BAG LII

13.6K 538 2
                                    

"Astaghfirullah, Allahu akbar," pekik Karina yang terjatuh karena tak mampu menahan tubunya lagi semua meremang. Dan gelap.

"Bunda di cari ayah bun," ucap Rafka mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam.

Satu kata yang Rafka rasakan. PANIK. "Ayah !!! Bunda gak jawab ayah," teriak Rafka.

Rafli segera berlari ke kamar mandi untuk melihat apa yang terjadi. kemudian mengetuk pintu dengan keras. "Rin !! Arin buka pintunya," ucap Rafli mengetuk pintu sambil mencoba memutar mutar pegangan pintu dan clek pintu terbuka.

Di dalam Karin tergeletak dengan hidung yang mengeluarkan darah begitu banyak. Rafka panik, Camel histeris dan Rafli berusaha menghandle semuanya dengan tenang.

Bersama Rafka, Rafli menggendong Karin keluar kamar mandi. Sementara Camel menelfon ambulance.

"Ayah, bunda kenapa yah? Bunda kenapa?" Ucap Rafka yang memangis sambil membersihkan darah dari hidung Karin.

"Bunda cuma panas dalam aja," jawab Rafli menenangkan. Sesungguhnya ia tahu prihal penyakit Karin. Hanya saja Ia pura pura tak tahu penyakit Karin selama ini. Diam diam Rafli mencari rumah sakit terbaik untuk pengobatan kanker.

"Bunda, bunda tahukan kalau aku gak pernah bisa bertahan lebih lama dari tiga hari jauh dari bunda bun, bunda cepat bangun ya bun jangan tinggalkan Aka bun," ucap Rafka sambil mengelap air matanya.

"Kamu tenang ya," ucap Rafli kemudian.

"Ayah ambulance nya udah dateng .." seru Camel sambil berlari lari.

Segera saja Karina di bawa ke rumah sakit terdekat. Dokter mengatakan kalau penyakit Karin berkembang begitu cepat. Karin sudah sangat sulit di obati. Mungkin pengobatan medis hanya dapat memperpanjang atau sedikit mengurangi rasa sakit yang di derita Karin. Stres adalah faktor utama yang menyebabkan memburuknya kondisi Karin.

"Arin, aku akan usahakan apapun demi kesembuhan kamu. Pernah kehilanganmu satu kali. Dan kini tidak lagi,"

"Bunda, selama belasan tahun aku hidup dengan bunda, bunda tidak pernah selemah ini bun. Bunda adalah wanita paling tangguh yang pernah ada dalam hidupku," ucap Rafka di sela tangisnya.

"Aku terbiasa hidup dengan bunda tanpa ayah selama belasan tahun. Tapi bun, aku tak pernah membayangkan bagaimana hidupku tanpa bunda. Bunda sembuh ya demi aku," ucap Rafka segukan karena menangis sambil menciumi tangan ibunya yang tak sadarkan diri.

"Kita bawa bundamu ke Singapura. Bundamu harus sembuh. Akan ayah urus keberangkatan bundamu sekarang,"

"Aku ikut," ucap Rafka.

"Selesaikan sekolahmu dengan benar. Bundamu pasti lebih senang jika kamu menyelesaikan pendidikanmu dulu," ucap Rafli tegas.

"Tapi yah. Ketahuilah kalau aku tidak bisa bertahan lama tanpa bunda..." ucap Rafka lirih.

"Aku menyesal membuat bunda bekerja tanpa istirahat. memang aku juga yang membuat bunda stres, tapi wallahi aku tidak bisa kehilangan bunda. Belasan tahun aku bida hidup tanpa ayah. Tapi aku tak pernah membayangkan jika tanpa bunda. Aku ingin ikut,"

"Tidak, saya tidak suka di bantah jika menyangkut keselamatan Arin," jawab Rafli dingin kemudian pergi meninggalkan ruangan itu.

"Keras kepala," ucap Rafka setelah Rafli menghilang di balik pintu.

"Seperti kakak kan?" Sahut Camel yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya.

"Bunda, kenapa bunda menikah dengan orang keras kepala seperti ayah? Bahkan dia tidak mengizinkan aku ikut bun," ucap Rafka lirih.

Demi Rafka  (SELESAI. PART LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang