Chapter 52

22 3 0
                                    

"Va, aku lagi di taman tempat biasa kita ngobrol." sent to Rheva Rahmadhani.

"Loh, ngapain? Kan belum jam pulang sekolah. Gimana kamu masuknya?" received.

"Aku biasa manjat pagar belakang sekolah. Hehehehe..." sent.

"Ya udah kamu tunggu di sana aja. Aku masih jam belajar. Aku ke sana kalau udah bel pulang." received.

"Oke, semangat belajarnya." sent.

****

Rendy masih terlihat bersandar di sebuah susunan kayu berkaki empat di atas sebidang tanah dengan berisikan bunga-bunga dan pohon yang terletak di samping masjid sekolahnya. Menunggu seseorang yang sedang menuntut ilmu di kelasnya. Rendy merasa lebih lega karena sudah mengungkapkan isi hatinya pada Anna. Berharap hubungannya dengan Anna akan baik-baik saja setelah ini.

Sebuah pengumuman telah berkumandang melalui pengeras suara milik sekolah. Telah diumumkan bahwa jam istirahat makan siang ini, seluruh murid dipersilahkan pulang ke rumah masing-masing. Suasana sekolah mendadak ramai dengan sorak sorai kegembiraan seluruh murid yang hadir. Dan akhirnya, bel pulang sekolah berbunyi. Rheva segera turun menemui Rendy.

"Hai, Rendy!" sapa Rheva dengan senyumannya yang bisa meluluh lantakkan Rendy.

"Aduh, Va. Senyummu itu loh. Menggoda iman banget." canda Rendy.

"Hehehehehe... Kamu bisa aja." ujar Rheva seraya ikut duduk di samping Rendy.

Murid-murid berlalu lalang melewati mereka berdua. Banyak murid yang keluar dari sekolah melalui gerbang belakang sekolah yang letaknya tak jauh dari masjid. Rheva dan Rendy seketika berubah menjadi mode senyap beberapa saat.

"Oh iya, Ren. Katanya kamu udah ada jawban." ujar Rheva.

"Oh, itu. Rheva..."

"Iya."

"Aku udah pikirin ini dari kemarin. Mudah-mudahan ini yang terbaik. Aku mau jelasin semua sama kamu." ujar Rendy dengan bibir bergetar.

"..."

"Rheva, lebih baik kita sahabatan aja ya." ujar Rendy.

Hati milik Rheva bagai tertancap pedang paling tajam di dunia. Sampai-sampai napasnya terengah-engah seperti orang yang sudah berlari ratusan meter. Rheva langsung memalingkan pandangannya ke arah lain. Harapan yang ia banggakan kini pupus rusak bagai kaca yang terjatuh ke dasar tanah yang keras. Rheva tak percaya bahwa Rendy menolak permintaannya.

"Va, aku bisa jelasin." Rendy memegang tangan Rheva namun Rheva menepisnya.

"..."

"Aku takut perasaan ini cuma sesaat aja, Va. Aku juga gak mau nyakitin kamu. Ya aku tau kamu sayang sama aku tapi rasa sayangku cuma sebatas sahabat aja, Va." ujar Rendy.

"Tapi kenapa kamu gak nolak pas aku cium kamu dan peluk kamu?" tanya Rheva dengan suara lirih.

"Itu cuma perasaan sesaatku aja, Va. Aku gak mau perasaanku ke kamu berubah jadi nafsu. Saat kamu di sampingku, masalah yang ada di pikiranku seolah-olah hilang. Tapi, pada saat kamu pergi, masalah itu kembali." ujar Rendy.

"..."

"Maafin aku, Rheva. Di hati ini hanya ada satu nama. Dalam tubuh ini ada darah seseorang yang aku cinta mengalir masuk ke dalam nadi dan jantungku."

"Iya, aku paham." Rheva menghela napas panjang. "Apapun yang aku lakuin buat kamu, gak sebesar apa yang udah Anna lakuin buat kamu."

"..."

"Tapi, kamu tau kan Anna udah jadi milik orang lain." lanjut Rheva.

"Iya, aku tau kok. Tapi, aku gak bisa menyatukan perasaan dengan logika, Va." ujar Rendy.

Setelah itu, Rheva menatap Rendy. Dia memegang tangan Rendy dan tersenyum ke arahnya. Senyuman paling manis dari semua perempuan yang Rendy kenal. Walaupun Rendy tahu bahwa di balik senyumannya ada luka yang sangat dalam.

"Duh!" Rendy menutupi seluruh wajahnya dengan kedua tangannya.

"Loh. Kenapa, Ren?" Rheva kebingungan.

"Senyuman kamu itu loh. Astaga!"

"Kenapa?"

"Cantik banget, Va. Aku gak kuat liatnya." ujar Rendy.

"Hahahahahaha! Apa sih kamu!" Rheva menyenggol bahu Rendy.

"Nah, gitu kek dari tadi. Ketawa, Va. Jangan nangis terus."

"Iya iya."

"Kamu mau janji sama aku gak?"

"Apa?"

"Simpan senyumanmu hanya untukku. Aku butuh senyumanmu di saat aku sedang terpuruk." ujar Rendy seraya menggenggam kedua tangan Rheva.

Rheva tersenyum lalu mengangguk tanda setuju dengan perjanjang itu. "Kamu juga harus janji harus ada di saat ku butuh kamu." ujar Rheva.

"Iya, aku janji." Rendy memberikan jari kelingkingnya.

Mereka berdua saling mengikat janji dengan salam jari kelingking mereka. Janji yang tidak akan diingkari oleh Rheva dan Rendy. Setelah itu, akhirnya mereka berpisah karena Rheva masih ada kegiatan lain setelah ini. Sedangkan Rendy masih duduk setia di atas bangku taman. Dan tak lama kemudian, kumandang adzan dzuhur terdengar dari pengeras suara masjid belakang sekolah. Lalu, Rendy bergegas bersiap untuk mengerjakan kewajibannya sebagai muslim.

Suara gema takbir dari imam sholat mewarnai ibadah siang ini. Tak banyak murid dan guru yang mengikuti sholat berjamaah di masjid kali ini karena sebagian besar murid sudah bergegas pulang ke rumah masing-masing dan beberapa guru masih ada yang melakukan aktivitas di dalam ruang rapat. Setelah selesai melaksanakan sholat, Rendy melihat sesosok murid perempuan dengan hijab putihnya sedang memakai sepatu. Rendy pun berinisiatif untuk menghampirinya.

"Anna."

"Hei, aku pikir kamu udah balik."

"Belum, Na. Aku ketemu Rheva dulu tadi." ujar Rendy.

"Oh iya, Rian mana?" tanya Rendy.

"Udah balik duluan dia." jawab Anna.

"Kamu mau balik? Aku anterin, yuk!" ajak Rendy.

Anna menatap Rendy lalu mengangguk. "Mumpung masih siang, anter aku ke suatu tempat, yuk!" ajak Anna.

"Boleh."

"Kamu parkir di mana?" tanya Anna.

"Itu di sebrang sana. Tadi aku manjat pagar kayak biasa. Hehehehe..."

"Dasar kamu! Ya udah ayo berangkat."

Sang pusat tata surya hari ini sedang bersahabat. Lebih tepatnya awan di atas langit sedang berbaik hati memayungi bumi ini dari cahaya matahari. Tak ada hujan, tak ada panas. Cuaca yang sangat cocok untuk melakukan aktivitas di luar ruangan. Anna dan Rendy segera berangkat ke tempat yang dituju. Menuju suatu tempat yang Rendy hanya bisa mengikuti arah petunjuk dari Anna.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang