Chapter 10

47 7 0
                                    

"Rheva, lo marah sama gue?" sent.

"Nggak kok. Kenapa, Ren?" received.

"Kenapa tadi lo ninggalin gue gitu aja?" sent.

"Gak apa-apa. Gimana PDKT lo sama Fara?" received.

"Gue tak tau harus mulai dari mana." message cannot be sent.

****

"Kampret!" Rendy membanting handphone miliknya ke atas ranjangnya. Dia kesal karena pulsa yang ia miliki sudah habis. Uang yang ada di dompetnya pun sudah menipis. Artinya, dia harus merelakan sebagian uangnya untuk membeli pulsa. Rendy melihat ke arah jam dinding yang ada di kamarnya. Waktu masih menunjukkan pukul 20.00 WIB. Artinya, counter pulsa yang ada di dekat rumahnya belum tutup. Rendy langsung bergegas menuju ke sana.

"Bang, pulsa dong."

"Nih, nomor lo catet, Ren." penjual pulsa itu memberi sebuah kertas dan pena.

"Ngutang dulu ya." ujar Rendy sambil tersenyum.

"Iya, tapi bayar pas akhir bulan."

"Tenang aja kalau itu. Kalau nggak, tagihin ke bokap gue aja."

"Oke."

Begitulah kebiasaan Rendy jika membeli pulsa. Karena sudah dekat dan kenal, jadi Rendy berani membeli pulsa dengan berhutang. Penjual pulsa pun juga sudah biasa menagih uang pulsa kepada papanya Rendy karena memang mereka bertetanggaan. Sesampainya di rumah, Rendy melanjutkan obrolan dengan Rheva.

"Sorry, Va. Pulsa gue mendadak habis. Gue gak tau harus mulai darimana untuk deketin Fara." sent.

"Kalau lo gak berani, lo deketin dulu temennya yang paling deket. Cari info tentang kesukaan si Fara." received.

"Wah iya, bener juga. Thanks, Rheva. Lo emang terbaik." sent.

Rendy pun tersenyum sendiri di dalam kamarnya. Dia sedang memikirkan bagaimana nanti jika sudah dekat dengan Fara. Dekat saja belum, tetapi Rendy sudah berpikir jauh ke depan. Dia juga berpikir bahwa cara yang disarankan oleh Rheva akan berjalan dengan mulus.

Rendy memejamkan matanya. Dia mengingat-ingat siapa teman yang paling dekat dengan Fara. "Astaga!" Rendy kaget dan membuka matanya kembali. Dia baru sadar bahwa perempuan yang paling menyebalkan dalam hidupnya itu adalah teman dekat dari Fara. Siapa lagi kalau bukan Anna. "Ah, sial!" Rendy menarik selimutnya dan mematikan lampu kamarnya.

****

Matahari mulai merubah warna langit menjadi biru gelap. Burung-burung mulai bernyanyi. Pertanda bahwa waktu menjelang pagi telah tiba. Mau tak mau, Rendy harus bangkit dari mimpinya dan bersiap menuju sekolahnya. Setelah semua siap, Rendy memanaskan motor warisan papanya dan segera berjalan menuju sekolah.

Di tengah perjalanan, Rendy melihat seorang perempuan dengan rambut panjang dan tubuh langsingnya sedang berdiri di pinggir jalan. Wajahnya tampak familiar dikenal oleh Rendy. Rendy langsung menepi dan menyapa perempuan itu.

"Fara!" Rendy berhenti dan mematikan mesin motornya.

"Eh, Rendy." Fara tersenyum dengan manis.

"Ngapain berdiri disini sendirian?" tanya Rendy.

"Nunggu angkot. Hehehe."

"Ayo naik. Bareng aja." ajak Rendy.

"Eh, gak usah." Fara menolak.

"Udah ayo naik. Gak usah malu-malu." Rendy menarik tangan Fara.

"Ya udah deh. Pelan-pelan aja jalannya ya."

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang