Terusir (1)

470 19 0
                                    

Bab 41 - Terusir (1)

(Nathan)

“Ah! Pak! Jangan!”

Brakkkkk!!!

Seketika tubuhku tersentak hebat setelah ditabrak oleh seseorang dari belakang. Saking kagetnya, membuat ponsel di tanganku melayang dan jatuh begitu kerasnya ke lantai. Aku terkesiap dan terdiam sendiri menatap bagaimana mengenaskannya ponsel pintar itu sekarang. Layarnya retak dan ada cedera parah yang menyebabkan ada salah satu bagiannya patah dan entah terpental ke mana. Amarahku tertahan sembari menggaruk keningku sendiri, hingga mata kelabuku menatap sekitar.

Menangkap dua sosok pegawaiku tersayang menundukkan kepala. Enggan menatap atasannya. Kuatur napasku beberapa kali dan mengingat wajah Cheryl agar kemarahanku tidak meledak. Itu biasanya berhasil. Suasana di ruangan itu hening dalam beberapa detik sampai salah seorang wanita bersuara.

“Maaf, Pak. Tadi laki-laki sialan ini mengambil cemilan saya!” sahutnya menunjuk pada laki-laki yang tadi menabrakku.

Lelaki yang kukenal bernama Kyle itu berkilah, “Makanya kamu sekali-kali diet, tahu! Pipi udah tembem begitu masih mau makan cemilan!”

Kuhela napas panjang dan memijit keningku sendiri, “Kyle, Jully,” desisku pada mereka berdua, “apa kalian tahu saya tadi menelepon siapa?”

Tatapan kedua orang tadi kini berpindah ke lantai di mana ponselku tergeletak dalam keadaan mengenaskan. Oke, mereka cukup pintar untuk mengetahui kalau itu adalah ponselku. Tanganku bersedekap menghadap pada dua pegawai itu, “Aku sedang menelepon istriku, apa kalian tahu konsekuensi yang kalian atas perbuatan konyol kalian ini?”

Kyle dan Jully langsung bergidik ngeri, “Maafkan kami, Pak!”

Aku menggeram kesal pada kelakuan pegawaiku ini. Padahal aku membawa mereka kemari karena melihat kerja mereka yang bagus dan mengira akan sangat membantu jika mereka ikut dalam perjalanan bisnis. Nyatanya sekarang aku hampir menyesal membawa mereka berdua.

Kedua mataku melirik ke samping dan mendapati asistenku, lelaki berumur 24 tahun bernama Aaron Fletcher sedang memungut ponselku yang mungkin sudah tak ada harapan lagi, “Anda ingin saya membelikan ponsel baru sekarang?” ujarnya.

Kuhembuskan napas panjang dan mengingat jadwalku hari ini cukup padat dan hanya saat itu saja waktu luangku untuk sekedar bernapas. Juga berbicara dengan Cheryl. “Sebentar lagi rapat,” gumamku kemudian menatap jam tangan, “untuk sementara aku pakai ponselmu dulu, Aaron. Berjaga-jaga kalau pihak Jepang akan menelepon.”

Tubuhku berputar dan segera melengos pergi menuju lift, tetapi seketika aku teringat sesuatu, “Aaron?” panggilku lagi.

“Ya, Pak?” jawabnya.

Telunjukku kini mengarah pada Kyle dan Jully yang masih menunduk malu, “Tolong tegur mereka atau hukum mereka dengan caramu sendiri, aku sudah pusing melihat mereka berdua!”

Aaron menyeringai, “Baik, Pak. Akan saya laksanakan.”

Kukira tak ada lagi yang terlupakan olehku saat itu. Lagi pula, saat ini pikiranku memang agak kacau sejak perpanjangan proyek ini ditambah seminggu. Kalau aku bisa benar-benar fokus, mungkin aku bisa menyelesaikannya kurang dari itu.

Aku menggarukkan kepalaku kembali sesaat masuk ke dalam lift dan mengingat-ingat apa yang terlupakan olehku, ya? Ah, biar saja. Nanti juga akan teringat lagi, toh Cheryl sudah kuberitahu kalau aku akan berada di sini lagi selama seminggu. Jadi, kurasa di rumah dia akan baik-baik saja tanpaku.

Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

***

Continue

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang