"Rin? Kamu kenapa?" Panggil Rafli pada Karina karena sudah sekitar tiga puluh menit Karina tak juga keluar dari kamar mereka.
"Kak, lihat ini," ucap Karina saat keluar dari kamar mandi sambil berlari ke arah Rafli.
"Apa iya lihat apa?" Tanya Rafli.
"Lihat ini lihat," sambil loncat loncat.
"Iya tapi kamu diam dulu. Nanti kamu jatuh. Tenang yaaa," ucap Rafli berusaha menenangkan Karin. Pasalnya ia tidak mengerti apa yang terjadi pada Karin sampai bisan se bahagia ini.
"Iya ini lihattt....." ucap Karin seraya memberikan sebuah Test pack pada Rafli.
"Iya ini apa? Kamu dapat dari mana?" Ucap Rafli bingung karena tak mengerti apa yang di maksud Karin.
"Ada di dompet, di kasih ibu pas di Bandung kemarin kak.. ini tes pack iiih," ucap Karin gereget dengan Rafli yang tidak mengerti apa yang di maksud Karin.
"Terus kenapa benda ini bisa bikin kamu bahagia??"
"Kakak gak lihat tandanya?" Tanya Karina dengan raut wajah yang berubah seperti kesal.
"Nggak, tanda apa?"
"Ini tuh setrip merahnya ada dua. Itu tuh tandanya positif," ucap Karin menjelaskan.
"Positif?"
"Iyaaa," sahut Karina sambil mengangguk senang.
"Oh," ucap Rafli kemudian berbalik menuju pintu.
"Kok gak seneng sih?" Tanya Karin heran.
"Kenapa?" Sahut Rafli masih tak mengerti.
"Aku positif hamil kak," ucap Karin datar karena sudah mulai kesal pada suaminya itu.
"Heuh, kamu hamil?" Tanya Rafli dengan raut wajah yang berubah sumringah.
"Ish menyebalkan," sahut Karin dengan nada merajuk.
"Benar kamu hamil Arin?" Tanya Rafli lagi kali ini sambil mendekat dan hendak memeluk istrinya itu.
"Iyya," sahut Karina mengerucutkan bibirnya dan berdecak sebal karena suaminya ini tidak mengerti mengerti.
"Alhamdulillah ya Allah, saya akan jadi ayah," ucap Rafli sambil memeluk dan mencium kening Karin.
"Terimakasih Karin, terimakasih karena kamu telah memberikan ini semua pada saya. Terimakasih atas segalanya," ucap Rafli memeluk erat tubuh mungil istrinya itu.
"Iya kak, sama sama. Tapi aku engap nih. Lepas dong," protes Karin pada suaminya.
"Eh iya maafkan saya Rin," ucap Rafli seraya melepas pelukan mereka. Dan mencium test pack yang Karina berikan tadi.
"Kak itukan bekas pipis aku,"
"Hah pipis?"
"Iyya," sahut Karin sambil mengangguk.
"Tidak apa apa. Saya sangat bahagia hari ini," sahut Rafli uang kemudian berlari keluar sambil memanggil Arif.
"Arif... gue mau jadi bapak Riff," ucap Rafli sambil berlari dan berteriak berbicara pada Aref.
"Hah? Lu bakal jadi bapak? Yang bener?" Tanya Aref ikut sumringah.
"Iya Rif ini," ucap Rafli seraya memberikan test pack pada Arif.
"Iya tapi jauhin, itu bekas pipis Karin kan?" Tanya Arif jijik.
"Terserah lo, tapi gue bahagia Rif sumpah," ucap Rafli seraya memeluk sahabatnya itu.
"Setidaknya benda ini bisa bikin lu gak seformal biasanya," ucap Arif ikut bahagia.
"Terserah lo Rif, yang penting Karin hamil,"
"Jadi lo ngidam gara gara ini?"
"Ngidam?" Tanya Rafli sambil melepas pelukan mereka.
"Iya, Lo kan gak suka Durian,"
"Bodo amat, yang penting Karin hamil,"
"Aih, dasar bodoh," sahut Arif sambil menoyor Rafli.
"Gua balik dulu," ucap Arif seraya pergi menuju pintu.
"Hati hati Rif," ucap Rafli pada Arif.
***
Keesokan harinya Rafli bekerja seperti biasa, sementara Karin memutuskan untuk pergi ke Rumah sakit untuk memeriksakan soal kehamilan nya yang ternyata sudah berjalan kurang lebih satu bulan.
Karina mencoba menelvon Rafli, tapi dia yang ditelepon tidak menjawab. "Mungkin dia sedang sibuk, lebih baik aku segera pulang dan memasak untuk makan malam," batin Karina.
Sesampainya di rumah Karin memutuskan untuk mengirim pesan pada Rafli.
Kak, aku masak makanan kesukaan kakak. Kakak pulang capat ya?
Ada buanyak berita yang perlu kakak tahu.Pesan singkat itu terkirim. Tapi sudah tiga puluh menit berlalu tidak kunjung ada balasan dari suaminya itu.
Ini tidak seprti biasanya, biasanya Karin akan langsung menerima balasan pesan atau telepon kapanpun and sedang apapun Rafli. "Mungkin dia lupa menchack ponsel nya," batin Karina berucap.
"Lebih baik aku mulai menyiapkan bahan bahan masakan. Ini sudah hampir jam tiga sore. Sebentar lagi suamiku akan segera pulang," ucapnya pada dirinya sendiri seraya mempersiapkan masakannya.
Segera Karina menyiapkan semua bahan masakan yang ia tahu Rafli sangat menyukainya, di mulai dari pepes ikan, oseng tempe, dan sayur asem dan ikan teri yang baru baru ini selalu jadi menu faforit Rafli.
Semua makanan sudah tertata rapih di atas meja makan. Tinggal menunggu Rafli pulang. Inipun sudah hampir maghrib. Karina segera saja memutuskan untuk shalat terlebih dahulu.
***
Tak terasa adzan isya sudah berkumandang. Makanan yang aku masak tadi sore pun sudah mulai dingin. Tapi yang dari tadi ku tunggu tak juga datang.
Aku memutuskan untuk shalat terlebih dulu melaksanakan kewajiban ku sebagai muslim. Baru setelahnya aku akan menghangatkan makanan yang tadiku masak agar kak Rafli bisa langsung memakannya.
Setelah selesai menunaikan ibadah dan menghangatkan makanan, aku kembali menunggu suami ku. Duduk manis di ruang tamu.
Hingga tak terasa jam sudah menunjukan pukul 11:40.
Ya hampir tengah malam. Tapi kak Rafli belum juga pulang. Aku sudah menelponnya berkali kali, bahkan mungkin sudah ratusan kali aku mengirim pesan singkat. Hatiku begitu cemas karena kak Rafli belum juga pulang. Ini sudah hampir tengah malam.
Apakah kesibukan kantor bisa sampai tengah malam?"
Pesan itu terkirim, dan sekitar lima menit kemudian ponselku bergetar. Ada balasan dari kak Rafli.
"Berhentilah bertanya. Berisik !! Apa kamu kira hidup saya hanya mengurusi kamu?"
Pesan singkat itu sukses membuat air mata ku mengalir membasahi pipi. Kak Rafli tidak pernah seperti itu membalas pesanku. Ada apa ini? Apakah ada yang salah dari diriku? Tidak biasanya kak Rafli bersikap begini.
"Munkin memang kak Rafli sedang sibuk," ucapku pada diri sendiri mencoba berfikiran positif.
_____BERSAMBUNG_____
Jangan lupa vote dan komen juga kesalahan aku. Kalau ada yang kurang di fahami tanya aja ya kak ;))
KAMU SEDANG MEMBACA
Demi Rafka (SELESAI. PART LENGKAP)
Spiritual#6 SPIRITUAL [02 AGUSTUS 2018] #4 SPIRITUAL [04 AGUSTUS 2018] #3 SPIRITUAL [18 AGUSTUS 2018] Baca saja ya kawan :))