Chapter 50

26 3 0
                                    

Suara merdu dari nyanyian seekor hewan bertulang belakang yang memiliki bulu dan sayap membangunkan Rendy dari tidurnya. Dilihatnya dari jendela, bintang pusat tata surya sudah bertengger di timur arah mata angin. Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Itu artinya Rendy benar-benar kesiangan.

"Yah, kesiangan." ujar Rendy seraya melihat jam di telepon genggamnya.

"Kenapa, Ren?" tanya Anita dengan suara serak.

"Kesiangan aku, Kak." jawab Rendy.

"Sekarang jam berapa emang?" tanya Anita.

"Jam tujuh."

"Aduh! Aku ada kelas jam delapan!" Anita langsung membuka matanya lebar-lebar dan bergegas menuju kamar mandi.

Anita segera membersihkan diri selama sepuluh menit. Rekor tercepat daripada hari-hari lalu. Biasanya, membutuhkan waktu dua puluh atau tiga puluh menit untuk Anita membersihkan diri. Dia sangat terburu-buru kali ini.

"Kamu cepetan gantian mandi!" ujar Anita.

"Kan aku gak sekolah." jawab Rendy.

"Kamu anterin aku, Ren! Bisa telat aku kalau naik umum!" Anita terlihat panik.

"Iya iya."

Rendy dengan malas beranjak dari atas ranjang miliknya. Tubuhnya masih terasa lemas dan matanya masih berat untuk terbuka lebar. Setelah mandi, rasa kantuknya berubah menjadi segar dan rasa itu hilang seketika. Rendy langsung bersiap dan berpakaian.

Tak lupa Rendy memanaskan sepeda motor berlogo sayap miliknya sebelum berangkat. Setelah berpamitan dengan Mama, Rendy dan Anita segera berangkat dari rumah menuju kampus di mana Anita menuntut ilmu. Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit dari rumah Rendy menuju kampus. Anita bisa bernapas lega karena dia tidak terlambat mengikuti kelas.

"Makasih ya, Ren. Kamu hati-hati di jalan."

"Iya, Kak. Pulangnya mau dijemput?"

"Gak usah. Kamu nanti temuin Rheva sama Anna aja setelah mereka balik sekolah." ujar Anita.

"..."

"Jelasin semua sama mereka ya." ujar Anita seraya menepuk bahu Rendy.

"Iya, Kak. Aku ngumpulin keberanian dulu. Aku agak deg-degan."

"Dah, Rendy!" Anita melambaikan tangan sambil berjalan masuk ke area kampus.

Rendy memacu sepeda motornya dengan cepat meninggalkan area kampus. Tak sabar dia ingin menyantap sarapannya yang belum terjamah sama sekali. Sarapan buatan mamanya yang tak bisa disamakan dan tak bisa ditandingkan dengan masakan yang lain.

****

"Hai, Va." sent.

"Iya, Ren. Kamu gak masuk ya? Aku gak liat motor kamu dari pagi." received.

"Iya, aku kesiangan. Padahal niatnya hari ini aku mau bicara langsung soal permintaan kamu kemarin." sent.

"Oh, kamu udah dapat jawabannya buat aku, Ren? Ya udah nanti kita ketemu aja ya." received.

"Iya nanti pas pulang sekolah, aku kesana." sent.

"Hari ini, kita balik pas istirahat makan siang. Semua guru mau rapat." received.

"Oh, gitu. Ya udah, aku nanti langsung ke sana ya. Selamat belajar, Rheva." sent.

Setelah berbalas pesan dengan Rheva, Rendy menaruh telepon genggamnya di atas ranjang. Rendy duduk di depan komputernya dan bermain game online favoritnya untuk mengisi waktu yang kosong. Beberapa menit kemudian, telepon genggam milik Rendy berdering. Ada nama Danu di layar ponselnya.

"Halo, Nu."

"Eh, centong warteg! Lo ke mana gak masuk?"

"Gue kesiangan, sikat WC!"

"Eh, lo udah tau belom? Anak kelas kita ada yang jadian sama ketua OSIS."

Rendy menghela napas panjang, "Anna, kan?"

"Eh, kok lo tau?"

"Lo ketinggalan berita gosip, Nu."

"Lo juga jadian sama Rheva gak bilang-bilang."

"Apaan! Siapa yang bilang gue jadian!"

"Woi woi! Santai aja, sempak bagong! Anna barusan cerita sama gue."

"..."

"Ren... Halo..."

"Ngomong apa lagi dia?"

"Cuma itu aja kok, Ren."

*KLIK!*

Telepon ditutup sepihak oleh Rendy. Napas Rendy menjadi tak beraturan. Luapan emosi yang sudah memuncak namun tak bisa disalurkan. Tak cukup tega Rendy ingin meluapkannya pada Anna karena perkataan tak terbukti benarnya. Rasa cinta yang besar terhadap Anna membuat Rendy menjadi tak berdaya dengan kenyataan yang baru saja dia alami. Belum ada jawaban dari Rendy mengenai permintaan Rheva, namun berita Rendy sudah berpacaran dengan Rheva sudah sampai di telinga teman sekelasnya.

Karena emosinya yang memuncak, Rendy memutuskan untuk berangkat menuju sekolahnya pada saat itu juga. Padahal, masih ada waktu satu jam tiga puluh menit menuju waktu istirahat siang.

Rendy masuk ke area sekolah melalu gerbang belakang sekolahnya. Seperti biasa, dia memanjat pagar lalu masuk ke dalam area masjid. Rendy berjalan perlahan menuju taman yang ada di samping sekolah. Sebuah bangku taman yang berhiaskan bunga di sekelilingnya.

"Temuin aku di taman dekat masjid sekolah!" sent to Anna.

"Ada apa?" received.

"Aku tunggu kamu di sini! Aku ingin bicara!" sent.

Tak lama kemudian, ada sesosok murid perempuan dengan hijab putih cerah menghampiri Rendy yang sedang duduk sendiri. Dengan perasaan yang bercampur menjadi satu, Rendy memberanikan diri membuka pembicaraan.

"Kamu bilang ke Danu kalau aku jadian sama Rheva?"

"..."

"Anna." Rendy memegang tangan Anna.

"Iya, aku bilang ke Danu."

"..."

"Kapan kamu jadian?" tanya Anna.

"Gak pernah! Gak ada yang spesial antara aku sama Rheva, Na."

"Kalau gak ada, kenapa kamu mau sampai dipeluk sama dia!" Anna mulai meninggikan nada bicaranya.

"Karena dia aku anggap hanya sebagai sahabatku, Na!"

"..."

"Yang gak aku habis pikir, kamu kasih aku ini." Rendy mengeluarkan sebuah burung kertas merah muda dari sakunya. "Lalu kamu bisa nerima Rian jadi pasanganmu. Apa maksud kamu!"

"Karena aku liat kamu dipeluk mesra sama Rheva!" Anna mulai menangis.

"..."

"Tak ada hal yang lebih menyakitkan daripada melihat orang yang kita cintai dipeluk oleh orang lain." air mata mulai membasahi wajah Anna.

"Terus, gimana perasaanmu sama Rian sebenarnya?" tanya Rendy.

"Gak ada. Aku anggap dia seperti teman biasa. Aku terima dia karena ngeliat kamu." jawab Anna.

"Sebenarnya, aku juga sayang sama kamu, Anna. Bahkan lebih dari sekedar sayang. Kamu adalah anugerah terindah dari Tuhan untukku." ujar Rendy.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang