BAG XLII

11.5K 565 5
                                    

Sesampainya ditempat kak Rafli bekerja, aku segera menelpon kak Arif. Sesuai permintaan kak Arif sebelum aku menuju kemari, kak Arif meminta agar aku mengabarinya terlebih dahulu saat sudah sampai di sini.

Aku bukan tipe orang yang tidak suka bergaul dengan tetangga, atau tidak punya teman. Akan tetapi disini adalah lingkungan yang baru, jadi masih sedikit yang aku kenal. Tentu saja karena aku belum lama tinggal di kota ini.

Bahkan teman temanku yang lain tidak ada yang mencoba untuk merantau ke kota ini. Jadi jangan heran kalau kemana mana aku sering sendiri atau hanya di temani Kak Rafli, atau kadang juga di temani kak Tisya yaitu salah satu sepupu kak Rafli. Tapi hari ini kak Tisya sedang sibuk seperti nya.

Lamunanku tersadar saat kak Arif menepuk pundakku. "Rin, kamu yakin mau ketemu Rafli?" Tanya kak Arif.

"Iya kak, kenapa gitu?" Tanyaku penasaran.

"Kalian lagi ada masalah?" Sahut kak Rafli balik bertanya.

"Hmmm," aku bergumam sambil tersenyum hambar.

"Kamu yakin dia mau ketemu kamu?"

"Entahlah kak, kan belum di coba," ucapku sambil tersenyum.

"Yasudah ayo masuk," ucap kak Arif mempersilahkan jalan padaku.

"Oh ya, kakak tahu dari mana aku sama kak Rafli ada masalah?" Tanyaku yang mengekor di belakang kaka Arif sambil mencoba mencari tahu apa masalah kak Rafli hingga sikapnya berubah padaku. Siapa tahu saja kak Rafli bercerita sesuatu pada temannya yang satu ini.

"Entahlah Rin, sikapnya akhir akhir ini jadi aneh. Biasanya setiap bicara itu dia selalu tentang kamu. Baju apa yang kamu pakai, jilbab apa yang kamu gunakan, apa masakan yang kamu buat, everyday all that is said, is all about you-" jelas kak Arif kemudian berhenti sejenak.

"Tapi-" kak Arif menggantungkan kalimatnya.

"Tapi apa kak?" Tanyaku penasaran.

"Akhir akhir ini berbeda. Rafli tidak lagi berbicara tentang kamu," ucapnya menaikan bahunya.

"Mungkin kak Rafli sibuk," jawab Karina menghibur dirinya sendiri berusaha berfikir positif.

"Mungkin," sahut Kak Arif kembali menaikkan bahunya.

"Hmmm mungkin," sahutku sambil mengangguk angguk.

"Tapi kak Rafli tidak menyentuh Alkohol kan kak?" Tanyaku lagi. Tentu saja aku khawatir. Ia suamiku. Aku takut hal yang tida tida terjadi karena ia mabuk.

"Hahaha tentu tidak Karin. Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Sahut kak Arief sambil terkekeh.

"Karena biasanya saat seorang pria memiliki maslah ia akan lari ke alkohol," jelasku seperti sedang ber-presentasi.

"Tapi Rafli tidak Rin. Sepertinya kamu terlalu banyak membaca novel," jawab kak Arif sambil terkekeh.

"Apa kak Rafli mencintaiku?" Entah kenapa pertanyaan itu tiba tiba meluncur dari mulutku.

"Tentu saja Rin. Kamu adalah wanita hebat dimata saya. Kamu dapat merubah sudut pandang Rafli dalam segala hal. Saya dapat melihat cinta yang begitu besar di mata Rafli. Sejauh yang saya tahu, wanita yang ia cintai hanya Almarhumah ibu kandungnya. Bu Widia Hastari," sahut kak Arif.

Demi Rafka  (SELESAI. PART LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang