BAG XLIII

12K 570 9
                                    

Jika di tanya aku akan pergi kemana? Aku juga tak tahu harus kemana. Aku takkan kembali ka Bandung dan merepotkan ibu lagi.

Sedangkan kini aku tak membawa uang banyak. Aku hanya membawa uang yang aku bawa dari Bandung beberapa bulan lalu. uang yang aku kumpulkan sejak sebelum menikah.

Jika di tanya kenapa aku tidak membawa uang dan segala fasilitas dari kak Rafli, ya karena aku memang tidak berhak membawanya. Ini diriku. Aku tidak menjual waktuku selama beberapa bulan ini. Aku menikah dengan kak Rafli bukan karena materi, tapi murni karena aku mencintai kak Rafli. Jadi aku rasa tidak perlu dia memberikan uang sebanyak itu untukku.

Jika dia memberikan uang itu untuk anak nya? Maka ku rasa dari pada ia memberiku uang, lebih baik dia hadir untuk menyayangi anaknya. Bukan malah menyuruhku pergi.

Aku tidak mengerti apa yang salah dariku. Apa yang salah dengan kehamilanku? Apa yang salah dengan anak ini? Apa alasannya ia menyangsikan ayah dari putranya sendiri?

Wallahi... Aku tak tahu apa yang terjadi. Aku tak tahu kemana hilang nya janji dan sumpah setianya?
Janji-nya pada ibu untuk tidak membuat aku menangis. Janjinya untuk selalu ada bersamaku. Kemana semua itu?

-aku berharap ini hanya mimpi. Aku pasti akan segera bangun tapi entah mengapa mimpi ini tak berakhir juga?

***

saat ini aku masih berada di depan loket karcis kereta. Masih menimang nimang hendak kemana aku pergi?

Saat sudah membulatkan tujuan ku, tiba tiba ponselku bergetar. Tertera nomor adit di layar ponselku. Segera saja aku geser ikon telepon berwarna hijau itu.

"Assalamualaikum hallo kak Rin?" Ucap suara di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam, iya Dyt?" Jawabku.

"Ibu sekarat kak," ucap Adit dengan nada paniknya yang khas.

"Astaghfirullah, kakak ke Bandung sekarang," ucapku tanpa fikir panjang lagi langsung saja ku beli tiket dengan tujuan ke Bandung.

Di tengah jalan saat menunu kebandung Adit kembali menelfonku. "Assalamualaikum, kak ibu wafat," ucap Adit di seberang sana di sela tangisnya.

"Wa'alaikumsalam-" ucapanku terhenti. Air mataku mulai menetes.

"Innalilahi wa innailaihi rojiun, makamkan saja secepatnya. Ndak usah tunggu kakak," sambung ku.

"Ya Allah, cobaan apalagi ini?? Aku bersyukur atas apa yang telah Engkau berikan ya Rab. Semua pasti ada alasannya. Tapi, kenapa semuanya harus bersamaan? Tapi, aku tetap percaya takdirmu terbaik ya Rab," aku berucap pada diriku sendiri di sela tangis ku.

Baru saja tadi siang rumah tanggaku hancur. Sekarang ibuku pergi untuk selamanya.

Aku tak akan pernah mengeluh ya Rab. Semua ini pasti ada alasannya. Jika ini dapat mengugurkan dosaku dan beban orang tuaku maka aku akan menjalaninya dengan ikhlas.

***

Karina sampai di rumahnya sekitar satu jam setelah telepon di matikan. Karina melihat bendera kuning di depan rumahnya. Ia langsung saja melempar tasnya ke sembarangan arah dan berlari menuju tempat pemakaman.

Sesampainya di tempat pemakaman, ibundanya hampir selesai di makamkan. Karina memeluk Rihan yang tadinya berada dalam pelukan Adit.

"Ibu maafkan Arin ya bu, Arin belum jadi anak ibu yang berbakti. Ibu tenang ya di sana ketemu abah," ucap Karin sambil mengatur nafasnya karena berlari tadi.

"mbu maafkan Karin yang tidak bisa menjaga rumah tangga Karin," ucap Karina dalam hati.

Karin terus menyeka air matanya, namun air mata itu tak henti keluar. Air matanya seperti air terjun yang tak mampu lagi terbendung.

"Kak Sofi mana Dit?" Tanyaku pada Adit sambil segukkan.

"Nomor ponsel kak Sofia tidak aktif kak, aku bingung mau gimana," jawab Adit sambil berulangkali mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

"Sofi kamu kemana? Aku butuh kamu," ucapku pada diri sendiri.

"Kak Rafli ndak kesini kak?" Tanya Aisyah.

"Kakak mu sedang sibuk nak," jawab Karin berbohong.

***

Setelah semuanya selesai, ku panggil Adit untuk menceritakan masalahku. Semua masalahku hanya pada Adit. Agar tidak ada kesalah fahaman. Agar jika ada yang menannyakan aku, Adit dapat memberikan jawaban yang terbaik.

Aku harus memikirkan bagai mana nasib panti setelah ini. Aku harus tetap mensuplai biaya untuk kelangsungan pendidikan dan kehidupan semua anak anak disini.

Pilihan satu satunya adalah aku harus mencari pekejaan. Aku menyerahkan semua urusan memanage panti kepada Adit dan Aisyah. Aku percaya pada mereka bahwa semua akan baik baik saja.

Karena selain panti, aku juga harus memikirkan jabang bayi yang ada dalam rahimku. Aku percaya pada diriku kalau aku dapat membesarkannya dengan baik.

-

Flashback end

***

"Setidaknya itulah yang bisa aku ceritakan padamu nak, "Ucap Karina pada putranya itu seraya mengusap lelehan airmata di pipinya yang tidak henti mengalir.

"Tapi tetap saja aku tak mengerti kenapa bunda mengatakan kalau ayah telah tiada?"

"Kamu bisa berfikir sekarang. Apa di rapotmu ada tulisan Almarhum di depan nama ayahmu? Tidak bukan?"

"Benarkah? Aku tak tahu," ucap Rafka seraya memalingkan wajahnya

"Saat kamu kecil, aku tak tahu harus bagaimana. Kamu tak pernah tidur dengan nyenyak saat malam. Selalu bertanya kapan ayahmu pulang. Itu menyayat hatiku. Sekarang terserah padamu mau bagaimana. Aku sudah mengatakan semuanya padamu nak," ucapku pada putraku.

"Aku akan mencari kebenarannya sendiri. Akan aku temukan ayah dimanapun dia berada. Serta menanyakan kebenarannya. Jika bunda ingin pergi, maka pergilah. Jadi aku tak usah merasa lebih kecewa saat melihat bunda," ucap Rafka seraya berdiri kemudian berlalu meninggalkan ku dan Sofia yang masih mematung di tempatnya.

"Dia masih saja tidak percaya padaku Sof. Aku takut dia akan pergi. Aku takut kesalahan ku sangat besar hingga tak bisa di maafkan," ucapku seraya menyeka lelehan air mataku.

Sofia tidak berkata apapun. Ia hanya memeluk dan menenangkanku. Setidaknya hanya itulah yang mampu ia lakukan.

"Inilah alasanku tak berani bercerita padanya. Aku takut kalau aku harus mengucapkan selamat tinggal pada laki laki yang aku cintai untuk ketiga kalinya," ucapku di sela tangisku.

"Dia hanya sedang marah Rin," ucap Sofia menenangkanku.

"Ayo kita segera berbenah. Kita akan ke Bandung sekarang. Dia menyuruhku pergi, maka aku harus pergi," ucapku seraya bangkit dari dudukku.

_____BERSAMBUNG_____

Demi Rafka  (SELESAI. PART LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang