Twice

472 22 1
                                    

Twice

(Nathan)

“Bagaimana kalau kita nonton sebentar?” tanyaku lalu membawa mereka bertiga ke luar, menuju ruang santai di mana sebuah televisi dan CD Player berada.

“Nonton apa?” tanya Nicholas yang masih menyergap kaki kananku.

“Video,” jawabku. “Video pas kalian baru lahir.”

Lily langsung mengangkat tangannya ke udara, “Punya Lily dulu! Punya Lily aja, Papa!”

Aku tertawa dan mengangguk. Aku baru melirik jam dinding dan menyadari waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Waktu yang agak melelahkan untuk bernostalgia sebentar, namun jika mereka bertiga bisa tidur setelah ini, maka layak dicoba.

“Tante Anne bilang, dulu Mama ketiduran setelah melahirkan Lily, ‘kan?” tanya gadis itu begitu polosnya, ketika aku mulai mencari kaset video yang dimaksud.

Andai dia tahu ketika Cheryl tak sadarkan diri selama berhari-hari, itu adalah momen terburuk yang pernah kualami. Aku bahkan sampai tak sanggup melihat Lily hanya takut jika dia terlalu mirip ibunya. Aku merasa menyesali perbuatanku saat itu, jadi aku tiap kali Lily bertanya … aku hanya akan memeluknya dan mencium wajahnya selembut mungkin.

“Iya, Mama pertama kali melahirkan soalnya. Mama capek sekali, kau tahu?” kataku lalu meloncat langsung di mana video mengambil momen di mana Cheryl sudah bangun dari tidur panjangnya.

Wanita itu tampak lemah di atas ranjang, namun dia masih bisa mengulum senyum pada keluarga besar kami yang memenuhi ruangan. Bahkan aku bisa melihat Tante Marianne menangis sesenggukan di satu sudut. Ya, berita gembira itu mengejutkan kami semua.

Aku sempat ingin kehilangan harapan mengira wanita itu tak akan membuka matanya lagi, tetapi dia kembali pulang. Cheryl akhirnya pulang.

“Oh, lihat itu Lily!” sahut Paige—Ibu Cheryl— menunjukku yang masuk ke ruangan bersama seorang bayi dalam gendongan.

“Nenek!” sahut Nicholas yang kini asyik menonton layar televisi.

Tiba-tiba sebuah erangan ke luar dari bibir Cheryl. Tangisnya pecah seketika. Aku langsung menghampirinya dan membawa Lily pada pelukan ibunya. Cheryl mencium wajah Lily beberapa kali. Aku juga melakukan hal yang sama pada Cheryl. Aku memeluk wanita itu erat dan aku ingat bagaimana harum tubuhnya yang kurindukan masih menempel bahkan setelah berhari-hari di rumah sakit.

“Tante Anne bilang, Mama yang memberiku nama Lily,” kata Lily, sementara Teddy tengah mengulum bibirnya sembari fokus pada layar televisi.

“Iya, Mama memilih nama Lily,” kataku mengiyakan.

“Kenapa?” tanya gadis itu tiba-tiba. “Apa karena itu nama Nenek Lily?”

Soal masa lalu memang tidak bisa ditutupi dari anak-anak. Aku memang menceritakan semua tentang ibuku. Mereka sempat sedih mengetahui ibuku sudah pergi lebih dulu sebelum sempat melihat mereka, namun di momen tertentu, mereka kadang masih penasaran dalam beberapa hal.

“Ya, itu rumit sih,” kataku lalu mengusap puncak kepala Lily gemas. “Nanti kalau Lily sudah besar, Papa ceritain.”

“Tapi Lily udah besar kok!” katanya bersikeras.

Aku terkekeh dan mengecup sebentar kening anak itu. Di dalam kepalaku masih teringat jelas apa yang Cheryl katakan mengapa ia memberi nama anak pertama kami Lily.

***

(Nathan, 8 tahun lalu)

Semenjak bangun dari tidur panjangnya, Cheryl masih tidak mau melepas Lily dari gendongannya. Hampir seperi momen paling menenangkan yang pernah kulihat. Melihat istriku membuka mata dan tersenyum padaku. Sementara di tangannya ada malaikat kecil yang tengah menyusu pada ibunya. Aku kira … aku tidak akan pernah melihat momen ini.

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang