BAG XLI

10.8K 470 0
                                    

"Berhentilah bertanya. Berisik !!"

Pesan singkat itu sukses membuat air mata ku mengalir membasahi pipi. Kak Rafli tidak pernah seperti itu membalas pesanku. Ada apa ini? Apakah ada yang salah dari diriku?

"Munkin memang kak Rafli sedang sibuk," ucapku pada diri sendiri berusaha berfikir positif.

Aku masih menunggu kepulangan suamiku di ruang tamu. Mundar  mandir ke depan dan kebelakang memastikan makanan masih hangat dan suamiku sudah pulang atau belum.

Cemas? Tentu saja aku sangat cemas. Aku tak tahu Apa yang terjadi hari ini hingga semua terasa begitu aneh bagiku. Tiba tiba saja sikap suamiku berubah menjadi sangat dingin.

Aku terus saja berdiri di ambang pintu dan sesekali berjalan ke belakang untuk memastikan makanan masih dalam kondisi baik untuk di makan. Tak terasa hal itu aku lakukan hingga jam menunjukan hampir pukul satu dini hari, barulah terdengar suara mobilnya memasuki pekarangan rumah tanda ia sudah pulang.

Seperti biasa aku segera Membukakan pintu dan menyambutnya dengan senyumanku.

Tapi kali ini raut wajahnya terlihat berbeda. Tidak ada salam yang ia ucapkan, tidak ada kecupan manis di keningku, tidak ada senyumannya bahkan, dia tidak mengizinkan aku menyalami tangannya. Ia hanya berjalan melewatiku tanpa melirik ataupun tersenyum.

Dari matanya terlihat ia seperti habis menangis, dari wajahnya penuh dengan kekesalan, kemaraha serta kekecewaan.

"Kakak kenapa?" Tanyaku padanya. Tapi ia tidak menjawab.

"Kakak mau makan? Biar aku hangatkan dulu ya makanan nya. Tadi aku masak-" jelasku sambil mengekor di belakang nya. Namun sebelum aku selesai menjelaskan, ia menoleh dengan tatapan tajam-nya.

"Gak usah sok baik," potong Rafli.

"Etah, kakak kenapa?" Tanyaku lagi.

Ia tidak menjawab, atau bahkan tersenyum. Menatapku pun tidak. Ia berjalan ke sofa dan melepas sepatunya di sofa. ia nampak kesusahan melepas sepatunya sehingga aku mencoba membantunya. Akan tetapi ia malah berdiri dan mungkin tidak sengaja menginjak tanganku. Ya aku berfikiran positif kalau ia tidak sengaja.

"Adah.. Kakak kenapa?" Tanyaku lagi sambil memegang tanganku yang tadibia injak. Mataku mulai memanas dengan perlakuan kak Rafli. Sakit di tanganku tidak seberapa. Tapi sakit di hatiku luar biasa.

"Apa Kamu benar benar hamil ?!!!!" Tanya kak Rafli dengan nada yang cukup tinggi membuatku terkejut dan memaku di tempatku.

Aku tidak berani menatap matanya. Ia nampak begitu marah. Aku sangat terkejut dan hanya sanggup mengangguk.

Aku tidak pernah melihat suamiku semarah ini. Tapi aku tak tahu apa alasannya begitu marah padaku? Padahal tadi pagi dia masih baik bik saja. Kenapa sekarang ia jadi seperti ini?

"SAYA TIDAK HABIS FIKIR !!! KEMANA KESETIAAN MU KARINA?!!!" Bentak suamiku di depan wajahku yang otomatis membuat wajahku menengadah menghadap tepat di depan wajahnya. Membaals tatapan tajamnya dengan tatapan senduku.

"Kesetiaan? Apa hubungannya dengan kehamilan? Kenapa bertanya seperti itu? Bukankah anak ini adalah tanda kesetiaan?" Protesku.

Demi Rafka  (SELESAI. PART LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang