Chapter 40

21 2 0
                                    

"Woi!"

Pagi itu, Rendy masuk ke dalam kelas pada saat hujan sedang turun dengan lebatnya. Melihat Danu yang sedang asyik mendengar musik melalu headset miliknya seraya memejamkan mata dan mendengak ke arah langit langit kelas. Rendy langsung mencabut headset milik Danu dari daun telinganya.

"Ah! Masuk-masuk udah rusuh aja." Danu menggerutu.

Rendy menghela napas panjang.

"Kok lo gak kehujanan?" tanya Danu.

"Gue udah dateng dari tadi. Cuma gak langsung naik ke kelas aja." jawab Rendy.

"Oh, boker?"

"Kepo lo!" ujar Rendy seraya memasang headset milik Danu ke telinga kirinya. "Lagu apaan nih?"

"L'Arc~en~Ciel. Judulnya Link." jawab Danu.

"Asik juga."

Rendy hanya bisa menatap Anna dari kejauhan. Anna yang duduk di bangku paling depan kelas ini, hanya menundukkan pandangan seraya Rendy berjalan masuk ke dalam kelas. Tak lama kemudian, datanglah seorang perempuan yang tak diharapkan kehadirannya oleh Danu. Dia langsung menuju bangku di mana Rendy dan Danu sedang duduk di atasnya.

"Nu, gue duduk di situ ya. Lo di depan." ujar Fara sepihak.

"Apaan sih, Far? Nggak mau ah." Danu menolak.

"Buruan nggak! Sekarang!" Fara berkata dengan nada tinggi.

"Udah sana. Turutin aja." ujar Rendy seraya memegang bahu teman sebangkunya.

"Hadeuh. Iya iya."

Dengan berat hati, Danu melangkahkan kakinya menuju bangku paling depan. Dia duduk bersama Anna yang sudah duduk terlebih dahulu di sana. Sekarang, Rendy tengah duduk berdua dengan Fara, perempuan yang sebelumnya disukai oleh Rendy. Dan entah mengapa, perasaan itu hilang ketika Anna mengorbankan darahnya untuk Rendy.

"Hai, Rendy." ujar Fara seraya menatap Rendy.

"Hai, Fara." balas Rendy.

"Lo kenapa kemarin? Ada yang sakit gak?" tanya Fara sambil mengusap lembut kepala Rendy.

"Nggak ada kok, Far. Gue baik-baik aja."

"Sepi deh gak ada lo di sini."

"Sepi kenapa?"

Sepi aja pandangan gue gitu. Gak bisa mandangin lo. Hehehehe." ujar Fara dan tersenyum.

"Ada-ada aja deh lo."

Sepanjang pagi, Fara terus memandangi Rendy yang duduk di sebelahnya. Tapi, Rendy tetap tenang dan tidak salah tingkah seperti kebanyakan orang yang jika ditatap berlama-lama. Hingga akhirnya bel tanda masuk sekolah berbunyi.

****

Bel istirahat pertama telah berbunyi. Tetapi, hujan masih turun walaupun sudah tak begitu deras seperti pagi tadi. Petir masih bergemuruh dengan hebat. Langit seolah menangis dengan gemuruh halilintar di atas sana. Tangisannya telah membasahi tanah dan pepohonan yang ada di sekolah ini.

Rendy masih terlihat lesu tak bersemangat. Hatinya hancur bagai gelas kaca yang jatuh ke tanah. Tak ada lagi semangat dalam menjalani hari. Fara yang melihatnya, langsung berinisiatif untuk menghibur Rendy.

"Rendy, lo kenapa? Sakit?" tanya Fara.

"Gue gak apa-apa, Far."

"Gak apa-apa gimana? Lo dari tadi diem aja. Gue khawatir deh. Mau ke UKS? Gue anterin, yuk!"

"Nggak, Far. Gue gak sakit atau apalah itu. Gue lagi males aja."

"Oh iya, tadi pagi gue buatin roti isi buat lo. Kali aja bisa meredam rasa males lo yang sekarang." ujar Fara sambil mengeluarkan kotak makanan dari dalam tasnya.

"Gue cobain satu ya." ujar Rendy lalu mengambil sepotong roti isi buatan Fara.

"Gimana?"

"Enak kok. Tapi, emang dasarnya gue lagi gak selera makan aja kali. Makasih ya, Far."

****

Waktu demi waktu terus berlalu. Pagi yang di awali dengan hujan, kini telah berganti menjadi berawan. Siang hari yang biasa ada sinar matahari menembus langit, kini terhalang oleh senyawa putih dengan bentuk sembarang. Hari yang kelabu untuk Rendy, tatkala hatinya hancur berhamburan.

"Ren, gue balik bareng lo ya. Rumah kita kan se arah." ujar Fara.

"Maaf ya, Far. Gue masih ada kegiatan. Lo duluan aja ya."

"Hhmm... Ya udah, deh." Fara melangkah keluar kelas. Terlihat wajahnya menampakkan ekspresi kecewa.

Melihat Fara yang sudah melangkah keluar kelas, Danu langsung mengambil langkah dengan cepat menuju Rendy. Rendy sedang duduk termenung memikirkan sesuatu.

"Lo gak apa-apa?" tanya Danu.

"Iya." jawab Rendy datar.

"Yakin?"

"Iya. Udah sana balik lo. Gue lagi mau sendirian."

"Ya udah. Kalau ada apa-apa, kabarin gue ya."

"Beres." ujar Rendy sambil mengangkat ibu jarinya.

****

Adzan ashar telah berkumandang. Rendy masih duduk sendiri di kelasnya. Matanya tak bergeming sedikitpun. Masih saja menatap sebuah burung kertas berwarna merah muda yang terdapat pesan di dalamnya. Pesan dari murid perempuan berhijab putih untuk Rendy.

Sepuluh menit berlalu, Rendy teringat sesuatu. Perempuan yang sekarang ada dalam pikiran dan hatinya selalu pulang setelah waktu ashar. Dengan cepat, Rendy langsung menghampiri masjid belakang sekolah. Dan benar saja ada Anna yang baru saja selesai ibadah dan bersiap kembali ke rumahnya.

"Hai, Anna!" sapa seorang murid laki-laki kepada Anna.

Langkah Rendy terhenti di sebuah lorong menuju masjid. Rendy melihat seorang murid menghampiri dan menyapa Anna. Rendy masih terus berdiri dan melihat mereka sedang berbicara.

"Eh, Kak Rian. Belum pulang, Kak?" tanya Anna.

"Belum. Baru selesai sholat juga. Oh iya, kamu pulang ke daerah mana?"

"Menteng, Kak."

"Jauh ya."

"Kakak kan pernah tanya aku waktu MOS." ujar Anna.

"Hahahahaha! Oh, iya. Waktu itu kamu belum berhijab ya, Na. Kamu cantik kalau berhijab gini."

*DEG!*

Sebuah letupan panas dari hati yang cemburu milik Rendy tiba-tiba saja meluap. Tangannya bergetar tak sabar ingin meninju sesuatu yang ada di dekatnya. Jantung miliknya berdebar menderu hingga terdengar ke telinganya. Rendy hanya bisa menahan itu semua karena saat ini, Rendy bukanlah siapa-siapa untuk Anna.

"Makasih, Kak." lanjut Anna.

"Aku anterin pulang, yuk! Sekalian kita makan dulu. Aku tau tempat makan yang enak. Kamu pasti lapar kan."

Rendy yang mendengarnya semakin emosi. Emosinya sudah melebihi puncaknya. Ingin marah, tetapi merasa tak pantas. Ingin tidak marah, tapi hatinya terkoyak dengan sikap yang ditunjukkan murid itu kepada Anna.

"Boleh, Kak. Yuk!" Anna menerima tawaran dari Rian.

Langit sedang tak mendung, tetapi petir bagai menyambar. Itu yang dirasakan oleh Rendy ketika Anna menerima tawaran dari lelaki tersebut. Dia saja bersusah payah untuk menjemput dan mengantar Anna. Tetapi, pria ini dengan mudahnya mengajak Anna.

Mereka berdua beranjak dari tempat duduk mereka. Berjalan melangkah melewati lorong di mana kedua kaki Rendy masih berpijak. Anna dan Rendy hanya saling bertatapan tanpa bertegur sapa ketika berpapasan. Anna justru melangkah bersama di samping lelaki itu.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang