Pagi itu aku Tengah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Telah selesai mencuci piring dan memasak. Tak lupa aku tengok dulu Bundaku di kamarnya. Bunda nampak tenang dalam tidurnya.
"Bunda istirahat lah Jangan lupa ya obatnya diminum. Oh ya nanti hari Minggu Bunda sudah mulai menjalani terapi terapi. Bunda harus sembuh ya?? jangan meninggalkan aku sendiri," aku terdiam dan tiba tiba teringat akan sosok yang selama ini aku rindukan. Meskipun aku tidak pernah melihat rupa ayahku, tapi aku percaya kalau dia adalah seorang yang rupawan seperti aku. Kadang aku terkekeh sendiri jika sudah berhayal tentang ayah.
"Andaikan Ayah masih hidup.. sudah pasti kini Ayah sedang menjaga Bunda sekarang. aku harap bunda akan berhenti dari pekerjaannya. untuk memikirkan kesehatannya. toh selama ini segala keperluan ku sudah terpenuhi,"
"jika memikirkan tentang biaya sekolah dan kuliah ku nanti, kurasa tabungan kami juga sudah cukup untuk menghidupi kami jika hanya berdua saja. Jika aku juga bekerja tentunya. kuharap, Bunda segera sehat dan segera pulih itulah yang kuharapkan," ucapku dalam hati Lalu setelah itu aku membereskan meja makan.
Tak lupa aku membawakan makanan untuk bunda dan menaruhnya diatas nakas yang berada di dekat tempat tidur Bunda. Setelah itu aku bergegas pergi.
Saat aku sampai di depan pintu, aku teringat sesuatu. Akupun berbalik dan mencium tangan bunda. Biasanya sebelum pergi aku tidak pernah lupa untuk mencium tangan Bunda .
"Bunda aku berangkat sekolah dulu ya??"
lalu Bunda membuka matanya sedikit dan berkata "hati-hati dijalan nak. Apa perlu Bunda antar??"
" tidak usah Bunda," sahutku sambil memberikan senyuman seikhlas mungkin. Mencoba menyembunyikan kecemasanku akan kesehatan wanita yang telah melahirkanku enam belas tahun lalu ini.
"aku bisa pergi sendiri, nanti juga elyas akan menjemputku," sambungku sambil mencium pipi bunda.
" Ya sudah hati-hati di jalan ya nak,"
" Bunda juga hati-hati dirumah. Jaga kondisi bunda. jangan lupa diminum obatnya. Jangan terlalu lelah rumah sudah aku bereskan dan peralatan dapur juga sudah Aku bersihkan aku pergi Bunda Assalamualaikum,"
" Waalaikumsalam" sahut Bunda.
***
Sesungguhnya semalaman aku tidak tidur dengan nyenyak. hingga pagi mataku tidak juga mau terpejam.
Dan sebenarnya aku juga tidak tidur saat Rafkaa membersihkan rumah mencuci piring atau memasak dan sebagainya.Aku mendengarnya dengan jelas. Suata piring piring yang beradu, suara keran yang menyala, juga suara Rafka yang sedang memasak di dapur.
Sebetulnya aku sangat ingin membantu nya. Tapi keadaan membuatku hanya bisa berdiam diri. Tubuhku terasa kaku. Kepalaku terasa berat. Aku benar benar lemah kali Ini.
Bagai mana bisa aku membantunya?? Sedangkan untuk bisa bangkit dari tempat tidur saja aku tidak bisa .
Akhirnya aku memilih untuk memejamkan mata tapi aku tidak tidur. Bahkan aku mendengar suara Rafka saat ia berbicara tentang ayahnya. Jujur itu sangat menyayat hati. Ingin rasanya aku mengatakan bahwa Ayahnya masih hidup. Tapi aku merasa kalau sekarang belum waktunya.
Mungkin, nanti ketika waktunya telah tiba aku akan mengatakannya. Mengatakan semuanya yang sebenar benarnya. Aku akan segera berbicara padanya prihal ayah nya.
Dan soal penyakitku, sudah aku katakan bukan?? Kalau Aku tidak akan menyerah pada penyakitku aku akan berjuang demi demi Rafka.
Aku akan berjuang untuk sembuh, demi melihat tawanya, melihat dia lulus SMA, melihat dia berangkat kuliah, membantunya dalam mencari inspirasi dalam mengerjakan skripsinya , mencari pekerjaan, mendengar ceritanya saat dia jatuh cinta, membatunya menyiapkan pernikahannya , Melihat dia memilikki anak dan sebagainya.
Selama ini aku hanya hidup bersama Rafka dan Sofi. Jadi siapa lagi yang aku punya selain mereka. Tapi Sekarang Sofi sudah memiliki hidupnya sendiri.
Kadang juga aku merindukan Sofi . Tapi Sofi sekarang harusnya sudah disibukan dengan hidup nya yang baru.
Kini dia meneruskan untuk menjaga Panti Asuhan Milik ibuku dahulu.
Kembali lagi pada putraku. Kurasa aku Harusnya bersyukur karena memiliki anak seperti Rafka. karena aku memiliki seorang Putra yang sangat baik. Dia sangat pengertian. Tidak akan pernah habis rasa syukur ku pada Allah karena dia telah menghadirkan Rafka di hidupku. Aku juga merasa bahagia karena telah berhasil mendidik dia menjadi anak yang mandiri.
Bahkan pagi ini dia berinisiatif sendiri untuk bangun lebih pagi dari biasanya hanya untuk menyiapkan sarapan ku, menyiapkan obat ku dan sebagainya.
Aku berjanji pada diriku kalau aku akan segera sembuh dan Bangkit dari tempat tidur ini.
Ohya tadi dia mengatakan tentang terapi yang harus ku jalani. Mungkin aku akan menurut saja, karena jika aku menolak dia pasti akan menceramahi ku seperti biasanya, jika aku sakit atau seperti biasa yang aku lakukan saat dia sakit.
Terkadang senyuman tercipta saat aku mengingat betapa polosnya dia, betapa penurutnya dia. Terutama saat aku menceramahi nya dari dulu hingga dia sudah sebesar ini.
Andai waktu dapat diulang , Rafli kamu akan benar benar yakin kalau dia anakmu. Harusnya kamu memang percaya. Karena sifatnya , wajahnya, cara berjalannya, itu semua sangat mirip dengan dirimu.
Apalagi warna bola matanya, matanya sangat persis seperti matamu. Padahal aku ibunya, tapi yang mirip denganku Dari Dirinya hanya Hidungnya. Eh, tunggu bibirnya mirip denganku. Sedang sisanya hampir semuanya mirip dengan dirimu.
Sikapnya yang penyayang, juga mirip denganmu dia benar-benar putramu Rafli. Aku tersenyum, membayangkan betapa sangat bodohnya dirimu karena meragukan dirinya. jika nanti kau bertemu dengannya kau akan menganggap kalau dia adalah saudara kembarmu hanya berbeda versi. Dia adalah dirimu versi 16 tahun.
Buah akan jatuh tidak jauh dari pohonya bukan?
-Karina to Rafli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Demi Rafka (SELESAI. PART LENGKAP)
Spiritual#6 SPIRITUAL [02 AGUSTUS 2018] #4 SPIRITUAL [04 AGUSTUS 2018] #3 SPIRITUAL [18 AGUSTUS 2018] Baca saja ya kawan :))