BAG IX "oksigen"

16.3K 830 6
                                    

   Hari hari yang beratku akhirnya berlalu. Kini putra kecilku sudah tumbuh besar. Kini dia sudah berumur enam belas tahun.

Hari ini adalah hari pertamanya masuk Sekolah Menengah Atas. Tak terasa ya, sudah lebih tujuh belas tahun berlalu setelah perpisahanku dengan Rafli. Sudah lebih dari tujuh belas tahun aku tak pernah lagi bertemu dengan dia.

Dan selama hampir tiga belas tahunku sembunyikan fakta kalau ayahnya putraku ternyata masih hidup.

Ya, katakan lah aku jahat karena aku hidup dengan kebohongan pada putraku, aku selalu memainkan sandiwara kalau ayahnya anakku sudah meninggal.

Yang padahal, sebenarnya dia masih hidup. Meskipun aku tak pernah tahu menahu kabar Rafli sekarang.

Apakah dia masih hidup atau tidak, ada dimana dia sekarang? Aku tidak tau. Tapi, satuhal keyakinanku. Rafli masih hidup dan sehat hingga saat ini.

Ntah dimana dia sekarang, tapi aku yakin dia masih hidup. Biar saja nanti waktu yang menentukan apa yang akan terjadi padaku, pada putraku dan pada ayahnya putraku nanti.

  "Bundaa..?" Panggil putraku didepan kamarnya yang membuyarkan lamunanku.

  "Iya?? Ada apa sayang??"

  "Bunda belum berangkat?"

   "Belum sayang.. kan bunda mau nganter kamu sekolah.."

   "Ah yang bener ?? Bunda kan kalau hari hari begini sibuk.." ucapnya pelan seperti meledekku.

   "Hari ini khusus bunda mau nganter kamu ke sekolah," jawabku sambil tersenyum

   "Hmmmm syukurlah bunda peduli.." katanya lagi

   "Ya jelas bunda peduli sama kamu lah. Kamu itu satu satunya permata bunda sayang,"

   "Tapi, bunda selama satu bulan ini jarang di rumah kalau bukan sabtu dan minggu. Itu juga kadang bunda masih sibuk dengan urusan kantor. Kadang juga ibu mengabaikanku..!" Ucap putraku nampak kesal.

Putraku nampak menggela nafas "andai saja Ayah masih hidup. Ibu pasti tidak akan sesibuk ini."

   Aku nyaris menngis saat itu. "Sini sayang, bunda mau ngomong sama kamu sayang," ucapku melembut.

Dia menunduk, menyadari kalau dia melakukan kesalahan. Dia telah melukai hatiku dengan kata katanya. Dia mendekat padaku, menghela nafas lalu berucap "bunda, maafkan aku. Aku tak bermaksud melukai hatimu. Aku hanya merindukan bunda. Aku kesepian sendirian di rumah buu. Apa lagi setelah tante pulang ke bandung satu minggu lalu."

   Aku memeluknya sambil berbisik "aku menyayangimu nak. Demi apapun aku menyayangimu lebih dari apapun, meskipun tidak lebih dari tuhan. Kamu adalah yang paling berharga di kehidupanku saat ini. Wallahi Aku akan lebih memperhatikan mu nak mulai hari ini oke??" Kataku sambil menyeka air mataku, Dan memegang kedua pipinya. "Aku berjanji akan lebih memerhatikanmu nak,"

   Putraku hanya mengangguk tak berkata apapun. Di wajahnya terlihat kalau dia sangat menyesal membuatku menangis.

"Ayo bunda antar.. nanti siang bunda jemput. Kamu pulang jam berapa ??"

   "Aku pulang jam tiga bun."

   "Nanti kabari bunda ya sayang?"

  "Iya bunda .. kalau aku sudah pulang nanti aku kabari."

   "Ayo sekarang kita berangkat.." ucapku seraya berjalan ke arah motor, dan menyalakan motor.

   "Bunda yakin gak bakal telat?"
  
   "Naiklah nak."
 
   "Baiklah buun.."

Demi Rafka  (SELESAI. PART LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang