Chapter 12

42 6 0
                                    

"Rumah lo di mananya, Fara?" tanya Rendy yang sedang melajukan motornya.

"Pertigaan di depan belok ke kiri. Rumah gue yang pager biru." jawab Fara sambil menunjukkan arah ke rumahnya.

Rendy melajukan motornya hingga ke depan rumah Fara. Rumahnya sangat sederhana dengan pagar berwarna biru terang serta tanaman gantung yang ada di beranda.

"Oh, ini rumah lo." Rendy melihat sekeliling rumah Fara.

"Mau mampir dulu, Ren?" tanya Fara.

"Gak usah. Lain kali aja ya. Gue pasti main ke rumah lo." Rendy menyalakan CBR miliknya. "Gue balik dulu ya."

"Iya, makasih ya, Rendy. Hati-hati di jalan." Fara melambaikan tangannya ke arah Rendy.

Rendy melanjutkan perjalanan menuju rumahnya. Dia tidak bisa menyembunyikan senyuman di balik helm yang ia gunakan saat ini. Bagaimana tidak, nomor handphone sudah ada dan rumah Fara pun tak jauh dari rumah Rendy. Tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah Rendy. Saat itu juga Rendy masuk ke dalam kamarnya, membuka telepon genggamnya, lalu memberikan kabar kepada Fara.

"Fara, gue udah di rumah nih. Makasih ya udah mau dianterin sama gue." sent to Fara.

"Ini siapa dah?" received from Fara.

"Ini gue Rendy." sent.

"Ngapain lo SMS gue? Lo tau nomor gue darimana? Gue Anna!" recevied.

Rendy pun kaget se akan tidak percaya. Dia bertanya dalam hati, apakah Fara hanya bergurau atau ini memang benar-benar Anna. Tanpa pikir panjang, Rendy langsung menekan tombol call yang ada di handphone miliknya.

"Ngapain sih nelpon gue! Gak percayaan amat dibilangin!"

Rendy langsung menjauhkan telepon genggam miliknya dari telinganya dengan cepat karena suara teriakan yang begitu keras keluar dari speaker handphone-nya.

Dari nada bicaranya, Rendy langsung percaya bahwa memang ini adalah Devianna Azzahra, perempuan yang paling menyebalkan dalam hidupnya.

"Biasa aja dong, mak lampir!" Rendy membalas dengan nada tinggi.

"Lo ngapain SMS gue pake bilang gue Fara? Suka lo sama gue?"

"Najis! Gue juga gak tau kalau ini nomor lo! Fara yang save."

"Bohong!"

"Eh, mak lampir! Lo kan tadi liat sendiri Fara ngetik di HP gue!"

Anna terdiam selama beberapa detik. "Iya sih. Maksudnya dia apaan masukin nomor gue?"

"Mana gue tau! Bodo ah!"

Rendy langsung mematikan telepon dengan sepihak lalu membantingnya ke atas ranjang. Dia pun langsung membantingkan tubuhnya ke atas tempat tidurnya dan menutupi wajahnya dengan bantal.

****

"RENDY!!! Ayo makan dulu!!" Mama berteriak memanggil Rendy dari lantai bawah rumahnya.

"Iya, Ma!" sahut Rendy dari dalam kamar.

Rendy turun menuju meja makan. Di sana sudah ada keluarganya yang menunggu untuk menyantap makan malam bersama. Masakan mamanya Rendy sungguh enak. Itulah mengapa seluruh anggota keluarganya lebih senang makan di rumah.

"Gimana kamu sekolah disana, Ren?" tanya mama.

"Gak gimana-gimana, Ma. Biasa aja." jawab Rendy.

"Pokoknya, jangan ikut-ikutan mereka yang tukang ribut itu."

"Mama tenang aja. Kalau mereka gak berbuat duluan, aku juga gak bakalan ngapa-ngapain."

"Mama ini kayaknya gak percaya sama Rendy." papa memotong pembicaraan. "Sudah-sudah. Lanjutin makannya. Oh iya, Ren. Motormu jatuh?" tanya Papa.

"Iya, Pa. Diparkiran. Handle rem jadi bengkok. Body agak lecet sedikit sih." jawab Rendy.

"Pantesan papa liat ada yang aneh. Tapi bukan jatuh pas jalan?"

"Nggak kok, Pa. Aku gak pernah ngebut kan."

"Iya, Kak Rendy bawa motornya kayak keong. Lelet!" sahut Tasya.

Rendy dan keluarganya melanjutkan makan malam bersama dengan penuh tawa. Sesekali juga Rendy meledek adiknya yang baru berusia empat belas tahun. Setelah selesai makan malam, Rendy kembali ke kamarnya. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, Rendy sudah bersiap untuk tidur.

"Kak." Tasya membuka pintu kamar Rendy.

"Kenapa, dek?" tanya Rendy yang sedang membaca novel di atas tempat tidurnya.

"Aku tidur disini boleh?"

"Kenapa? Ya udah sini masuk." Rendy menutup novelnya dan menaruhnya di atas meja belajarnya.

Tasya naik keatas ranjang dan tidur di samping Rendy. "Gak bisa tidur, Kak."

"Biasanya kamu paling cepet tidurnya."

"Iya, kali ini aku beneran gak bisa tidur. Ngantuk sih, tapi susah pulesnya." ujar Tasya.

"Ya udah tidur gih."

"Hehehehe." Tasya langsung memeluk Rendy. "Kelonin." Tasya meminta dengan manja.

"Dih, enak aja!"

"Ah, kakak! Sini tangannya. Elus-elus kepala aku." Tasya meraih tangan Rendy dan menaruhnya di atas kepalanya.

"Dasar manja. Ya udah tidur."

"Hehehehe. Goodnight, Kak."

Rendy kembali meraih novelnya dan melanjutkan membaca sambil mengusap kepala Tasya. Lama-kelamaan, Rendy pun juga terasa mengantuk. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tasya juga sudah terlelap di samping Rendy.

****

"Kak Kak." Tasya menekan hidung Rendy dengan pelan. "Kakak."

"Aduh, apaan sih, dek?" Rendy terbangun.

"Mau pipis."

"Ya udah sana."

"Takut"

"Masa iya aku temenin di dalam."

"Kakak jangan tidur dulu. Tungguin aku selesai pipis."

"Iya iya."

Tasya beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi yang ada didalam kamar Rendy. Rendy memaksakan diri untuk duduk di atas ranjangnya dengan mata yang sangat berat. Pukul dua pagi, Tasya membangunkan Rendy hanya untuk meminta ditemani.

"AAAAAHHHH!!!!" Tasya berteriak dari dalam kamar mandi.

"Adek!" Rendy pun kaget lalu berdiri menghampiri adiknya.

Tasya membuka pintu kamar mandi dan membantingnya dengan keras. Dia berlari kearah Rendy lalu memeluk Rendy. "Ada kecoa terbang, Kak!"

"Tasya!" Mama membuka pintu kamar Rendy dan masuk ke dalam.

"Ada apa sih?" tanya Mama kepada Tasya yang belum juga melepaskan pelukan ketakutannya.

"Kecoa terbang!" jawab Tasya dengan lirih karena sedang menangis.

"Cuma gara-gara kecoa terbang doang, kamu bikin heboh se isi rumah, dek!" Rendy sedikit kesal dengan adiknya.

"Ya udah sana tidur lagi. Mama kira ada apa kamu." Mama keluar kamar Rendy.

Rendy dan Tasya kembali melanjutkan istirahatnya.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang