Chapter 7

47 8 0
                                    

"Ma, aku berangkat ya." Tasya mencium tangan Mamanya yang sedang berdiri di teras rumah.

"Rendy, bawa motornya hati-hati ya. Jangan ngebut." ujar Mama.

"Iya, Ma. Ayo cepetan, Dek."

Rendy berangkat dari rumahnya menuju kawasan yang ada di daerah timur kota Jakarta untuk mencari perlengkapan yang dibutuhkan ketika sekolah nanti bersama adiknya. Kurang lebih memakan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai di sana.

"Kak." Tasya menarik tangan Rendy.

"Iya."

"Kok kakak baik sih sama aku?" Tasya bertanya pada Rendy.

"Ya kan kamu itu adekku."

"Oh gitu ya. Kalau gitu beliin cilok bumbu kacang. Tuh di depan sana." Tasya menunjuk ke arah penjual cilok yang ada di pinggiran jalan raya.

"Nggak!" jawab Rendy dengan tegas,

"Ah, Kakak! Katanya baik." Tasya memasang muka memelas.

"Kata Mama, kamu gak boleh jajan sembarangan."

Tasya memanyunkan bibirnya. Rendy yang melihat adiknya seperti itu menjadi merasa iba dan memutuskan untuk berjalan ke depan untuk membelikan apa yang dia mau.

"Asyik! Kakakku terbaik!" kata Tasya kegirangan.

"Apaan? Ini punya aku. Enak aja!" Rendy mengambil satu tusuk dan memakannya sendirian.

"Ah, Kakak! Bagi!" Tasya merengek.

"Nggak! Ini enak." Rendy melanjutkan suapan kedua dan seterusnya.

"KAKAAKKK...!!!"

"Iya iya nih." Rendy memberikan makanan itu kepada Tasya.

"Yeeyyy!" Tasya tersenyum lebar. "Eh, kok ciloknya gak ada? Ih, bumbunya doang! KAKAAKK..!!!"

****

Matahari merangkak naik ke atas langit. Awan putih yang sebelumnya menghalangi sinar matahari, kini mulai bergerak menjauhi sang surya. Suhu udara yang panas membuat Rendy dan Tasya lelah. Untungnya, mereka sudah membeli semua persiapan untuk sekolah mereka. Dari mulai peralatan MOS untuk Rendy, alat tulis, serta buku tulis baru untuk Tasya.

"Udah semua kan? Pulang yuk." ajak Rendy.

"Hhmm..."

"Adek kenapa? Sakit gigi?" tanya Rendy

"Mau itu." Tasya menunjuk ke arah penjual makanan yang tadi ia inginkan.

"Kata Mama kan gak boleh, dek!"

"Please, Kak! Mumpung gak ada Mama." Tasya merengek meminta Rendy membelikannya.

"Ya udah, tapi jangan bilang Mama ya."

"Yeeyy!"

Akhirnya, Rendy pun menyerah dan membelikan Tasya makanan yang ia minta. Tasya terlihat begitu senang. Setelah itu, mereka pulang ke rumah untuk menyantap makan siang bersama keluarga. Rendy jarang sekali mengeluarkan uang untuk sekedar membeli jajanan. Karena, makanan yang ada di rumah selalu lebih enak dan lebih sehat menurutnya. Setengah jam perjalanan, Rendy dan Tasya sampailah di rumah.

Setelah makan siang bersama, Tasya membantu Rendy untuk menyiapkan peralatan yang akan dipakai dan dibawa oleh Rendy pada saat masa orientasi nanti. Banyak sekali yang harus dibawa dan peraturan yang harus dipatuhi, salah satunya dilarang membawa telepon genggam ke sekolah.

"Tumben mau bantuin aku." ujar Rendy sambil menyiapkan tas kresek yang akan digunakannya besok dengan lilitan sumbu kompor.

"Ini karena kakak baik sama aku tadi." Tasya memotong dan membentuk kertas karton menjadi kerucut.

"Aku kan emang selalu baik. Kamu aja yang gak tau diri."

"Dih, apaan. Kakak selalu ngeledekin aku. Bikin aku kesel."

"Kamu juga ngeselin. Muji-muji orang kalo ada mau nya." ujar Rendy sambil menempel kertas nametag.

Tiba-tiba, Mama menampakkan diri di depan pintu kamar Rendy yang terbuka lebar. "Nah, gitu akur. Kan mama seneng lihatnya."

"Jangan ada yang ketinggalan atau lupa ya, Ren." ucap Mama.

"Iya, Ma."

"Biar aja, Ma. Biar Kak Rendy dikerjain. Hahahahaha!" Tasya tertawa pelan.

"Eh terbalik ya, Ma. Yang ada Kak Rendy yang hajar kakak kelasnya."

"Itu yang Mama takutin, Ren. Pokoknya jangan buat masalah disana ya." ujar Mama.

"Iya, Mama."

Mama pun pergi meninggalkan Rendy dan Tasya yang sedang asyik mempersiapkan peralatan MOS untuk Rendy. Setelah semua selesai, mereka melanjutkan aktifitas mereka masing-masing.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang