Chapter 42

22 2 0
                                    

Hujan lebat turun di pagi hari. Rheva yang baru saja datang, melangkahkan kakinya dengan cepat. Dengan membawa sebuah payung berukuran sedang demi menghalau tetesan air dari langit. Rheva berjalan dengan sangat hati-hati untuk menghindari genangan air yang dapat membasahi sepatunya. Hingga akhirnya, Rheva tiba di lorong sekolah lalu menutup payungnya.

"Tumben." sahut seorang murid laki-laki yang tiba-tiba muncul di samping Rheva.

"Eh, lo lagi. Iya karena udah mau hujan, gue berangkat lebih pagi. Untung gue bawa payung." ujar Rheva.

Tak lama kemudian, Rheva melihat sesosok murid perempuan dengan paras manis yang baru saja keluar dari kantin sekolah. Dia berjalan dengan cepat sambil menundukkan pandangannya. Murid perempuan dengan hijab putih yang dihiasi oleh bros berwarna merah muda.

"Eh, Rian. Itu yang namanya Anna." ujar Rheva seraya menunjuk ke arah murid perempuan berhijab putih.

"Mana?" Rian melihat sekeliling.

"Itu tuh yang jilbab putih."

"Oh itu. Astaga, Va! Cantik banget! Mirip kayak Ririn." ujar Rian.

"Ririn? Ririn siapa?" tanya Rheva kebingungan.

"Ririn Dwi Arianti. Artis terkenal gitu masa lo gak tau." jawab Rian.

"Mana gue tau! Gue gak pernah update soal gitu-gituan."

Anna terus melangkah tanpa melihat kiri dan kanannya. Dia terus menundukkan pandangan. Dia juga tak sadar sudah melewati Rheva dan Rian yang dari tadi memerhatikan Anna. Ada pemandangan yang tak biasa yang dilihat oleh Rian saat itu.

"Eh, lo liat gak tadi?" tanya Rian kepada Rheva.

"Apaan?"

"Kayak lagi nangis deh si Anna." ujar Rian.

"Sok tau lo! Bukannya ajak kenalan malah didiemin." ujar Rheva seraya mendorong kepala Rian dengan pelan.

"Ya elah! Gue liat tadi. Kayak nahan air mata gitu."

"Pret dut! Udah ah ayo masuk." Rheva mengajak Rian masuk ke dalam kelas.

****

Bel istirahat pertama telah berbunyi. Pada saat istirahat pertama ini, biasanya para murid menghabiskan waktu untuk sekedar bercanda atau mengobrol dengan teman-temannya karena hanya lima belas menit saja waktu yang diberikan. Ada yang bergosip, membicarakan lawan jenis, bahkan ada sekumpulan murid laki-laki yang berkumpul di pojok kelas untuk menonton sebuah video dewasa.

Kali ini, Rian tidak ikut dengan teman-temannya. Dia melamun saja di dalam kelas. Duduk di pojok kelas sendirian sambil memandangi langit yang sedang meneteskan gerimis kecil sisa hujan lebat tadi pagi. Sesekali dia tersenyum sendiri seperti orang yang kehabisan akal sehat. Rheva yang melihat langsung menegur Rian yang sedang tenggelam dalam lamunan.

"Woi! Ngelamun jorok lo ya!" ujar Rheva sambil menggebrak meja.

"Anjrit! Ah, elah! Buyar deh khayalan gue." Rian protes.

"Ngebayangin apaan lo?" tanya Rheva.

"Anna. Mukanya kayak pernah gue liat, Va. Di mana ya?"

"Dih, lo yang liat tapi nanya ke gue. Situ waras? Pas MOS kali. Lo kan panitia juga. Kali lo liat dia pas MOS."

"Oh iya, dia yang HPnya dibanting sama Mario bukan?"

"Nah, iya kali."

"Kali ini gue bantu lo bukan karena gue mau bantu ya. Kalau udah liat orangnya, gue ngelakuin ini dari hati. Kayaknya udah jatuh cinta gue sama Anna." ujar Rian.

"Pret! Kenalan buruan kalau mau jadian. Jangan ribut sama tawuran mulu kerjaan lo." ucap Rheva seraya bangkit dari duduknya.

"Oke, gue beraniin kenalan. Walaupun deg-degan sih. Hehehehe!"

****

"Akhirnya bel juga." ujar Rian seraya meregangkan tubuhnya.

"Nongkrong gak lo?" tanya teman sebangkunya.

"Duluan aja. Ntar gue nyusul." jawab Rian dengan santai.

"Sip, duluan ya."

Bel tanda waktu jam belajar dan mengajar sudah berakhir. Ini adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua murid yang sudah jenuh memasukkan ilmu pengetahuan dari guru mereka. Rian membereskan barang-barangnya dengan cepat.

"Eh, Va!" Rian memanggil Rheva yang sudah beranjak dari bangkunya.

"Iya, ada apa?"

"Kelasnya Anna yang mana?"

"X-4 deh kalau gak salah."

"Gue mulainya gimana ya?"

"Mulai apaan sih, Rian?"

"Kenalannya, Rheva."

"Ya udah tinggal samperin, tanya di mana rumahnya, anterin pulang sekalian jalan. Beres. Udah ah, gue mau balik. Daaah, Rian." Rheva melambaikan tangannya ke arah Rian.

"Oh gitu ya. Oke deh, gue coba dulu, Va."

Rian berlari kecil menuju kelas di mana Anna dan Rendy berada. Tetapi, sayangnya Rian kalah cepat dengan Anna. Anna sudah keluar terlebih dahulu dari kelasnya. Rian yang melihatnya langsung memperlambat langkahnya.

"Yah! Telat gue." Rian menggerutu dalam hati.

Tapi, Rian terus memerhatikan ke mana Anna melangkah. Karena, arah langkah dari Anna berbeda dengan murid yang lain. Semua murid rata-rata melangkah keluar menuju gerbang sekolah. Tetapi, Anna justru berbelok ke arah lorong belakang sekolah. Rian terus mengikuti Anna.

Sampailah Anna di masjid yang terletak di belakang sekolah. Di sana, Anna duduk sendiri dan melepas sepatunya lalu masuk ke area masjid. Rian yang melihatnya semakin tersanjung dan jatuh hati. Rian menilai bahwa sosok Anna adalah perempuan yang sempurna untuk dirinya. Sudah cantik, ibadahnya pun rajin. Tak mau ketinggalan kesempatan, Rian juga ikut melepas sepatunya dan menaruhnya persis di samping sepatu milik Anna.

Beberapa menit kemudian, terlihat seorang penjaga masjid menyalakan pengeras suara lalu mengumandangkan adzan. Karena, waktu ibadah ashar sudah masuk. Setelah melaksanakan ibadah, Rian berjalan keluar dan melihat Anna sedang duduk sendiri memakai sepatunya. Dengan menghela napas panjang, Rian memberanikan diri menghampiri Anna.

"Hai, Anna!" Rian duduk di samping Anna.

"Eh, Kak Rian. Belum pulang, Kak?" tanya Anna.

"Belum. Baru selesai sholat juga. Oh iya, kamu pulang ke daerah mana?"

"Menteng, Kak."

"Jauh ya."

"Kakak kan pernah tanya aku waktu MOS." ujar Anna.

"Hahahahaha! Oh, iya. Waktu itu kamu belum berhijab ya, Na. Kamu cantik kalau berhijab gini."

"Makasih, Kak." lanjut Anna.

"Aku anterin pulang, yuk! Sekalian kita makan dulu. Aku tau tempat makan yang enak. Kamu pasti lapar kan."

"Boleh, Kak. Yuk!" Anna menerima tawaran dari Rian.

Mereka berdua beranjak dari tempat duduknya. Berjalan bersama melewati lorong sekolah. Tanpa mereka berdua sadari, ternyata ada Rendy yang dari tadi memerhatikan mereka dari dalam lorong. Anna dan Rendy hanya saling bertatapan tanpa menyapa satu sama lain. Rendy hanya bisa melihat mereka berjalan bersama dari kejauhan, hingga akhirnya hilang dari pandangan.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang