Chapter 32

26 2 0
                                    

"Duh. Gue di mana nih?"

"Di kamar kamu, Rendy."

Suasana malam yang sunyi dan senyap dengan gemerlap bintang di langit. Rendy yang dari tadi sore tak sadarkan diri, kini dapat membuka kedua matanya walau pandangannya kabur. Ada Anita dengan pakaian minimnya duduk di samping Rendy yang terbaring lemah.

"Anna mana, Kak?" tanya Rendy.

"Anna? Siapa tuh? Pacar kamu yang tadi nganter ke rumah? Udah pulang lah." jawab Anita.

"Dia gak apa-apa kan, Kak?"

"Aduh, Rendy. Badan udah kayak gini masih aja mikirin orang lain. Pikirin diri sendiri dulu."

"Tasya gimana?"

"Tasya ada tuh di kamarnya sama Tante. Ada apa sih, Ren? Kamu bisa sampe berantem terus Tasya jadi begitu?" Anita kebingungan.

"Nanti dulu deh, Kak. Aku pusing."

"Ya udah, ini makan dulu. Tadi Anna buatin kamu nasi goreng sebelum dia pulang." Anita memberikan nasi goreng yang terletak di atas meja belajar Rendy.

"Udah dingin ya, Kak?"

"Udah aku panasin pakai microwave di dapur tadi."

Rendy mencoba untuk duduk dan makan masakan buatan Anna. Rendy memakannya dengan lahap. Mungkin dia sangat lapar karena baru sadarkan diri dari pertarungan hebat.

"Ini Mama atau Anna yang masak?" tanya Rendy.

"Anna. Mama sibuk tenangin Tasya dari tadi sore. Jadi, makan malam semua Anna yang masak." jawab Anita.

"Enak banget ini, Kak."

"Halah, dasar kamu. Badan kamu itu pikirin."

****

"Anna, makasih ya untuk hari ini." sent.

"Untuk apa? Gue pembawa sial kan buat lo." received.

"Nggak, justru lo adalah malaikat penolong gue." sent.

"Penolong gimana? Buktinya lo sampe pingsan dipukulin. Bahkan Tasya juga kena sialnya kan?" received.

"Coba deh lo pikir. Lo udah dua kali nolongin nyawa gue. Pertama, di rumah sakit. Kedua, di rumah itu. Kalau gak ada lo, mungkin gue sama Tasya udah mati di sana." sent.

"Iya sih. Syukur deh kalau begitu. Gimana keadaan lo?" received.

"Baik-baik aja, Na. Masakan lo enak banget. Makasih banyak." sent.

"Iya, sama-sama Rendy. Met istirahat ya." received.

"Iya, met istirahat juga." sent.

****

Rendy menaruh telepon genggamnya di atas tempat tidurnya. Dengan perlahan, Rendy bangkit dari ranjangnya menuju bangku yang terletak di pinggir jendela. Langit malam ini begitu indah. Berjuta-juta bintang bersahut-sahutan. Bulan purnama yang bercahaya se akan menatap Rendy dengan manja. Lamunan Rendy pecah ketika ada seseorang yang memeluknya dari belakang.

"Ngelamun aja kamu."

"Aw! Kak Anita ngapain sih!" ujar Rendy seraya melepaskan pelukan Anita.

"Rendy Rendy. Hahahahaha! Kamu itu kalau gak berantem kayaknya gak enak ya." ujar Anita.

"Lagian siapa juga yang mau punya musuh sih, Kak."

Rendy menghela napas panjang. "Apa aku pindah sekolah aja ya, Kak? Ini udah kejauhan menurutku. Sampai Tasya juga kena getahnya."

Anita memutar bangku hingga Rendy dan Anita saling bertatapan. Anita memegang kedua tangan Rendy dengan erat dan tersenyum ke arahnya. Senyuman yang tak kalah manisnya dengan senyuman yang dimiliki oleh Rheva Rahmadhani, yang mampu membuat Rendy berdebar.

"Sekali-kali kamu juga harus mikirin diri kamu sendiri, Rendy. Iya aku tau kok papa kamu yang selalu ngajarin untuk menolong orang lain. Tapi, jangan sampai dari diri kamu merasa gak nyaman juga. Sekarang Kakak tanya, dari hati kamu maunya pindah atau tetap?"

"Tetap."

"Anna atau Anita?"

"Anna!" jawab Rendy spontan.

"Cieee Anna! Hahahaha!"

"Tau ah!"

****

Adzan shubuh telah berkumandang. Baru kali ini Rendy terbangun karena suara adzan di masjid yang jaraknya sekitar 50 meter dari rumahnya. Rendy membuka matanya dan menemukan Anita yang tidur di sampingnya. Rendy tak bisa mengingkari bahwa kakak sepupunya ini memang cantik luar biasa. Apa lagi kalau sedang tertidur dengan pakaian yang bisa merangsang birahi kaum adam.

Rendy mencoba berdiri lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Sambil menahan sakit, Rendy berjalan menuruni anak tangga satu per satu. Di sana sudah ada papanya yang sedang duduk sendirian di ruang keluarga. Rendy pun langsung menghampiri.

"Papa ngapain di sini sendirian?" tanya Rendy.

"Papa gak bisa tidur, Ren."

"Kenapa, Pa?"

"Papa kemarin sudah melaporkan kejadian yang menimpa kamu sama Tasya. Papa kepikiran sama Tasya."

"Sama aku nggak?" tanya Rendy sambil bercanda.

"Papa percaya sama kamu. Eh, tapi Papa juga bangga loh sama kamu. Kamu berani melawan mereka sendirian."

"Aku dibantu sama Anna juga, Pa. Kalau gak ada Anna, aku gak tau gimana Tasya." ujar Rendy.

"Iya, Mama juga cerita soal Anna. Dia anak yang baik. Papa gak tau gimana harus berterima kasih sama dia. Dia udah banyak nolong kamu dan kemarin juga kemarin nolong Tasya."

Sebuah remote televisi tergeletak di atas meja kopi yang terletak di ruang keluarga. Rendy dengan spontan mengambil dan menyalakan televisi. Biasanya, Papa menantikan acara berita, khususnya berita tentang perekonomian yang berhubungan dengan saham dan kurs mata uang.

"Pa! Liat deh Pa!" Rendy terlihat terkejut.

Sebuah headline berita yang tak disangka-sangka oleh keduanya. Terlihat seorang Kapolda tengah diwawancarai oleh wartawan di malam hari setelah Papa melaporkan kejadian tersebut.

"Dugaan sementara, pelaku lebih dari dua orang. Untuk saat ini kami belum bisa memastikan karena korban masih dalam keadaan shock." Kapolda itu berkata di depan wartawan.

"Dugaan Pemerkosaan dan Penganiayaan anak dari CEO Nugroho Groups."

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang