Chapter 15

39 4 0
                                    

Setelah selesai melaksanakan ibadah, Rendy kembali memakai sepatunya. Rendy duduk di bangku pelataran masjid ditemani oleh Anna yang baru saja selesai memakai sepatunya. "Lama amat pakai sepatu aja." Anna mulai protes.

"Ini udah selesai kok. Rumah lo jauh gak, Na?" tanya Rendy.

"Nanti gue kasih tau, Ren. Yuk!" Anna meraih tangan Rendy dan menariknya.

Mereka berdua berjalan menyusuri lorong sekolah. Kondisi sekolah sudah sepi. Murid-murid sudah membubarkan diri pulang ke rumah mereka masing-masing. Lapangan sekolah juga terlihat kosong. Hanya ada Rendy dan Anna yang sedang berjalan ke tempat dimana Rendy memarkirkan CBR kesayangannya.

Ternyata, ada segerombolan murid laki-laki menduduki motor Rendy di pelataran parkir. Kurang lebih ada dua belas orang termasuk Mario di sana. Mereka langsung bergerak ingin mengepung Rendy.

"Na, mending lo mundur dulu deh." Rendy menahan tubuh Anna dengan punggung lengannya.

"Kenapa? Mereka siapa? Lo mau ngapain, Ren?" tanya Anna kebingungan.

Rendy mendorong Anna untuk masuk ke dalam wilayah sekolah. Segerombolan murid laki-laki itu mulai bergerak mendekati Rendy. Tetapi, Rendy sangat berani. Justru dia bergerak maju untuk menghadapi mereka semua. Bukan Rendy namanya kalau mundur. Walaupun Rendy tahu kalau dia kalah jumlah.

"Lo mau kemana, Ren?" tanya Mario sambil tersenyum sinis.

"Mau apa lagi sih lo, Mar?" Rendy bertanya dengan nada yang tinggi.

"Lo udah bikin gue malu! Depan Rheva! Depan orang tua gue!" ujar Mario sambil mendorong tubuh Rendy.

"Mau lo apa sekarang, hah?" ucap Rendy menantang.

"Jauhin Rheva!" Mario berkata dengan lantang.

"Apa hak lo nyuruh gue jauhin Rheva! Apa mau lo!" Rendy membalas mendorong tubuh Mario.

Anna bersembunyi di balik pagar sekolah sambil mengintip ada yang sedang Rendy lakukan dengan gerombolan para senior itu. Raut wajah Anna berubah menjadi bingung dan khawatir. Karena, selama ini dia tidak pernah melihat Rendy semarah itu.

"Kalau lo gak jauhin Rheva..."

"Apa!" Rendy mendorong Mario.

Mario hanya tersenyum sinis dan berbisik di telinga Rendy. "Adik lo cantik ya, Ren."

Emosi Rendy seketika meledak bagai gunung berapi yang bersiap untuk erupsi. Kepalan tangannya mengeras dan nafasnya tak beraturan. Pukulan keras Rendy tepat mengenai pelipis kiri Mario. Tidak hanya itu, Mario tidak diberi kesempatan untuk menghindar. Rendy langsung menghajar Mario dengan upper cut yang sangat kuat dan membuat Mario jatuh tersungkur.

Saat itu juga, segerombolan para senior itu langsung mengeroyok Rendy tanpa ampun. Anna yang sedang mengintip menjadi panik. "RENDY!" Anna berlari menghampiri Rendy yang sedang tidak berdaya dipukuli banyak orang. "Stop! Udah, Kak!" Anna mencoba menghentikan kakak kelas yang sedang menghajar Rendy.

Salah satu di antara mereka mengambil sebuah balok kayu dengan tebal kurang lebih sepuluh sentimeter. Tanpa pikir panjang, balok kayu itu dihantam mengenai kepala Rendy dengan keras hingga kepala Rendy mengeluarkan darah. "Udah! Udah! Stop! Please, udah jangan!" Anna berusaha meraih Rendy yang berada di tengah kerumunan dan memeluknya hingga Anna pun sempat beberapa kali terkena pukulan karena melindungi Rendy yang sudah terjatuh pingsan. Saat itu juga, mereka yang melukai Rendy kabur dan hilang dengan cepat.

"Ya Allah, Rendy! Tolong! Siapa aja tolong!" Anna memegang kepala Rendy dan mendapati darah yang ada di kepalanya tidak berhenti keluar. Anna menjadi semakin panik dan berteriak lebih keras lagi. Hingga akhirnya ada keamanan sekolah yang melihat dan membantunya. Baju seragam serta hijab yang dikenakan Anna sudah penuh dengan darah.

****

"Aduh!" Rendy terbangun seraya memegang kepalanya yang penuh perban. "Gue dimana nih?" Rendy melihat kiri kanan ruangan yang serba putih dengan pandangan yang sedikit rabun dan berbayang. Di samping Rendy, ada seorang perempuan berhijab putih dengan noda darah sedang menangis. Karena melihat Rendy bangun, perempuan itu menghapus air matanya.

"Anna? Kenapa nangis? Gue dimana?" tanya Rendy.

Anna menggeleng pelan. "Gue gak apa-apa. Lo di rumah sakit, Ren."

"Gue kenapa?"

"Lo dikeroyok sama mantannya Kak Rheva dan teman-temannya. Lo gak inget? Tiduran dulu aja, Rendy." Anna membantu Rendy merubah posisinya.

"Baju lo kenapa?" tanya Rendy seraya melihat noda merah pekat yang ada di baju seragam milik Anna.

"Ini kena darah lo."

"Ah, sial." Rendy menghela nafas panjang. "Maafin gue, Na. Jadi malah ngerepotin lo."

"Gak apa-apa, Ren."

Rendy masih menatap langit-langit ruangan. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Baru kali ini dia berkelahi hingga masuk rumah sakit. Bahkan, ini kali pertama dia diselamatkan oleh seorang perempuan. Suasana berubah menjadi sunyi dan damai. Biasanya, Rendy dan Anna selalu bertengkar jika sedang bersama-sama.

"Yang bawa gue kesini siapa, Na?" tanya Rendy.

"Gue sama Bu Tati."

"Lo udah makan belum?"

Anna menggelengkan kepalanya. "Gue gak mau makan." ujar Anna dengan suara lihir dan bergetar seraya air matanya masih menetes membasahi wajah manisnya.

"Anna."

"Iya."

"Makan dulu, gih. Gue gak apa-apa."

"Setelah orang tua lo dateng, gue keluar cari makan." ujar Anna.

"Siapa yang hubungin orang tua gue? Bu Tati?" tanya Rendy.

Anna mengangguk pelan. "Maaf, baru kali ini gue nangis di depan cowok. Sumpah, gue takut dan panik."

Rendy menghela napas panjang. "Kenapa ya, Na? Kalau gue lagi deket-deket sama lo, gue selalu sial."

Anna beranjak dari duduknya dan berdiri di samping Rendy. Raut wajahnya seketika berubah dan napasnya tak beraturan seperti banteng yang siap menyeruduk lawan. "Lo bilang apa, Rendy!" Anna berkata dengan lantang. "Setelah gue nolongin lo dan bawa lo kesini, lo masih bilang gue bawa sial, Ren? Di mana hati lo, Rendy? Di mana! Kalau gak ada gue, mungkin lo udah mati, Ren!"

"GUE BENCI SAMA LO, RENDY! SAMPAI KAPANPUN, GUE BENCI LO...!!!" Anna berjalan cepat menuju pintu keluar dan membantingnya hingga dinding bergetar.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang