Chapter 24

30 3 0
                                    

"Udah siap semua, Ren?"

"Udah, Va."

Sudah satu minggu Rendy berada di rumah sakit. Dokter telah mengizinkannya untuk pulang ke rumah karena kondisi Rendy sudah membaik. Rheva bersedia meluangkan waktu liburannya untuk membantu Rendy berkemas menuju rumahnya.

"Ada yang ketinggalan gak? Coba cek lagi." Rheva meyakinkan.

"Nggak ada mudah-mudahan, yuk."

"Barang-barang kamu biar aku aja yang bawa. Jangan paksain badan kamu yang belum pulih bener." ujar Rheva seraya mengangkat barang bawaan milik Rendy.

"Makasih ya, Va."

Setelah selesai berkemas, Rheva dan Rendy keluar dari ruang rawat inap. Rendy merasa lega karena sudah diperbolehkan pulang dan melanjutkan sekolahnya. Sudah ada kedua orang tua Rendy dan Tasya yang menunggu di tempat di mana mobil diparkirkan.

"Kenapa kamu mau repot-repot bantu aku, Va?" tanya Rendy.

"Udah jadi tugasku, Ren. Kamu itu udah sering nolongin aku, jaga aku. Masa iya aku gak boleh nolong dan jaga kamu. Kita udah sepakat untuk saling jaga kan." ujar Rheva.

"Iya. Aku cuma kaget aja tiba-tiba kamu minta untuk ada di hidupku."

"Hahahaha... Udah gak usah di pikirin."

****

Kedua orang tua Rendy telah selesai mengurus administrasi kepulangan Rendy hari ini. Mereka langsung bergegas menuju tempat di mana mereka memarkirkan mobilnya karena ada Tasya yang hanya seorang diri menunggu.

"Rendy belum datang?" tanya Mama.

"Belum, Ma." jawab Tasya.

"Nah itu Rendy, Ma. Tapi, sama siapa itu?" tanya Papa.

"Itu pacarnya Kak Rendy, Pa. Namanya Kak Rheva. Cantik ya, Pa."

Tak lama kemudian, datanglah Rendy didampingi oleh Rheva yang ada di sampingnya. Rheva dan Tasya terlihat akrab karena mereka sudah kenal satu sama lain dan bergantian menjaga Rendy ketika berada di rumah sakit selama seminggu. Mereka berdua sibuk memasukkan barang-barang milik Rendy ke dalam bagasi mobil.

"Ini siapa namanya?" tanya Mamanya Rendy.

"Aku Rheva, Tante." jawab Rheva sambil mencium tangan Mama Rendy.

"Aduh, Rendy. Kalau punya pacar cantik begini ya dibawa ke rumah dong." ujar Mama.

"Pacar?" Rendy kebingungan.

"Ayo masuk. Keburu siang." ajak Papa.

"Ayo. Kak Rheva ikut kan?" tanya Tasya.

"Nggak, Sya. Aku pulang aja."

"Yah, Kakak. Ikut aja ayo." Tasya menarik tangan Rheva.

"Ayo, nak Rheva. Ikut kita aja ke rumah." ajak Mama dengan senang hati.

"Nggak usah, Tante. Aku gak apa-apa." Rheva merasa tak enak hati dan menolak.

"Udah ikut aja. Jangan panggil Tante. Panggil Mama aja, ya."

Akhirnya, Rheva pun luluh. Dia ikut bersama rombongan keluarga Rendy menuju rumahnya. Di dalam mobil, Tasya dan kedua orang tuanya meledek Rendy dan Rheva karena mereka terlihat akrab dan dekat. Bahkan sampai-sampai mereka dikira punya hubungan dengan status tertentu.

Tak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke rumah Rendy. Setelah sampai, Rheva kembali membantu Rendy menurunkan barangnya dan membawanya ke dalam kamar Rendy.

"Taro aja di atas tempat tidurku, Va." ujar Rendy.

"Berat juga bawaan kamu ini. Udah kayak bawa bom." Rheva berkata sambil duduk di atas ranjang.

"Kamu juga maksain diri. Udah tau berat."

"Gak apa-apa kok, Ren. Aku turun dulu ya. Mau bantu Mama masak makan siang." Rheva mengelus pipi kanan Rendy lalu berjalan keluar dari kamarnya.

Siang itu langit tampak berawan. Memayungi seluruh pelosok kota dari sinar matahari. Rendy bisa melihat awan sedang berjalan beriringan dari dalam kamarnya. Dengan dihiaskan oleh burung kertas merah muda yang dia taruh di sisi jendela. Dengan alasan, agar Rendy dapat melihat burung itu ketika bangun dari mimpi indahnya.

"Kak."

"Iya, dek." lamunan Rendy terhenti.

"Kakak udah jadian belum sama Kak Rheva?" tanya Tasya seraya masuk dan ikut tidur di samping Rendy.

"Jadian dari mana. Aku gak mau pacaran ah." Rendy merubah posisi memunggungi Tasya.

"Ih, Kakak. Kak Rheva tuh baik, cantik, ramah. Masa Kakak gak mau?"

"Aku mau sama yang kasih itu." Rendy menunjuk burung kertas yang ada di sisi jendela.

"Yang kasih itu kan belum tentu cantik, Kak. Kalau yang kasih itu jelek gimana?"

"Biar aja." jawab Rendy dengan ketus.

"Kalau itu ternyata dari Kak Rheva, gimana?"

Rendy diam tak menjawab. Pertanyaan yang dikeluarkan Tasya berhasil membuat Rendy memutar otaknya. Karena ada tiga perempuan yang menjadi kemungkinan di balik burung kertas tersebut. Rheva adalah salah satunya.

"Gak tau, ah!" Rendy menutupi wajahnya dengan bantal.

"Adek." Rheva memanggil.

"Ya, Kak."

"Bantu aku sama Mama masak di bawah ya." ujar Rheva.

"Tuh, udah sana bantuin Mama. Daripada ngurusin hidupku." ujar Rendy seraya memukul Tasya dengan bantal yang ada di tangannya pelan.

****

"Rendy."

"Rendy." Rheva menggoyangkan tubuh Rendy yang sedang tertidur.

"Eh, kenapa, Va?" Rendy terbangun dengan mata sayu.

"Aku balik ya. Jangan lupa makan siang. Aku udah masakin buat kamu. Bye, Ren." Rheva segera mengambil tas miliknya lalu pergi meninggalkan Rendy sendirian di kamar.

Rendy ingin mengejar Rheva yang sudah keluar dari kamarnya. Tapi, dia tak bisa bergerak cepat karena kondisi tubuhnya masih lemah. Rendy pun pasrah melihat Rheva tiba-tiba saja meninggalkan dirinya begitu saja. Tak lama kemudian, muncul Tasya dari balik pintu kamar Rendy.

"Huh! Sebel aku!" Tasya bergumam seraya duduk di samping Rendy.

"Ada apa sih, Dek? Gara-gara Rheva?" tanya Rendy.

"Gara-gara Mama! Kesel aku, Kak."

"Kenapa lagi?" tanya Rendy penasaran.

"Nih ya, Kak. Tadi tuh di dapur Mama ngomongin Kak Anna terus. Pas lagi makan bareng yang dibahas Kak Anna. Anna beginilah, begitulah. Kak Rheva jadi bete kan terus pamit pulang."

"..." tak ada satu katapun keluar dari mulut Rendy.

"Padahal aku udah seneng loh, Kak. Aku dipanggil adek sama Kak Rheva dan Kak Rheva juga manggil Mama. Aku punya kakak baru. Eh, suasana hancur gara-gara ngomongin Kak Anna."

"Anna ya." Rendy menatap langit-langit kamarnya.

Rendy kembali teringat dengan sosok Devianna Azzahra. Darah yang mengalir di tubuhnya kini sebagian adalah darahnya. Darah yang berhasil menolong Rendy dari masa terparah dalam hidupnya. Tapi, justru Rendy menghancurkan hati dari seorang pahlawan yang berjasa terhadap dirinya.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang