Chapter 58

26 3 0
                                    

Sebuah pukulan telak diayunkan oleh Rendy tepat mengenai wajah Rian. Pukulan yang dilayangkan tak membuat Rian jatuh tersungkur, dia masih bisa bertahan dan berdiri. Rendy terlihat kalap dan tak terkendali karena melihat anugerah terindah dari Tuhan untuknya diperlakukan sangat tidak baik oleh Rian.

Rian juga tidak mau kalah. Tendangan yang sangat keras membentuh tubuh Rendy. Walaupun Rendy berhasil menahannya, tetap saja dia terpental jauh dan terjatuh di depan pintu kamar yang tadi terdobrak. Melihat Rendy tersungkur, Rian mendekati Rendy dan menghajarnya hingga keluar dari kamar.

Anna tak kuasa melihat Rendy dihajar habis-habisan oleh Rian. Dia juga tak bisa melawan karena tak cukup tenaga. Sedangkan Rheva sibuk berusaha melepaskan perekat yang mengikat kedua tangan Anna selagi Rian dan Rendy sibuk bertarung.

"Berani juga lo dateng ke rumah gue!" ujar Rian.

"Gue bunuh lo, brengsek!" berkata Rendy dalam amarahnya.

Kedua kubu saling serang dengan sengit. Tendangan demi tendangan dilayangkan ke arah Rendy. Namun Rendy tetap berusaha menahan dan menghindar karena tendangannya cukup kuat. Tapi, Rendy juga tidak ingin kalah. Kekuatan pukulannya pun telak mengenai bagian dada Rian.

"Muai-thai sialan!" Rian melanjutkan pertarungan kembali.

"..." Rendy menghela napas panjang untuk menenangkan emosinya.

Mereka kembali melanjutkan perkelahian. Kali ini, mereka berdua terlihat saling mengeluarkan jurus mereka yang sama-sama mematikan. Namun, Rendy yang harus terpaksa mengalah kali ini. Sebuah sepakan keras berhasil mengenai wajahnya dan membuatnya terpental memasuki area ruang tamu. Terlihat darah segar keluar dari kedua bibir mereka yang pecah terkena serangan.

"Yang kayak gini mau ngebunuh gue? Lemah!" ujar Rian menyulut emosi.

"Berisik! Sini lawan gue! Jangan sentuh Anna!"

Rian terasa sangat menikmati pertarungan ini. Kali ini, mereka berdua bertemu dengan lawan yang seimbang. Bertarung bebas tanpa ada orang yang memisahkan. Hanya ada Rheva dan Anna yang melihat secara langsung pertarungan mereka.

Rian terlalu fokus untuk menyerang Rendy. Dia tak sadar bahwa pertahanannya terlalu terbuka. Rendy tak mau kehilangan kesempatan. Sebuah sepakan keras berhasil mengenai kaki kiri Rian yang sedang menahan tubuhnya setelah melayangkan tendangan dengan kaki kanannya. Rian jatuh tersungkur di hadapan Rendy.

"Gue bunuh lo, Rian!"

*PRANG!*

Sebuah vas bunga yang terbuat dari kaca tebal dan mengkilap menghantam kepala Rian dengan keras hingga terpecah belah. Seketika itu, darah segar keluar dari kepalanya. Rendy yang belum puas, masih terus menghajar Rian sampai Rian tak sadarkan diri,

"Rendy! Stop! Cukup!" Rheva memberanikan diri untuk menghampiri Rendy dan menariknya menjauh dari Rian."

"Gue bunuh lo, Rian! Gue bunuh lo!" Rendy mencoba memberontak.

"Stop! Please, Rendy! Udah berhenti! Lihat aku!" Rheva memeluk Rendy dengan erat dan mengarahkan wajahnya untuk melihat dirinya.

"Rheva."

"Hei, aku di sini, Rendy."

Tubuh Rheva gemetaran dengan hebat. Saking hebatnya, bumi terasa ikut bergetar. Napasnya terengah-engah karena terkejut melihat Rian dan Rendy berkelahi dengan hebat. Rendy pun tak kuasa menahan tangisnya karena melihat orang yang sangat ia cintai dirusak oleh orang lain.

"..."

"Rendy, hei sudah. Anna gak kenapa-napa kok." ujar Rheva sambil menghapus air mata Rendy.

"..."

"Ayo sekarang kita bawa Anna keluar dari sini, ya." ujar Rheva.

"..." Rendy hanya menganggukkan kepalanya.

Rendy yang melihat Anna lemah tak berdaya langsung memeluknya dengan erat. Tubuhnya bergetar dengan kuat. Bahkan, pelukannya tak bisa meredam getaran yang dihasilkan oleh tubuh Anna. Deras air mata yang keluar dari bola mata milik Anna yang indah. Wajah manisnya kini berubah muram dengan lebam di kedua matanya.

Tangisannya pecah dan makin menjadi karena melihat Rendy babak belur dibuat oleh Rian walaupun sejatinya Rendy yang memenangkan pertarungan. Anna dan Rendy berjalan perlahan keluar dari rumah milik Rian dibantu oleh Rheva. Rheva yang melihat pengorbanan yang begitu besar dari Rendy terhadap Anna membuat Rheva semakin merasa bersalah.

"Mau aku anter pulang, Na?" tanya Rendy.

"..." Anna menggelengkan kepalanya.

"Ke rumahku dulu aja, gimana?" Rheva mencoba menawarkan.

"..." Anna tetap menggelengkan kepalanya.

"Jangan tinggalin aku, Rendy. Please, jangan jauh dari aku!" Anna mengeratkan pelukannya.

"Iya, Anna. Jadi, kita mau ke mana? Ke rumahku?" tanya Rendy.

"..." kali ini, Anna menganggukkan kepalanya.

"Ya udah kalian berdua hati-hati di jalan. Aku cuma bisa antar sampai di sini." ujar Rheva.

"Makasih banyak, Va. Kalau gak ada kamu, mungkin Anna sudah lebih parah keadaannya." ujar Rendy.

"Iya, sama-sama."

Rendy segera melajukan motornya dengan cepat agar bisa keluar dari area rumah dari Rian. Anna yang duduk di belakang Rendy tak mengendurkan pelukannya sedikitpun. Tangisannya juga belum berhenti. Dia masih terbayang oleh perkelahian antara Rian dan Rendy yang membuat Rendy terluka dan babak belur di bagian wajah.

****

"Ya ampun, Rendy! Anna! Kalian kenapa!" Mama terkejut melihat kedatangan Rendy dan Anna.

"..." Anna masih terdiam tak bicara.

"Ma, ceritanya nanti dulu deh. Bawa masuk Anna dulu." ujar Rendy.

"Ayo, nak. Nanti cerita di dalam ya." ujar Mama kepada Anna.

"..." Anna hanya menganggukkan kepalanya.

Mama dan Rendy membawa Anna masuk ke dalam rumahnya. Anna dipersilahkan duduk di ruang keluarga yang mana di ruangan itu terdapat sofa yang memanjang. Tak lupa pula Mama mengambilkan segelas air untuk Anna.

"Loh, Rendy. Gak sekolah?" tanya Papa sedikit terkejut.

"Eh, Papa. Aku kira udah berangkat." ujar Rendy.

"Kamu kenapa babak belur begini?" tanya Papa seraya melihat luka di sekujur wajah Rendy.

"Diminum dulu, nak." Mama memberikan air untuk Anna.

"..."

"Ya ampun, Anna! Badan kamu gemetaran begini. Keringat dingin kamu keluar. Ini ada apa? Rendy juga kenapa luka-luka begini?" Mama dibuat heran melihat Anna dan Rendy.

"Mama... Tadi, Rendy nolongin aku..." ujar Anna dengan terbata-bata.

"..."

Akhirnya, Rendy pun angkat bicara. Anna yang masih merasakan trauma mendalam, tak bisa melanjutkan keterangan yang diberikan. Dengan sedikit menahan sakit pada bagian bibirnya, Rendy menceritakan kronologi yang ia alami. Papa dan Mama mendengarkan dengan baik dan sedikit bangga terhadap anaknya.

"Benar begitu, Anna?" tanya Papa kepada Anna.

"..." Anna menganggukkan kepalanya.

"Ya sudah. Kamu sementara nginep di sini dulu aja ya. Takutnya Rian itu balik lagi nyariin kamu ke rumah." ujar Mama.

"Iya, Ma. Itu yang aku takutin. Tapi, ibuku gimana?"

"Biar nanti Mama dan Papa yang kabarin ibumu ya. Ibumu juga berhak tau apa yang terjadi dengan anaknya." ujar Mama.

Mama dan Papa meminta agar Anna sementara tinggal di rumah ini hingga situasi menjadi lebih baik. Bukan tanpa sebab mereka memperbolehkan Anna untuk tinggal sementara. Karena pada masa yang sudah lalu, Anna juga rela mengorbankan sebagian darahnya untuk mengalir di tubuh Rendy sekarang. Tapi, kisah cinta mereka berdua belum berakhir.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang