Chapter 19

30 4 0
                                    


"Tolong! Pak Satpam!" Anna berteriak meminta tolong seraya memegang kepala Rendy yang terus mengeluarkan darah.

"Ya Allah, Rendy! Pak! Tolong!" Anna berteriak sekuat tenaga.

Usahanya tak sia-sia, seorang penjaga sekolah dan guru bidang kesiswaan datang menghampiri Anna yang panik dan menangis karena Rendy tak sadarkan diri. Tangannya tak bisa menahan laju dari darah Rendy yang terus keluar dari kepalanya. Bahkan, kemeja putih dan hijab yang dia kenakan juga terkena darah yang masih segar.

"Ya ampun! Kenapa ini! Ayo cepat angkat!" Bu Tati selaku guru kesiswaan menginstruksikan untuk membawa Rendy dari tempat itu dibantu oleh penjaga sekolah yang berjaga.

"Pak, bantu saya masukin Rendy! Kita bawa pakai mobil sekolah." Bu Tati meminta supir sekolah juga untuk membawa Rendy. "Kamu juga ikut ya. Jelaskan semua sama saya!"

"Iya, Bu." jawab Anna dengan pelan.

Anna dan Bu Tati langsung membawa Rendy ke rumah sakit terdekat menggunakan mobil sekolah yang kebetulan sedang tidak digunakan. Dalam perjalanan, Bu Tati menanyakan soal apa yang terjadi pada Anna.

"Siapa nama kamu?" tanya Bu Tati.

"Anna, bu."

"Kenapa Rendy bisa seperti ini?"

"Saya gak tau, bu. Tiba-tiba Rendy dikeroyok kakak kelas. Aku gak tau siapa mereka."

Beberapa saat kemudian, telepon genggam milik Rendy bergetar dan berdering. Ada nama Rheva yang nampak di layar ponsel milik Rendy. Bu Tati segera mengambil dan mengaktifkan pengeras suara.

"Halo, Rendy! Lo gak apa-apa? Gue denger lo dikeroyok Mario dan temen-temennya!" ujar Rheva dari telepon.

"Rheva, ini Bu Tati."

"Eh, ibu. Rendy gak apa-apa, bu?"

"Gak apa-apa gimana? Ini saya lagi bawa Rendy ke rumah sakit." ujar Bu Tati.

"Ya ampun! Rendy luka parah, bu?" tanya Rheva.

"Iya doain aja supaya gak parah. Rendy masih belum sadar." jawab Bu Tati.

Setelah berbicara dengan Rheva, Bu Tati mematikan teleponnya dan melanjutkan pembicaraan dengan Anna. Tapi, kali ini Anna yang bertanya pada Bu Tati.

"Mario, siapa ya, Bu?" tanya Anna.

Bu Tati menghela nafas panjang. "Dia anak yang punya yayasan di sekolah. Sebelum kejadian, memang mereka sempat berkelahi. Lalu, ibu panggil orang tua mereka. Ya, karena Mario adalah anak dari pemilik, jadi orang tua Mario mau Rendy dikeluarkan dari sekolah." jawab Bu Tati.

"Jadi, Rendy di keluarin, Bu?" Anna bertanya kembali.

"Nggak. Rendy gak salah, kok. Kamu tau rumahnya atau nomor telepon orang tuanya?"

"Nggak, Bu." Anna menjawab pelan.

"Ya udah kalau gitu nanti ibu aja yang hubungi orang tua Rendy dari sekolah."

Tak lama kemudian, sampailah di rumah sakit terdekat. Anna dan Bu Tati langsung membawa Rendy ke IGD. Darahnya masih terus mengalir. Anna masih berusaha menutupi lukanya yang aliran darahnya sudah tidak deras dari sebelumnya.

Bu Tati juga mengurus semua yang dibutuhkan. Dari penanganan hingga memilih ruang rawat inap. Sedangkan Anna masih menunggu hasil pemeriksaan dokter yang sedang menangani Rendy. Tak lama kemudian, Bu Tati menghampiri Anna yang sedang duduk termenung.

"Anna."

"Iya, Bu."

"Terima kasih ya. Kamu udah mau nemenin dan bantu ibu nangani Rendy."

"Iya, gak apa-apa, Bu."

"Kalau gak ada kamu, mungkin gak ada yang tau kondisi Rendy saat itu."

Beberapa menit kemudian, seorang dokter memanggil Bu Tati untuk diberi penjelasan oleh dokter yang menangani Rendy. Anna masih harap-harap cemas menunggu hasil pemeriksaan. Karena baru kali pertama Anna melihat ada seseorang yang dianiaya hingga seperti ini. Setelah itu, Bu Tati menghampiri Anna kembali.

"Gimana Rendy, Bu?" tanya Anna.

"Darah yang keluar cukup banyak, Rendy butuh darah bergolongan darah A." jawab Bu Tati.

"Golongan darah saya A, Bu." ujar Anna.

"Tapi..."

"Bu, tolong kali ini aja. Saya mau nolong Rendy." Anna memohon masih dalam tangisnya yang tak kunjung henti.

Bu Tati membawa Anna masuk untuk menemui dokter yang tadi menangani Rendy. Bu Tati menjelaskan bahwa Anna siap untuk mendonorkan darahnya untuk Rendy. Dokter sudah menolak, tapi Anna tetap memaksa. Hingga akhirnya dokter setuju tapi dengan catatan bahwa Anna tidak memiliki tekanan darah rendah dan penyakit tertentu. Hingga akhirnya, proses itu berjalan dan Rendy dipindahkan ke ruang rawat inap.

"Anna, Ibu titip Rendy ya. Ibu mau kembali ke sekolah. Mau kabarin orang tua Rendy." ujar Bu Tati.

"Iya, Bu. Saya yang jaga Rendy sampai orang tuanya datang."

"Kamu kuat? Nanti jangan lupa makan ya."

"Insya Allah, Bu."

Suasana di ruangan itu sunyi. Hanya ada Rendy yang sedang terbaring lemah dan Anna yang duduk di samping Rendy sambil menatap lelaki yang matanya masih terpejam rapat. Anna hanya bisa berdoa meminta agar Rendy cepat sadar. Hingga akhirnya Anna terlelap di samping Rendy.

"Aduh!" Rendy terbangun seraya memegang kepalanya yang penuh perban.

"Gue dimana nih?" Rendy melihat kiri kanan ruangan yang serba putih dengan pandangan yang sedikit rabun dan berbayang. Di samping Rendy, ada seorang perempuan berhijab putih dengan noda darah sedang menangis. Karena melihat Rendy bangun, perempuan itu menghapus air matanya.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang