Chapter 28

24 2 0
                                    

"Ssst! Hei!"

Seorang murid laki-laki memanggil Anna dari tempat duduknya yang terletak di samping meja yang ditempati Anna. Anna langsung menoleh dan mengangkat kepalanya.

"Lo gak apa-apa?" tanya dia.

"Nggak. Nggak apa-apa." jawab Anna.

"Danu." dia mengajak Anna berkenalan dan berjabat tangan.

"Anna."

****

"Semua anak baru kumpul di tengah lapangan sekarang!"

Suara teriakan dari seorang senior membuyarkan konsentrasi para murid baru di siang itu. Matahari sudah ada tepat di atas kepala. Semua murid turun ke lapangan dengan bersama-sama. Anna pun mau tak mau harus menuruti apa kata mereka.

"Oke semua turun ke lapangan ya. Tas kreseknya di bawa. Jangan ada yang ketinggalan." ujar Mario.

Anna membereskan barang-barangnya dan dimasukkan ke dalam tas kresek miliknya, Sebenarnya, Anna juga bingung mengapa diharuskan membawa semuanya, padahal waktu pulang sekolah masih panjang. Tapi, dia menurut saja karena takut.

Anna keluar dari kelasnya dan tak sengaja melihat seorang murid laki-laki yang tadi menjadi bahan pembicaraan kaum hawa. Laki-laki itu terlihat berjalan dengan santainya. Tiba-tiba saja Anna dikagetkan oleh seseorang dari belakang.

"Hayo! Lo ngeliatin cowok kelas pojok ya? Saingan lo banyak. Mundur aja mendingan." ujar Danu.

"Eh, nggak kok. Gak sengaja aja dia lewat dan gue liat." ucap Anna seraya melanjutkan lajunya menuju lapangan.

Cuaca siang ini sangatlah cerah. Sang matahari menyiramkan sinarnya tanpa jeda oleh awan. Tak ada angin yang berhembus walaupun pelan. Dahan dari pepohonan sekitar sekolah tak ada yang menari. Anna dan yang lain terlihat kelelahan.

Ternyata, semua murid baru diperiksa kelengkapannya. Tapi, tak sedikit juga para senior yang mencari-cari kesalahan. Ada yang tidak memakai nametag, bahkan yang mengalihkan pandangan pun kena hukuman.

"Hei, kamu!" Mario menunjuk Anna.

Jantung milik Anna berdetak dengan kencang. Tiba-tiba saja Mario menunjuk dan memanggilnya. Padahal, dia memakai atribut lengkap. Anna hanya bisa berdoa dalam hari agar tak terjadi sesuatu padanya. Tapi, nasibnya masih kurang baik.

"Sini kamu maju! Kamu gak inget punya salah!" bentak Mario.

Anna maju ke depan berbaris dengan murid yang akan terkena hukuman. Bisa dibilang terpaksa menerima hukuman karena kesalahan yang dibuat-buat oleh para senior.

"Tau kan apa salah kamu?" tanya Mario.

"Nggak, Kak." jawab Anna.

"Karena tadi kamu dipanggil tapi gak jawab! Paham!"

"I... Iya, Kak." Anna mulai gemetar ketakutan.

Semua murid yang terkena hukuman kini disuruh untuk berjalan jongkok mengelilingi lapangan. Tanpa sadar, lelaki yang diperhatikan oleh Anna kini memperhatikan Anna yang sedang dihukum.

Sedangkan Mario, dia belum puas menghukum Anna. Dia bersama Daffa memeriksa isi tas kresek milik Anna. Dia ingin terus mencari kesalahan agar bisa mengerjai Anna sampai dia puas. Dan dia menemukan sebuah telepon genggam buatan Finlandia dari dalam tas milik Anna.

Lelaki yang diketahu bernama Rendy itu menghentikan langkahnya karena melihat Mario dan Daffa menemukan sebuah telepon genggam. Dia penasaran apa yang akan mereka berdua lakukan.

"Sini kamu!" Mario memanggil Anna yang sedang berjalan jongkok untuk menghadapnya segera.

"Siapa yang suruh jalan berdiri!" bentak Daffa.

"Ada apa sih?" salah satu teman mereka pun ikut menghampiri.

"Nih liat gue nemu apa, bro?" Mario memperlihatkan telepon genggam temuannya.

Anna sudah pasrah karena ketahuan membawa telepon genggam. Padahal sudah jelas peraturan yang dibuat bahwa murid baru selama masa orientasi tidak diperbolehkan membawa alat komunikasi. Anna sudah lemah tak berdaya di depan para senior yang sedang seperti singa bersiap memangsa buruannya yang sudah menyerah.

"Bawa apa ini kamu!" bentak senior itu sambil menggengam sebuah handphone.

"HP, Kak." jawab Anna.

"Udah tau kan selama MOS gak boleh bawa HP!"

"Tapi, saya butuh, Kak. Buat hubungin keluarga saya." Anna mulai gemetar dan menahan air matanya.

"Alasan!"

BRAK!

Mario membanting telepon genggam milik Anna. Hingga baterai dari telepon genggam tersebut keluar dari cassing yang juga ikut berhamburan. Suara langkah kaki terdengar pelan dan mendekat. Tiba-tiba saja ada seorang murid laki-laki mengambil dan memasangkan telepon genggam milik Anna kembali ke sedia kala.

"Ini, masih nyala kok." Rendy memberikan handphone tersebut kepada Anna.

"Dan lo semua! Lo inget baik-baik! Jangan pernah lo kasar sama perempuan! Ngerti!" Rendy menunjuk para senior itu satu persatu.

Tanpa pikir panjang, senior itu melayangkan pukulan ke arah Rendy dan membuatnya terjatuh tersungkur ke tanah. Anna hanya bisa berteriak histeris ketika Rendy dipukuli oleh para kawanan senior tersebut. Tapi, Rendy bisa membalasnya. Hingga akhirnya perkelahian mereka berakhir dan Rendy harus digiring ke ruang OSIS.

****

Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi dan semua murid berhamburan keluar. Tapi, tidak dengan Anna. Dengan mata yang sembab karena tangisannya hari ini, Anna mengeluarkan sebuah kertas origami berwarna merah muda. Anna menuliskan untaian kalimat di dalamnya lalu melipatnya menjadi berbentuk sebuah burung kertas.

Anna berjalan sambil melihat ke arah ruang kesiswaan. Ternyata Rendy belum keluar dari sana. Anna juga cemas dan merasa bahwa Rendy akan terancam dikeluarkan. Anna mendapatkan kabar bahwa Mario terluka akibat perkelahian. Dan kini, sampailah Anna di depan kelas Rendy.

"Ngapain kamu di sini?" tanya seorang senior perempuan dengan nama 'Rheva Rahmadhani' yang ada di badge seragamnya.

"Maaf, Kak. Aku mau taruh ini di mejanya Rendy." Anna memperlihatkan sebuah burung kertas berwarna merah muda.

Rheva melihat burung itu dan membukanya. "Hhmm... Kata-katanya ada yang kurang deh kayaknya. Tambahin nih."

"Tambahin apa, Kak?" tanya Anna.

"Tambahin 'Jika kita bertemu, izinkan aku untuk menemanimu. Izinkan aku untuk bersamamu. Izinkan aku untuk melangkah di sampingmu pada saat suka maupun duka. Jika memang kamu mengizinkan, kita pasti bertemu.' gitu." ujar Rheva.

"Malu ah, Kak."

"Emang kamu gak mau ketemu dan deket sama Rendy?" tanya Rheva.

"Bukan gitu, Kak."

"Malu-malu deh kamu. Devi." ujar Rheva sambil melihat nama dari nametag milik Anna.

"Anna, Kak."

"Iya, Anna. Mejanya Rendy yang di sana ya."

****

Setelah menaruh burung kertas merah muda itu, Anna turun dan duduk dekat ruang kesiswaan. Tak lama kemudian, keluarlah Rendy dari sana. Terlihat wajahnya yang murung dan kesal. Mungkin karena dia mendapatkan siraman rohani di hari pertamanya bersekolah di sini.

"Ngapain lo masih di sini?" tanya Rendy seraya menghampiri Anna.

"Nungguin lo." jawab Anna.

"Ngapain?"

"Gue mau bilang terima kasih." Anna berdiri dan menatap Rendy dalam-dalam sambil tersenyum manis ke arahnya.

"Nama lo Rendy, kan?" Anna memegang bahu Rendy. "Gue akan selalu inget kok. Terima kasih. Rendy. Gue balik ya." Anna berjalan perlahan meninggalkan Rendy yang berdiri mematung melihatnya sampai hilang dari pandangan.

Burung Kertas Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang