Lily (4)

388 21 3
                                    

Lily (4)

(Nathan)

Ada dua momen yang paling mendebarkan bagi seorang pria. Menikahi seorang wanita dan menikahkan anakmu. Aku akan menambahkan momen yang ketiga:

Menemui anakmu yang baru lahir.

Bukan seperti aku tidak pernah melihatnya. Kalian ingat, ‘kan aku sempat datang saat Cheryl melahirkan? Sebelum segala drama ini datang dan Cheryl mengalami kome berkepanjangan karenanya.

Dua minggu berlalu, Cheryl belum bangun jua dan rasanya mungkin aku mulai melupakan wajah putri kecilku. Keluarga dan teman-teman kami berdatangan selama itu. Banyak dari mereka bilang turut sedih dengan apa yang kualami. Lalu mereka mengatakan hal aneh selanjutnya. Mereka bilang:

Lily itu mirip Cheryl.

Awalnya aku tidak mengerti apa yang mereka maksud. Habisnya Lily yang ada dalam bayanganku adalah wajah ibuku sendiri. Aku masih belum terbiasa menerima kenyataan bahwa putri pertamaku diberi nama Lily. Rasanya seperti mendengar ibuku bangkit lagi dari kubur, tahu!

Oke, aku bercanda soal itu. Hanya saja, kalau bisa kuubah aku ingin nama yang lain saja. Lily itu agak berlebihan.

Meski baru kemarin aku membaca surat ibu dari masa lalu dan kuakui mataku sedikit kemasukan debu sembari membacanya, tetap saja kenangan ibuku menghantuiku sampai tak bisa kuhindari lagi.

Jadi, aku memutuskan mungkin aku akan merasa lebih lega jika menemui anakku hari ini.

“Oh, Tuan Nathan Lumbert? Anda mau melihat putri anda hari ini?” tanya salah seorang perawat menyambutku masuk ke ruang khusus bayi baru lahir dirawat.

Aku menggaruk belakang kepalau sendiri yang bahkan tidak terasa gatal, “I-iya …,” kataku memaksakan senyum. “Ngomong-ngomong anda tahu nama saya dari mana?”

Seingatku, aku tidak terlalu banyak bersosialisasi dengan petugas rumah sakit ini selain Dokter Kelly dan perwakilan beliau.

Wanita muda itu terkekeh hingga deretan gigi putihnya kelihatan, “Anda banyak digosipin sama teman-teman saya,” katanya melipat kedua tangan di dada. “Mereka bilang anda seperti suami idaman. Berhari-hari anda tidak akan beranjak jauh-jauh dari istri.”

Oh, begitu ternyata. (*respon orang yang sudah terbiasa populer)

“Anda mau menemui Lily sekarang?” tanya perawat itu lagi kemudian membuka pintu kaca lainnya yang kini mengarah pada deretan para alien kecil yang tengah tertidur di box masing-masing.

Aku mengangguk pelan dan mengikutinya masuk.

Di detik kala langkahku sudah di dalam, aku bisa melihat motif wallpaper yang menempel di dinding. Perpaduan warna merah dan biru pastel serta gambar botol susu bayi. Aku bisa mencium bau bedak bayi bertebaran di udara. Mungkin agak sedikit dicampur baby oil dan semacam itu. Sampai kemudian sekilas aroma aneh menghancurkan itu semua.

“Baunya seperti kentut,” kataku langsung.

Si perawat yang kini berdiri di sampingku menahan tawa. “Kurasa itu Kevin,” katanya lalu mendatangi salah satu box bayi. “Anak anda ada di deretan paling ujung. Dia baru saja menyusu. Kurasa dia akan jinak saja. Anda akan baik-baik saja dengannya, bukan?”

Jinak seperti apa maksudmu?! Kalau dia menangis aku harus bagaimana? Aku selama ini tidak pernah menjaga bayi di bawah umur tiga tahun! Apalagi anakku sendiri!

Ini kenapa aku harus memikirkan hal konyol begini?! Satu-satunya wanita yang pernah membuatku uring-uringan seperti ini hanya Cheryl!

Masa aku gugup hanya karena ingin melihat anakku sendiri?! Ayah macam apa coba aku ini?!

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang