BAG XLIX

14.3K 586 4
                                    

Sudah hampir satu jam Rafli duduk di samping Karin menunggu penjelasan Karin.

"Kamu tidak ingin makan?" Tanya Rafli memecah kesunyian.

Namun yang di ajak bicara hanya diam memalingkan wajah ke arah jendela di samping kirinya, mengacuhkan manusia di samping kanan nya.

"Apa kamu tidak haus?" Tanya Rafli lagi. Akan tapi yang di tanya masih saja membisu.

"Apa kamu gugup? Aku juga," tanya Rafli yang ia jawab sendiri.

Karin hanya terkekeh dalan diamnya.

"Apa kamu tidak rindu aku?" Ucap Rafli terus saja berbicara untuk memecah dinding kesunyian antara dirinya dan Karina.

akan tetapi, Karina sama sekali tidak menjawab. Dia terus saja diam atau sesekali terkekeh saat Rafli menanyakan pertanyaan konyol.

Bukan sok jual mahal atau apalah itu. Tapi bisa saja Karina masih shock dan gugup karena Rafli yang tiba tiba ada disini. Atau mungkin bisa jadi Karin hanya ingin menguji kesabaran Rafli.

Bisa jadi juga karena melihat wajah Rafli, membuat luka lamanya terbuka kembali. Rasa sakit yang berusaha ia sembuhkan bertahun tahun kini terbuka kembali.

mungkin sebenarnya Karina ingin marah pada Rafli. Bertanya apa kesalahannya dahulu? Apa yang telah ia lakukan dulu? Kenapa Rafli tiba tiba berubah. Kenapa? Dan ada apa?

Tapi semua pertanyaan itu ia tahan. Bisa saja ia kesini hanya karena permintaan Rafka. Bukan karena cintanya pada Karin. Itulah yang Karina fikiran. Meskipun beberapa waktu lalu Rafli telah menjelaskan tujuan kedatangannya kesini adalah untuk Karina. Tapi, ya namanya juga perempuan.

"Rin, hujan ya?" Tanya Rafli yang ikut melihat arah mata Karin memandang.

Karina hanya mengangguk tanda jawaban iya.

"Dingin ya?"

Karina kembali mengangguk dan masih tanpa suara.

"Iya udara aja udah cukup. Kamu jangan," ucap Rafli.

Karina mengingat kata kata yang sama yang juga pernah ia ucapkan delapan belas tahun lalu saat Rafli cemburu pada Dika temen satu kampus Karin.

Spontan Karin langsung menyahut "udah gombal, coppas pula," ucap Karina sambil terkekeh.

"Kamu gak berubah ya, masih suka pura pura diem, pura pura gak mau ngomong, eh gak lama terus keceplosan," ucap Rafli mengingat ketika Karin suka pura pura tidak mai bicara, tapi tidak bisa menahan dirinya untuk menyahuti Rafli pada akhirnya.

"Apa sih?" Tanya Karin ketus sambil mengerutkan kening nya.

"Saya rindu kamu Rin, kemana kamu selama ini?" Tanya Rafli seraya mencoba memegang tangan Karin, namun Karin melepaskan tangannya dan sedikit menjauh dari Rafli.

"Hey yang nyuruh aku pergi siapa?" Ucap Karin balik bertanya.

"Aku terlalu marah saat itu, aku bingung dan frustasi kenapa kamu bisa hamil sedangkan uji laboratorium nya menyatakan aku-" ucapan Rafli terhenti.

Kemudian ia menghela nafas dan mulai menceritakan kejadian sebenarnya. Apa yang membuatnya begitu marah. Apa yang membuatnya berubah semuanya hanyalah kesalah fahaman belaka.

Karina tertawa seolah luka yang di toreh Rafli delapan belas tahun lalu, luka yang berusaha ia sembuhkan selama delapan belas tahun, luka itu seolah menemukan penawarnya.

Sekejap saja bersama Rafli, Karina kembali tertawa. Seolah telah memaafkan Rafli.

"Lagian oon banget sih kamu kak.. mana mungkin aku berpaling. Sedangkan aku telah janji di hadapan Allah kalau aku akan memjadi istri yang berbakti pada suami," kekeh Karin.

"Maafkan aku yang tidak mau mendengarkan penjelasanmu," sesal Rafli menggaruk garuk tengkuknya yang tidak gatal.

"Makannya lain kali dengarkan penjelasan orang lain," ucap Karin memutar bola matanya.

"Iya ini saya lagi menunggu penjelasan kamu Rin," jawab Rafli.

"Aku tuh gak pernah selingkuh sama laki laki manapun. Aku tetap mencintai kakak sesuai janjiku," ucap Karin.

Karina nampak menghela nafas. Ia diam sejenak. "Jika saja aku dapat egois saat itu, aku ingin sekali meminta agar Allah memanggilku. Aku ingin ikut ibu pergi. Aku sangat putus asa saat itu. Tapi, dalam tubuhku ada Rafka. Di pundakku ada panti asuhan yang memerlukan biaya. Jadi, aku harus tetap hidup," jelas Karin.

"Allah sungguh mengujiku. Setelah kamu membuangku saat itu-"

"Aku tidak membuangmu," ucap Rafli memotong ucapan Karina.

"Kak, bisa kakak dengarkan aku dulu? Aku bukan Karina yang sama..!! yang akan begitu saja mengalah dan terus mengalah saat kakak perlakukan seenaknya!!" Tanya Karin dengan nada mulai meninggi.

" Apa kakak fikir aku akan selalu memaafkan dan mentolerir semua kesalahan kakak? Tidak kak!!" Sambung Karin.

"Aku juga manusia. Aku juga bisa marah. Aku juga punya hati. Apa kakak tidak berfikir sebelun menyuruh seorang wanita yang berstatus istri kakak pergi begitu saja tanpa ada yang mendampingi?" Tanya Karin tampak marah. Ya bukan hanya nampak, tapi ia memang marah saat itu.

" Kenapa? Kerena surat itu? Kakak ternyata sama sekali tidak percaya padaku kan kak? Lalu untuk apa kita menikah? Kepercayaan saja tidak ada? Seharusnya kakak menikah dengan Alexsa yang lebih kakak percaya..!! Aku tahu tentang surat itu. Alexsa lah yang menukarnya. Ia hamilkan? Dan ia ingin anaknya memiliki ayah. Sementara anakku? Ayahnya saja tidak mengakuinya saat itu. Ingat kah kakak saat malam hari sebelum kakak mempertanyakan kesetiaanku? Sehari sebelum itu Alxsa datang. Ia mengatakan semuanya. Kalau yang seharusnya menjadi istri kakak adalah dia. Bukan aku. Aku tidaklah pantas untukmu kak," ucap Karin mulai meneteskan air mata.

"Kamu tahu? Lalu kenapa-" ucap Rafli terpotong oleh Karin.

"Karena aku ingin tahu, kakak lebih percaya pada siapa? Padaku atau pada seorang wanita yang jelas jelas pernah menghianati kakak? Aku yang sudah mati matian berusaha menjaga rumah tanggaku, mencoba menganggap tidak ada masalah yang terjadi antara kita. Mencoba mati matian berbicara pada orang yang tuli yang meski aku berteriak sekalipun kakak tidak mendengarjab aku. Tapi aku tidak menyerah. Aku tetap setia, mencingai kakak sepenuh rasa. Mempertahankan kamu yang begitu egois dan kasar. tapi semuanya hancur dengan begitu mudah," ucap Karina dengan bahu yang naik turun menahan emosi.

"Dia yang jelas jelas mengandung tanpa ayah.. tapi dapat melahirkan dan membesarkan anaknya dengan sosok suami. Dan aku? Aku bekerja keras untuk anakku dan panti selama bertahun tahun. Sendirian. Tanpa siapapun selain Sofia di sampingku. Apa kamu dapat mengerti apa yang aku lalui selama ini?? Kenapa kamu dapat Begitu mudah mengambil dia dariku??" Ucap Karin sambil menyeka Air matanya yang terus berjatuhan.

"Aku tidak mengambilnya Karin. Dia anak kita kita berdua," ucap Rafli mencoba menenangkan Karin.

"Siapa yang mengizikan kakak bicara? Aku yang akan bicara dulu. Setelah itu baru kakak boleh menjelaskan !!" Ucap Karin tegas.

_____BERSAMBUNG_____

Demi Rafka  (SELESAI. PART LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang