Chapter 39

20 2 0
                                    

Pukul setengah lima pagi, Rendy sudah bersiap untuk berangkat. Dia sudah rapih dengan seragam putih abu-abunya. Karena pagi itu, Rendy harus menjemput Anna terlebih dahulu di rumahnya. Rendy tampak bersemangat. Dengan senyum yang lebar, dia memanaskan motornya lalu melaju ke alamat yang Anna kirimkan semalam.

Langit yang menjulang tinggi sedang mendung. Gemuruh dari kilat-kilat yang menyambar sampai terdengar dari langit sana. Rendy memacu motornya dengan cepat. Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke rumah Anna. Karena kondisi jalan yang masih sepi. Hanya memerlukan sekitar dua puluh menit saja.

"Hai, Rendy." sapa Anna yang sudah menunggunya di teras depan rumahnya.

"Eh, Anna. Udah rapih aja." ujar Rendy seraya melepas helm produsen asal dari Italia.

"Langsung berangkat aja ya. Udah mau hujan." ujar Anna.

"Oh, ya udah. Ini helmnya." Rendy memberikan helm untuk Anna.

"Nanti kita sarapan dulu aja di kantin. Gue udah masakin buat lo."

"Wah! Serius, Na? Ayo deh buruan. Pasti enak."

Rendy dan Anna bersiap berangkat menuju sekolah. Tak lupa mereka juga berpamitan kepada orang tua Anna. Kali ini, Rendy melaju perlahan. Bukan karena ingin berlama-lama berdua dengan Anna, tetapi Rendy tidak ingin Anna celaka.

"Ren, motor lo kok tinggi banget ya?" tanya Anna.

"Ya emang modelnya begini." jawab Rendy sambil mengendarai CBR miliknya.

"Pelan-pelan aja. Gue takut!" sahut Anna.

"Ini udah pelan, Tuan Putri. Pegangan gue aja kalau takut, Na."

Anna melingkarkan tangannya di pinggang Rendy. Semakin lama, semakin erat pelukannya. Anna merasa takut, namun rasa takut itu berubah menjadi nyaman ketika memberikan pelukan terhadap Rendy.

Dua puluh menit berlalu, sampailah mereka di sekolah. Sekolah masih sangat sepi karena masih terlalu pagi mereka sampai. Jika naik kendaraan umum, Anna tidak mungkin bisa cepat sampai di sekolah karena terkadang suka menunggu penumpang di persimpangan jalan dengan durasi yang lama.

"Yuk, kantin! Cepetan!" Rendy langsung menarik tangan Anna.

"Eh! Pelan-pelan, Rendy!"

Rendy memegang tangan Anna dengan erat. Anna hanya bisa menatap dari belakang karena Rendy menariknya. Jantung milik Anna berdetak dengan kencang. Perasaan yang baru kali pertama dia rasakan. Anna juga tidak paham perasaan apa yang sedang dia rasakan.

"Jadi, kamu masak apa buat aku, Tuan Putri Anna?" tanya Rendy seraya menatap Anna.

"..."

"Na. Kok diem?" Rendy melambaikan tangannya di depan wajah Anna.

"Eh! Iya. Ini aku buatin nasi goreng buat kamu."

"..."

"Maksudnya gue buatin..."

"Gak apa-apa kok, Na. Pakai 'aku-kamu' aja. Aku lebih seneng kok." ujar Rendy dan tersenyum kepada Anna.

Rendy membuka kotak makanan berwarna merah muda milik Anna. Harum dari masakan buatan Anna menusuk hingga hidung milik Rendy. Dari harumnya saja, Rendy bisa menilai bahwa masakan Anna pasti enak seperti buatan mamanya.

"Wangi banget, Na! Enak lagi!" Rendy memakannya dengan lahap.

"..." Anna hanya tersenyum melihat Rendy.

"Kamu gak makan?" tanya Rendy.

"..." Anna hanya menggelengkan kepalanya. "Aku... Udah sarapan tadi." Anna terlihat masih malu-malu.

Setelah selesai menyantap masakan Anna, Rendy menutup kotak makanan tersebut dan mengembalikannya pada Anna. Tak lupa Rendy mengucapkan terima kasih kepada Anna karena sudah membuat masakan seenak masakan mamanya.

"Rendy."

"Iya, Na."

"..."

"Kenapa, Anna?"

"Aku..." Anna terhenti.

"..."

"Aku gak bisa deket lagi sama kamu, Rendy."

*DEG!*

Ucapan yang diutarakan oleh Anna membuat Rendy terkejut dan sesak nafas secara tiba-tiba. Rendy bingung ada apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba saja Anna memutuskan untuk tidak dekat lagi dengan Rendy.

"Kenapa, Na? Aku salah apa?" tanya Rendy kebingungan.

"..." Anna menggelengkan kepalanya.

"Karena kamu gak mau aku kena sial? Please, Na! Aku akan cari sesuatu yang bisa mematahkan kutukan itu kalau kamu mau." ujar Rendy.

"..." Anna hanya menggelengkan kepalanya.

"Anna, tolong kamu jujur sama aku! Ada apa?" Rendy kembali bertanya.

"Rendy, aku gak bisa kasih tau alasannya. Jaga diri baik-baik ya." Anna menggenggam tangan Rendy. "Burung kertas yang terakhir kali aku kasih, masih kamu simpan, kan? Kamu boleh membukanya sekarang, Ren." Anna bangkit dari duduknya, lalu meninggalkan Rendy sendiri.

"Anna, tunggu!" Rendy menahan tangan Anna yang ingin pergi meninggalkan Rendy sendiri.

Namun, Anna justru melepas genggaman tangan Rendy dan memilih meninggalkan Rendy sendiri. Tak lama kemudian, hujan turun dengan deras. Petir yang tadi hanya bergemuruh, kini seakan-akan mengamuk di atas langit. Sama seperti suasana hati Rendy yang mendung disertai petir yang menyambar.

Rendy membuka tas miliknya dan mengeluarkan semua burung kertas berwarna merah muda di atas meja. Ada beberapa burung kertas, dan Rendy mengambil burung kertas yang terakhir kali Anna berikan lalu membukanya. Ada sebuah kalimat dari Anna yang membuat Rendy semakin bergejolak. Menatap burung kertas tersebut dan meneteskan air mata.

I Love You, Rendy!

Regards,

Anna.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang