Chapter 8

53 7 0
                                    

Sudah dua minggu Rendy berstatus sebagai siswa di SMA Trinusa. Benih-benih perasaan Rendy terhadap Fara kini perlahan tumbuh dari dalam hatinya. Hampir setiap hari dia memerhatikan Fara dari bangkunya sambil menatap burung kertas yang ada di genggaman tangannya. Selalu dia bawa kemanapun dia pergi.

"Udah sana deketin. Kalau diliatin terus, gak bakalan dapet, bro." Danu menyenggol Rendy dengan bahunya.

"Gimana caranya?" tanya Rendy yang sedang memegang burung kertas di tangannya.

"Minta nomornya, ajak jalan, bikin dia seneng, beres." jawab Danu dengan mudahnya.

"Ngomong mah gampang." balas Rendy.

"Tanya aja si Rheva. Lo kan deket sama dia."

"Hhmm..."

Rendy masih saja menatap Fara dari kejauhan. Hatinya berkata untuk ingin dekat dengannya, namun sikapnya masih malu-malu. Lebih tepatnya, Rendy tidak tahu bagaimana memulai pendekatan yang baik dan benar terhadap Fara. Burung kertas yang ada di tangannya sesekali dimainkan di atas mejanya.

"Dari siapa sih itu? Unyu banget warna pink." Danu bertanya keheranan.

"Nah itu dia yang masih misteri, Nu." jawab Rendy.

"Coba liat." Danu merebut burung kertas itu dengan cepat.

"Pelan-pelan! Kalau sobek gimana!" Rendy sedikit kesal.

Danu membaca apa yang tertulis di dalam kertas tersebut. "Wih! Lo dapet dari mana nih?"

"Balik MOS, udah ada di kolong meja gue." jawab Rendy pelan.

"Menurut lo siapa orangnya?" tanya Danu.

Rendy mengangkat bahunya. "Au. Feeling gue sih Fara. Rambut sama bentuk badannya sama persis kayak cewek yang waktu kemarin gue tolongin."

****

"Rheva, sibuk gak?" send

Pesan dikirim. Beberapa detik kemudian, handphone Rendy bergetar.

"Nggak kok. Kenapa, Ren?" received

"Gue mau ngomong sebentar aja." send.

"Oh, oke. Kita ketemu di taman samping masjid." received.

****

Saat ini, waktu istirahat pertama sedang berlangsung. Hanya lima belas menit waktu diberikan kepada murid-murid untuk sekedar jeda sejenak sebelum pelajaran berikutnya dilanjutkan. Rendy langsung bergegas turun menuju tempat yang disebutkan oleh Rheva. Terlihat di sana sudah ada Rheva dengan senyumnya yang membuat siapa saja yang melihatnya meleleh.

"Hai, Rendy!" Rheva menyapa Rendy dengan senyumannya yang khas.

"Hai, Va." Rendy duduk disamping Rheva.

"Ada apa sih? Kayaknya penting banget."

"Tapi, lo jangan ngetawain gue." ujar Rendy.

"Iya. Kenapa sih?" tanya Rheva penasaran.

"Gue..."

"Stop!" Rheva menahan bibir Rendy dengan telunjuknya. "Lo suka sama cewek?"

Rendy mengangguk pelan. "Dan, gue gak tau harus mulai dari mana untuk deketin dia."

Rheva tertawa pelan, "Hahahaha... Katanya lo pernah pacaran. Gimana sih?"

"Iya tapi gue gak pernah ngedeketin ataupun nembak cewek." ujar Rendy.

"Jadi, lo pacaran mantan lo yang nembak? Hahahahahaha!" Rheva tertawa sambil menutupi mulutnya dengan tangannya.

"Ish! Jadi gimana?"

"Orangnya siapa? Gue aja gak tau."

Rendy mengeluarkan burung kertas berwarna merah muda dari dalam sakunya. "Yang ngasih gue ini. Temen sekelas gue, namanya Fara."

"Apa sih ini? Coba gue liat." Rendy memberikan burung kertas itu kepada Rheva dan Rheva membaca isinya. Rheva menghela nafas panjang. "Lo yakin dia yang kasih?" tanya Rheva.

"Yakin gak yakin sih."

Rheva tersenyum manis ke arah Rendy. Rendy sedikit agak berdebar-debar melihat senyuman Rheva. "Maaf." Rheva melipat kertas itu menjadi burung kembali, lalu mengembalikannya pada Rendy. "Gue gak bisa bantu. Maaf, Rendy. Gue balik ke kelas ya."

Terlihat ekspresi wajah yang kecewa ditampakkan oleh Rheva. Rendy menjadi semakin bingung dengan situasi seperti ini. Rendy semakin bertanya-tanya dalam hati. Rendy memasukan burung itu kedalam sakunya lalu menahan Rheva yang baru berjalan beberapa langkah.

"Oke, gue gak peduli sama burung ini. Yang jelas, gue mau deket sama Fara." ucap Rendy seraya menahan tangan Rheva.

Rheva melepaskan tangan Rendy dengan perlahan lalu tersenyum. Senyuman yang bisa membuat para lelaki diam tanpa kata. Lalu, dia pergi meninggalkan Rendy sendiri disana. Rendy yang kebingungan memilih untuk kembali ke kelasnya.

Sesampai di kelasnya, Rendy langsung menyandarkan tubuhnya di atas bangku. Wajahnya terlihat lesu dan mata terpejam sambil menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.

"Gimana?" tanya Danu.

"Malah makin bingung gue." Rendy menghela napas panjang.

"Lah, kenapa?"

"Rheva tiba-tiba ninggalin gue. Ekspresinya itu loh yang bikin gue bingung. Kayak kecewa banget."

"Dia suka sama lo kali. Atau jangan-jangan, dia lagi yang kasih burung itu ke lo." Danu mulai berasumsi.

"Gak mungkin, dodol!" Rendy mendorong Danu dengan pelan.

"Coba ceritain ke gue semuanya. Dari awal sampe akhirnya lo ketemu sama tuh burung."

Rendy menjelaskan dan menceritakan semua kejadian yang dia alami. Tidak ada yang ditambah, dan tidak ada yang dikurangi. Tapi, hatinya berkata bahwa Fara lah orangnya.

"Eh tapi bisa jadi bukan Fara. Siapa tau itu Rheva yang kasih." ujar Danu.

"Gimana caranya?" tanya Rendy.

"Logika aja. Itu cewek kan nungguin lo pas di ruang BP. Masa iya dia punya ilmu ghaib taro itu burung kertas di kolong meja lo pas dia lagi di bawah." jelas Danu.

"Hhmm..." Rendy mulai berpikir. "Bener juga sih lo, Nu. Masuk di akal."

"Terus kenapa pikiran lo jadi Rheva?" tanya Rendy kembali.

"Coba diinget-inget, siapa kakak pembimbing kelompok lo waktu itu. Lo di gugus dua kan?"

"Iya, gue disana. Emang siapa?"

"Belom tua udah pikun. Lo inget-inget dong. Rheva itu cewek paling cantik. Kakak kelas paling dikenal sama anak-anak kelas satu waktu MOS. Payah lu!"

Bel tanda masuk berbunyi. Rendy dan Danu bersiap-siap menyambut pelajaran berikutnya. Kelas yang begitu ramai kini mendadak sepi dan sunyi bagai tanah lapang di malam hari karena guru yang terkenal killer sudah masuk memulai pelajaran.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang