Chapter 56

28 3 0
                                    

Pukul lima pagi, sudah terdengar suara mesin sepeda motor berukuran besar dengan kapasitas cylinder dua ratus lima puluh. Suara yang dikeluarkan oleh pipa pembuangan racing yang teraplikasi di mesin tersebut memberikan suara yang khas. Sepeda motor itu terparkir persis di depan rumah Anna. Siapa lagi kalau bukan Rian yang memilikinya. Anak dari pasangan pengusaha kaya raya. Bahkan bisa dibilang, lebih kaya dari Winarto Nugroho, papanya Rendy.

"Aduh, dia datang lagi." gumam Anna yang melihat Rian datang dari balik jendela.

"Kenapa, nak?" tanya ibunda Anna.

"Ada Kak Rian, Bu." jawab Anna.

"Ya udah kamu siap-siap berangkat gih. Udah dijemput kan."

"Iya, Bu."

Tak membutuhkan waktu lama untuk Rian menunggu Anna yang sedang bersiap-siap. Anna keluar dari rumahnya ditemani oleh ibunya. Anna terlihat masih takut untuk menemui Rian yang semalam membuatnya menangis hingga tak bisa istirahat dengan tenang.

"Pagi, Bu." ucap Rian sambil mencium tangan ibunda Anna.

"Pagi, nak Rian. Kalian hati-hati di jalan ya. Jangan ngebut."

"Tenang aja, Bu. Anna aman sama saya. Pamit ya, Bu."

Terdengar nyanyian dari seekor unggas yang dipelihara oleh para tetangga Anna dengan kedua sayap yang melekat pada tubuhnya namun tak kuasa untuk terbang. Pertanda bahwa matahari akan segera terbit. Anna dan Rian terbiasa berangkat pada waktu di mana para muslimin baru saja pulang dari masjid. Saat itu, Rian melajukan motornya dengan pelan dan santai.

"Anna, kamu kenapa sih gak pernah peluk aku kalau lagi naik motor?" tanya Rian.

"Nggak apa-apa, Kak. Gak nyaman aja." ujar Anna.

"Ya udah sekarang coba peluk aku dong. Masa gak nyaman." ucap Rian sedikit memaksa.

"..."

"Kamu kemarin bilang mau diapain aja kan. Atau kamu mau Rendy gak bisa lihat kamu lagi?" Rian sedikit mengancam.

"..." Anna tak menjawab dan secara terpaksa memeluk Rian dari belakang.

"Nah, gitu dong sayang." ujar Rian kegirangan.

Mentari pagi perlahan merangkak naik menampakan diri bertepatan dengan angin yang berhembus pelan menggoyangkan dahan dan ranting. Motor yang sedang ditunggangi oleh Rian dan Anna tiba di sebuah perempatan tak jauh dari sekolah mereka. Namun, pada saat lampunya berubah menjadi hijau, Rian membelokkan lajunya.

"Kak, kok belok? Sekolah kita kan masih lurus." ujar Anna.

"Siapa yang mau bawa kamu ke sekolah, Na?"

"Terus kita kamu ke mana?" Anna mulai panik.

"Udah diem aja! Kamu yang mau kan aku ngapain aja! Gak usah banyak tanya!" bentak Rian.

"..." Anna semakin takut dan terdiam.

"Siapa yang suruh lepas pelukannya!"

"Iya... Maaf, Kak." Anna kembali mengencangkan pelukannya dengan terpaksa.

Lima belas menit berlalu, sampailah Anna dan Rian di suatu rumah yang lumayan besar dalam kompleks perumahan kawasan elit ibu kota. Rian memarkirkan motornya di garasi rumahnya yang cukup luas dan muat hingga tiga mobil.

"Ini rumah siapa, Kak?" tanya Anna kebingungan.

"Ini rumahku."

"Kok sepi?"

"Orang tuaku udah berangkat kerja dan pulang tengah malam. Ayo masuk."

"Terus kita cuma berdua di dalam? Gak mau!" Anna mulai melawan.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang