Chapter 22

43 3 0
                                    

Malam itu, langit sedang ramah. Berwarna cerah sehingga ribuan bintang terlihat jelas dari sini. Mobil dari orang tua Rendy melaju dengan perlahan dan hati-hati. Anna hanya diam membisu seraya matanya melihat keluar jendela.

"Anna." Mamanya Rendy memanggil dari kursi depan.

"Iya, Bu." Anna sedikit terkejut membuyarkan lamunannya.

"Muka kamu pucat sekali, nak. Kamu udah makan belum?" tanya Mama Rendy.

"Belum, Bu." jawab Anna dengan kepala tertunduk.

"Pa, kita cari makanan dulu aja buat Anna." ujar Mama Rendy.

"Eh, gak usah, Bu. Saya lagi gak kepengen makan." Anna menolak.

"Rumah kamu di mana?" tanya Papa Rendy.

"Di daerah Menteng, Pak." jawab Anna.

"Astaga, jauh sekali. Pa, kita cari makan dulu aja. Kasihan Anna."

"Iya, Ma."

Sambil melajukan mobilnya ke arah di mana Anna tinggal, Papa dan Mamanya Rendy mencari restoran untuk makan malam. Anna hanya bisa pasrah dan terdiam dengan ajakan Papa dan Mamanya Rendy.

Dua puluh menit kemudian, mereka menemukan sebuah restoran yang lokasinya tidak begitu jauh dari tempat tinggal Anna. Sebuah restoran mewah bergaya Jepang yang kental dengan suasana seperti negeri sakura. Bisa dibilang ini adalah restoran bintang lima yang menyajikan menu mewah.

"Ayo, Na. Kamu mau makan apa?" tanya Mama Rendy.

"Hehehe... Saya bingung, Bu. Baru pertama kali ke sini." ucap Anna.

"Ya udah, Mama yang pilihan ya."

Papa mengangkat tangannya untuk memberi tanda bahwa mereka ingin memesan makanan. Tak lama kemudian, seorang pramusaji datang untuk mencatat makanan yang ingin dipesan. Setelah itu, mereka hanya menunggu sampai makanan yang dipesan datang.

"Untung jaketnya Tasya muat sama kamu ya, Na." Mama Rendy memulai pembicaraan.

"Iya, Bu. Ukuran badan kita sama."

"Nggak usah panggil pakai ibu. Panggil mama aja. Supaya sama dengan Rendy." ujar Mama Rendy sambil tersenyum.

"Iya, Mama." ujar Anna dengan sedikit senyuman.

Makanan datang dengan cepat. Papa dan Mama beserta Anna langsung menyantap makanan yang dihidangkan di atas meja makan. Sesekali Anna dan Mamanya Rendy bersenda gurau dan tertawa bersama. Layaknya ibu dan anaknya.

"Pak Win."

Terdengar suara dari seorang pria yang tiba-tiba saja menghampiri meja Mama dan Papa. Ternyata, dia adalah rekan kerja dari Papanya Rendy yang kebetulan saja sedang berkunjung ke restoran yang sama.

"Wah ada Pak Bowo. Baru dateng apa udah selesai?" Papa Rendy menyambut dengan ramah.

"Baru selesai, Pak. Mau pulang. Ini anakmu, Pak? Cantik ya." ujar teman dari Papa Rendy.

Anna hanya melempar senyum ke arah teman dari Papa Rendy. Tak tahu ingin berkata apa setelah ia disebut anak dari orang tua Rendy. Setelah itu, mereka kembali melanjutkan acara makan yang tertunda sejenak.

"Gimana, Na? Enak gak?" tanya Mama Rendy.

"Enak kok, Ma. Enak banget. Mama sering ke sini?" tanya Anna.

"Yang sering sih Papa. Suka ajak makan client di sini." jawab Mama Rendy.

Setelah selesai menyantap makan malam, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini, tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di depan rumah Anna. Rumahnya terletak di sebuah permukiman sederhana.

"Terima kasih ya Mama, Papa atas tumpangan dan makan malamnya." ucap Anna dari balik jendela mobil.

"Iya sama-sama ya. Harusnya Papa dan Mama yang terima kasih sama kamu. Darahmu sekarang mengalir di tubuhnya Rendy. Jadi, sekarang kamu sudah menjadi bagian dari kami." ucap Mama Rendy dari dalam mobil mewahnya.

Anna melemparkan senyum ke arah Mama Rendy, "Mama bisa aja."

"Ya udah, aku masuk dulu ya, Ma. Mama sama Papa hati-hati di jalan."

"Iya, kita langsung pulang ya. Salam buat orang tua kamu."

"Iya, Ma. Daah, Mama." Anna melambaikan tangannya lalu masuk ke dalam rumahnya.

****

Suara nyanyian burung di pagi hari menghiasi suasana hari ini. Hari ini adalah satu hari setelah kejadian Rendy masuk rumah sakit. Di mana Anna harus kembali ke sekolah dengan suasana hati yang tidak mendukung. Pecahan dari butiran hati yang tak akan pernah utuh lagi. Itu lah yang dirasakan oleh Anna atas perkataan Rendy kemain.

Pukul setengah enam pagi, Anna harus sudah berangkat menuju sekolah karena jarak dari rumah Anna menuju sekolah cukup jauh. Apa lagi, dia harus mengandalkan angkutan umum untuk mencapainya. Dia juga harus bersiap untuk segala keadaan tak terduga yang bisa saja terjadi di jalan.

Sampailah Anna di sekolah sebelum bel masuk berbunyi. Beruntung tak ada kendala pada saat berangkat tadi. Biasanya, jika di pagi hari ada saja kendalanya. Salah satunya, angkutan umum yang berhenti terlalu lama di suatu tempat guna menunggu penumpang.

"Anna!" teriak Fara dari bangkunya.

Anna yang baru saja datang sedikit terkejut karena melihat keadaan yang tak biasanya ada di dalam kelas. Baru saja sampai, Anna langsung diserbu pertanyaan dari teman-teman sekelasnya.

"Rendy kenapa, Na?" tanya salah satu murid.

"Rendy gak apa-apa, Na?" tanya murid yang lain.

Rendy, Rendy, dan Rendy. Semua menanyakan bagaimana keadaan Rendy saat ini. Karena Anna adalah orang pertama yang tahu dan sedang bersama Rendy pada saat kejadian. Tapi, Anna membalasnya dengan dingin. Dia berkata bahwa dia tidak ingin memikirkan Rendy dan apapun tentang dirinya.

"Na, Rendy baik-baik aja kan?" tanya Fara.

"Baik-baik aja kok, Far." jawab Anna.

"Syukur deh. Gue pikir sampe luka parah."

"Emang parah."

"Terus lo bisa sama Rendy gimana ceritanya?" Fara bertanya kembali.

"Aduh, udah deh, Fara. Gue gak mood ngomongin Rendy." jawab Anna.

"Lo berantem lagi sama dia? Gak di mana-mana lo berantem terus. Nanti gue sama Danu mau jenguk Rendy. Lo mau ikut gak?"

"Nggak, makasih."

Selama pelajaran berlangsung. Anna hanya diam dan sesekali terlihat melamun. Fara menjadi cemas melihat keadaan Anna yang sehari-hari ceria, kini berubah menjadi muram Tapi, Anna tak bercerita apapun soal apa yang dia rasakan kepada Fara ataupun teman-teman yang lain.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang