Chapter 29

26 2 0
                                    

Masa yang tidak disukai oleh semua murid baru sudah selesai. Hari ini adalah hari di mana semua murid baru resmi memakai seragam putih abu-abu. Anna dengan semangatnya memakai seragam sekolah barunya untuk pertama kali. Kemeja putih dengan lengan panjang, rok abu-abu hingga menutupi kaki, serta hijab berwarna putih.

Hari ini juga di mana Anna pertama kali memakai hijab menutupi rambut panjangnya. Karena selama dia bersekolah sampai jenjang SMP, dia tidak mengenakan hijab. Dan kini dia sudah memantapkan diri untuk berhijab.

"Eh anak Ibu udah cantik." Ibunda Anna melihat Anna yang baru saja selesai bersiap-siap.

"Nggak ah. Aku ngerasa biasa aja." balas Anna.

"Kamu ini udah besar, nak. Wajah kamu Ibu dandanin sedikit ya."

Waktu masih menunjukkan pukul 05.00 WIB. Di mana matahari masih berusaha menampakan diri dari lelapnya malam. Anna dibawa oleh Ibunya masuk ke dalam kamar. Hijab yang masih dia kenakan di lepas sementara.

"Kok di lepas lagi, Bu?" tanya Anna.

"Ibu mau dandanin kamu. Kamu harus belajar dandan, nak."

Dengan peralatan make up sederhana, ibunda Anna mengajarkan bagaimana mempercantik diri. Tapi, bukan mempercantik agar terlihat dewasa, melainkan supaya wajah manis milik Anna tidak terlihat pucat dan lebih segar.

"Pakai hijabnya agak turun lagi seperti ini. Terus pakai ini." ibunda Anna membenarkan hijab yang Anna kenakan dan memakaikan sebuah bros.

"Aku jadi kelihatan beda ya, Bu?"

"Iya dong. Kamu kan anak ibu yang paling cantik. Ayo sarapan dulu."

Sudah tersedia makanan untuk sarapan di meja makan sederhana di rumah Anna. Pagi ini, Anna hanya menyantap sarapan berdua bersama ibunya. Karena ayahnya sudah berangkat bekerja setelah sholat shubuh berjamaah di masjid. Waktu sudah menunjukkan 05.45 WIB. Anna langsung bergegas berangkat.

"Aduh! Aku telat, Bu! Berangkat ya. Assalamu 'alaikum." Anna mencium tangan ibunya dan langsung berlari keluar rumah.

"Eh, hati-hati, nak. Wa 'alaikum salam."

Anna memakai sepatunya dengan terburu-buru. Dia berlari menuju jalan raya untuk menunggu bus yang datang. Sesampainya di halte, bus yang biasa dia tumpangi belum datang. Anna menunggu dengan cemas karena sudah sepuluh menit tak kunjung datang.

"Aduh! Telat deh gue!" Anna menggumam sambil melihat jam tangannya.

Beberapa menit kemudian, datanglah bus yang biasa dia tumpangi menuju sekolahnya. Tetapi, kali ini bus sudah penuh. Mau tidak mau Anna harus berdiri sampai tempat tujuan. Berhimpitan dengan orang-orang dengan postur tubuh lebih besar darinya. Bertahan dari para karyawan yang ingin berangkat bekerja.

Pukul 07.00 WIB, Anna telah sampai di sekolahnya. Dengan berlari sekuat tenaga mengejar pintu gerbang yang mulai menutup. Nasib sial bagi Anna, lajunya masih belum bisa menandingi laju menutupnya gerbang sekolah. Padahal dia hanya terlambat beberapa detik saja.

"Pak Pak! Jangan digembok dulu, Pak!" Anna meminta dari balik pagar.

"Kamu tau kan jam masuk sekolah jam berapa? Besok datang lagi lebih pagi." penjaga gerbang langsung meninggalkan Anna sendirian bersama pintu gerbang yang terkunci.

"Pak! Saya telat gak sampe semenit loh, Pak!"

"Pak! Tolong buka gerbangnya! Saya cuma terlambat sekian detik aja!" lanjut Anna yang masih berusaha membujuk penjaga gerbang yang pergi menjauh.

Anna merubah posisinya membelakangi gerbang. Dia menyandarkan tubuhnya ke pagar. Anna menangis karena kesal dengan penjaga gerbang tersebut. Dia bahkan sampai menutupi wajahnya dengan kedua tangannya agar tak dilihat oleh orang lain.

"Astaghfirullah!" Anna terkejut karena tiba-tiba saja ada yang memegang bahunya.

"Ngapain lo nangis di situ?" tanya murid laki-laki yang tiba-tiba saja datang menghampirinya.

"Pake nanya lagi! Gue dikunciin gak boleh masuk gara-gara telat!"

"Siapa suruh telat?"

"Ngeselin amat sih. Udah sana pergi lo!" bentak Anna.

"Bener nih? Gak mau dibantuin?"

Anna mencoba melihat murid itu dengan jelas karena masih ada air mata yang keluar. Anna mencoba untuk menahan tangisnya karena sudah ada orang lain yang melihatnya. Setelah tangisannya selesai, Anna membuka matanya dan melihat siapa murid laki-laki tersebut.

"Itu bukannya Rendy ya? Apa dia gak inget sama gue?" Anna bertanya-tanya dalam hati.

"Sekarang, lo pergi ke gerbang belakang sekolah. Gue tungguin di sana kalau memang mau dibantu. Lima menit lo gak datang, gue naik ke kelas." ucap Rendy lalu pergi meninggalkan perempuan itu.

Tanpa pikir panjang, Anna langsung bergegas menuju gerbang belakang sekolahnya. Daripada dia harus kembali lagi ke rumah karena terlambat, tak ada salahnya juga dia mencoba masuk dengan bantuan Rendy. Anna langsung berlari kecil menuju gerbang belakang sekolah. Sudah ada Rendy yang menunggunya di sana.

"Tas lo sini." Rendy mengulurkan tangannya dari kolong pagar dan mengambil tas Anna.

"Sekarang, lo panjat pagarnya. Cepetan, sebelum ada guru datang!"

"Manjat?" Anna kebingungan.

Sudah tidak ada waktu lagi, Anna mau tidak mau memilih pilihan yang sulit bagi dirinya. Memanjat pagar yang tingginya kurang lebih lima meter dengan menggunakan rok panjang. Anna memanjat perlahan, tapi nasib sial menimpa dirinya. Rok miliknya tersangkut pada saat posisi Anna sedang berada di puncak pagar tersebut. Sesekali Rendy melirik ke arah Anna yang sedang kesusahan.

BRUK!

Anna terjatuh dari atas pagar menimpa tubuh Rendy.

"Aduh, sakit!" Anna meringis menahan sakit.

"Lo gimana sih!" keluh Rendy.

"Lo yang gimana! Sempat-sempatnya lo ngintip celana dalam gue!" bentak Anna.

"Dih, siapa yang ngintip! Udah dibantuin bukannya terima kasih malah marah-marah! Bodo amat! Gue balik dulu ke kelas!" Rendy berjalan meninggalkan perempuan itu sendirian dan melambaikan tangan. "­Bye!"

Anna bangun dari jatuhnya dan berjalan ke arah bangku di area masjid belakang sekolah. Dia masih meringis kesakitan karena jatuh. Kemeja putih yang dia kenakan sudah ternodai oleh debu. Anna segera membersihkan debu yang menempel pada kemeja dan roknya. Tapi, dia masih duduk menahan sakit.

"Itu Rendy kan? Kok dia gak inget gue sih!" Anna menggumam dalam hati.

"Oh iya, gue sekarang pake hijab. Mungkin dia gak ngenalin style gue yang kayak gini." lanjutnya.

Setelah rasa sakit di tubuhnya mulai berkurang, Anna bangkit dari duduknya dan segera berlari ke kelasnya. Sialnya, sudah ada guru yang mengajar di dalamnya. Ditambah lagi, ternyata Anna satu kelas dengan murid laki-laki yang menolongnya, Rendy Adrian Mahardika.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang