#46 Romantic Letter

4K 198 13
                                    


Dinda POV

Waktu sangat cepat sekali. Tak terasa sekarang sudah tanggal 1 Maret, berarti kurang lebih satu bulan untukku belajar efektif untuk mempersiapkan Ujian Nasional. Belajar di sekolah, di rumah, dan tentunya belajar di tempat lesku.

Jadwalku untuk mengikuti les di luar itu setiap hari selasa dan kamis, tepatnya selesai bimbel di sekolah. Lelah? Pasti. Tapi, ya namanya juga berjuang demi masa depan. Jadi harus ada usahanya sendiri.

"Din, lu les gak hari ini?" Tanya Anas padaku yang sibuk sedang membereskan buku di atas meja selesai bimbel tadi.

"Iya, Nas. Hari ini les lah, mau bego matematika kita? Hahaha....." gelak tawa kami jika sudah membahas pelajaran matematika. Ya, memang di kelas kami, khususnya angkatan 22 di sekolah kami, semua udah gimana gitu rasanya kalau lihat yang namanya matematika. Tapi, mau gimana lagi, itu termasuk pelajaran utama di Ujian Nasional, jadi harus benar-benar dipelajari.

"Hahaha....i know right. Ternyata lebih susah pelajaran matematika daripada pelajaran sejarah, Din." Sahut Anas lagi. Lah? Apa bedanya dah? Hahaha.....

"Lah? Emang ngapa? Kok lebih susahan matematika daripada sejarah?" Tanyaku bingung dengan saudara beda daerah ini.

"Karena memperhitungkan masa depan, gak semudah mengenang masa lalu, Din." What the.....

"Wuanjirrr, kalau itu emang susah dodol, hahaha....." astaga, memang Anas ini selalu saja aneh-aneh perkataannya itu.

"Hahaha.... kalau boleh jujur nih ye, mengenang masa lalu itu sakit, sist." Duh, jadi masuk ke sesi cuhat saudaraku ini.

"Sakit sih emang, tapi masa lalu buat pelajaran juga, Nas." Nasehatku pada, karena tak semua masa lalu itu indah dan menyenangkan, pasti ada luka juga yang tersisa, bahkan sangat susah untuk dilupakan.

"Uluh-uluh, iya dah ya, yang udah ada pengganti masa lalu mah." Duh, malah bahas ke masalah pribadi ini mah.

"Hahaha... sa aee lah lu mah. Ah, nanti juga lu ketemu buat calon masa depan."

"Amin-amin. Kayanya punya lu yang sekarang ini, udah pas banget buat calon masa depan, Din."

"Wuahh, amin-amin, Nas." Kataku mengaminkan apa yang diucapkan oleh Anas padaku, setiap kata yang keluar dadi mulut ataupun yang tak sengaja diucapkan itu adalah sebuah doa. Dan, kuberharap itu menjadi nyata.

Ia pun tertawa saja mendengar aku semangat sekali mengaminkan apa yang dia ucapkan itu. Aku pun kembali membereskan barang-barangku masuk ke dalam tas, untuk bersiap-siap pergi ke tempat les kami.

"Oh iya, Delpiero ikut les gak hari ini?" Tanya Anas sambil kita berdua berjalan menuruni tangga lantai 2.

"Ikut tadi dia bilang ke gue, Nas." Jelasku padanya.

"Tapi, sekarang dianya ke mana dah? Kok tadi gak ada di kelas, Din?"

"Kaya lu gak tahu si Delpiero aja sih. Kalau udah jam pulang sekolah, dia udah ngibrit ke bawah, beli makanan sama Rivaldes, Theo." Ya, memang bukan hanya kami berdua yang ikut les matematika, melainkan ada sahabatku juga, si Delpiero.

"Ya udah, kita nyusul Delpiero aja dah." Kami berdua pun berjalan ke arah luar sekolah.

Sudah banyak abang-abang makanan yang berjualan makanan di area luar sekolah kami ini. Kami berdua pun mulai mencari sesosok laki-laki yang kami cari. Empat pasang mata mulai menyisir di mana keberadaan anak tersebut.

"Eh, itu tuh, di sana Delpiero nya!" Celetuk Anas sambil jarinya itu menunjukkan tepat laki-laki itu yang sedang asiknya memesan makanan pada abang-abang siomay itu.

Love Story In Paskibra With ArmyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang