, Ren." ujar Anita.

"Kamu gak mau liat punyaku, Ren? Gede loh, kenceng lagi. Pegang nih sebentar aja. Kamu pasti suka." Anita mulai menggoda Rendy.

"Bodo, ah!" Rendy mulai kesal.

"Ini dipegang dong." Anita meraih tangan Rendy dan mengarahkannya tepat di buah dadanya. "Ah, Rendy! Nakal!"

"Apaan sih, Kak! Aduh! Seneng banget mancing nafsu aku sih!" Rendy menepis tangan Anita.

"Hahahahaha... Kamu lucu tau, Ren." Anita tertawa lepas.

****

Suara dari burung kenari menghiasi pagi ini. Sinar matahari yang terbit dari barat mampu menerangi ruangan dari balik jendela kamar Rendy. Pagi itu, Rendy sedang membersihkan tubuhnya dan bersiap berangkat menuju sekolahnya. Rendy pun masuk ke dalam kamarnya dan tak lupa mengunci pintu.

"Kalo mau masuk, ketok pintu dulu bisa?" suara perempuan yang tak asing di telinga Rendy bertanya.

"Astaghfirullah!" Rendy menutup matanya karena telah melihat Anita yang membuka handuknya di depan Rendy.

"Eh! Mau ngapain!" Anita meraih tangan Rendy yang ingin membuka pintu kamarnya.

"Mau keluar, Kak! Lagian kunci kek pintunya kalau lagi ganti baju!" Rendy kesal.

"Kamu gila ya! Aku lagi telanjang gini pintunya di buka!" Anita pun sedikit marah.

Suasana berubah menjadi sunyi. Rendy masih tak ingin membuka matanya jika ada Anita di hadapannya saat ini. Wajah Rendy mulai memerah karena mencium wangi dari tubuh Anita. Dan yang pasti pikiran Rendy menjadi buyar.

"Rendy." Anita mendorong tubuh Rendy ke atas ranjang.

"Kak. Please, jangan." Rendy memohon.

"Buka matanya, dong. Kamu gak mau liat badanku. Aku gak pakai apa-apa loh." Anita mendekatkan tubuhnya. "Hhmm... Gimana? Dada aku udah besar belum? Yakin gak mau pegang?" ujar Anita seraya menempelkan buah dadanya di atas tubuh Rendy.

"Rendy!" teriak Anita.

"Punyamu naik ya? Kamu nakal ya!" Anita mencubit pipi Rendy.

"Aduh! Ya habis kakak begitu!"

Anita memakai handuknya kembali dan membawa pakaiannya. Lalu dia membuka kunci pintu kamar Rendy untuk bersiap pindah tempat.

"Kak! Ini gimana?! Tanggung jawab aku gak mau tau!" protes Rendy."

"Hahahahaha! Siapa suruh tegang! Dah, adekku sayang!" Anita keluar kamar dan pindah ke kamar Tasya.

****

Setelah selesai berpakaian, Rendy keluar dari kamarnya dan bersiap menyantap sarapan buatan Mama. Masakan yang tidak ada tandingannya. Bahkan seorang koki profesional sekalipun tak mampu menggoda Rendy untuk makan di tempat lain. Di sana sudah ada seluruh anggota keluarganya termasuk Anita.

"Pagi, Rendy!" sapa Anita.

"Apaan sih." balas Rendy.

"Rendy! Kamu gak boleh gitu sama Anita." ujar Mama.

"Kak Anita kapan datengnya sih, Ma? Tiba-tiba ada di kamar aku!" Rendy mulai emosi.

"Tadi, jam 4 pagi." jawab Mama.

"Mama tau gak sih, tadi Kak Anita tuh..."

*DUG!*

Anita menendang kaki Rendy yang tepat berada di depannya.

"Aduh!" Rendy kesakitan.

"Duh, Rendy. Kamu hati-hati dong. Kalau emosi, jangan nendang meja. Sakit kan. Hahahahaha!" ujar Anita sambil tertawa iblis.

"Aaarrgh! Tau ah! Sebel aku!" Rendy meninggalkan meja makan dan langsung berangkat ke sekolah dengan motor kesayangannya.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang