Untuk Menemukanmu (3)

406 22 2
                                    

Bab 46 - Untuk Menemukanmu (3)

(Nathan)

“Jadi, selama ini kau tahu alasanku menunda anak?” tanyaku tanpa menoleh pada Marianne yang berdiri di sampingku. Sama-sama memandang ke luar jendela.

“Tentu saja aku tahu. Aku sudah menjadi kakakmu selama 26 tahun hidupmu, Nath. Aku selalu melihatmu sejak Ibu mengandungmu,” jelas Marianne, “dan ayah pernah bilang bahwa penyakit jantung lemah ibu, akan menurun pada anak-anaknya. Jadi … kupikir itu akan terjadi padamu pula. Tapi aku tidak mengatakannya pada Cheryl. Walau sebenarnya aku ingin sekali menonjok wajahmu ketika tahu Cheryl begitu kecewa karena kau menyembunyikan hal seperti ini.”

Kedua mataku memanas mendengar semua ini, “Aku selalu iri padamu, Anne. Apa kau tahu itu?”

Di antara aku dan Marianne, dialah yang beruntung dan mendapat jantung sehat. Aku selalu iri padanya karena di saat aku harus mendekam di rumah sakit pasca operasi untuk kesekian kali, Marianne bisa bebas ke luar ke mana pun ia mau. Tidak ada yang melarangnya makan kue atau minuman bersoda atau makanan lainnya. Tak ada yang melarangnya bahkan untuk berlari sekali pun.

Sebab akulah yang mendapat jantung payah ini dan menanggung semuanya.

“Ya, aku tahu,” kata Marianne. “Tetapi hal kedua terburuk selain memiliki jantung yang lemah adalah mempunyai anggota keluarga yang mengidapnya. Kami semua cemas setengah mati ketika menunggumu di operasi hari itu, apa kau ingat?”

Aku mengangguk, “Aku tidak sanggup melihat anakku harus merasakannya juga, Anne. Apalagi pada istriku sendiri.”

“Kau tidak punya pilihan, Nath.”

“Kau tidak akan mengerti, Anne,” lirihku kemudian menghempaskan tubuh ke sofa terdekat, “Cheryl itu istriku, dia … dia adalah segalanya untukku sekarang.”

Dan mempunyai anak akan menghancurkan semuanya, lanjutku dalam hati.

Aku berusaha menarik napas dan menghembuskannya berulang-ulang. Menahan segala emosi yang mengaduk-aduk diriku begitu kejamnya. Membuatku menjadi lelaki menyedihkan yang bahkan tidak tahu di mana istrinya sendiri berada.

“Apa memang begitu yang kau pikirkan?” sembur Marianne mendekatiku dan menatapku angkuh.

“Apa maksudmu?” Aku enggan berdebat dengan wanita ini sekarang.

Marianne mendengus, “Menurutku Cheryl bukan segala-galanya bagimu sekarang,” makinya padaku, “Kau tahu apa yang kulihat darimu sekarang? Kau mau tahu?! Kau terlihat seperti lelaki menyedihkan gila kerja yang bahkan tidak mau mempunyai anak! Kau menomor duakan istrimu sendiri hanya untuk keegoisan konyolmu untuk pernikahan ini! Hadapi Nath, Ini pernikahan! Bukan mainan yang bisa kau kendalikan sesuka hati!”

“Lalu, apa?! Kau mau menceramahi kehidupan rumah tanggaku?!” Suaraku meninggi dari yang kukira.

Marianne ikut mengerang kesal dan ikut duduk di sampingku, “Cheryl hanya ingin menyendiri, apa kau tak bisa sedikit pun memahami keinginannya?”

Aku pura-pura tertawa, “Menyendiri? Omong kosong, Anne! Sedari awal dia bahkan tak meminta izinku dan meninggalkan rumah seenaknya!”

Marianne masih bersikeras, “Cheryl pasti kembali kalau dia sudah tenang. Lagi pula menurutmu siapa lagi orang yang membuat Cheryl jadi begini? Memangnya kau suami paling hebat sampai Cheryl harus tunduk padamu seperti hewan peliharaan?! Bahkan dia sendiri pun tahu ada yang salah dalam rumah tangga kalian, kau masih seenaknya menyebut dirimu sebagai suami?”

Aku menggeleng-geleng keras dan memejamkan mataku. Aku tahu kalau Cheryl menjadi seperti ini karena kesalahanku sendiri dan aku benci dengan sikap tidak peka ini sudah menjalar di dalam diriku. Membuatku tak bisa menyadari masalah sejak awal. Hal seperti inilah yang kadang membuatku heran.

Mengapa Cheryl mau menikah dengan lelaki menyedihkan macam diriku?

“Aku tidak pernah menganggap diriku sebagai suami paling sempurna untuknya,” bisikku lemah dengan sisa tenaga untuk sekadar berbicara.

Kutarik napas dalam-dalam dan melanjutkan, “Aku mungkin paling buruk di antara semua laki-laki yang cukup ideal untuk menjadi suaminya. Maksudku, Cheryl bisa saja menikahi seorang pengacara hebat seperti Cedric Franklin. Atau arsitek berbakat seperti Axelyon Alexander. Aku tentunya bukan apa-apa, terutama mengingat kalau aku mempunyai riwayat jantung lemah. Siapa pun yang kunikahi akan mempunyai keturunan yang sama cacatnya denganku. Menurutmu kalau semua wanita di dunia ini tahu tentang kecacatanku, apakah masih ada yang mau mendampingiku seumur hidup? Mana ada yang mau memiliki anak yang terlahir cacat, Anne. Aku sendiri tidak mau! Aku membenci diriku sendiri selama beberapa tahun karena jantung sialan ini.”

“Tetapi kau tahu hal lucunya adalah Cheryl mau menerimaku. Bukankah itu keputusannya yang buruk? Dia tahu kekuranganku dan masih mau menikah denganku. Jadi … entahlah, aku hanya berusaha membalas kebaikannya. Coba bayangkan wanita semacam Cheryl bisa mencintai lelaki macam aku? Konyol, bukan? Aku tahu sudah sering membuatnya menangis dulu, benar-benar brengsek, ‘kan? Tetapi Cheryl masih ingin menikah denganku. Sampai akhirnya kami menjadi suami istri. Bisakah kau percaya itu? Aku suaminya Cheryl dan dia adalah istriku.”

“Lalu apa kau tidak ingin mempunyai anak?” tanya Marianne mengembalikanku pada kenyataan pahit yang harus kuhadapi.

“Mana mungkin aku tidak mau,” kataku menundukkan kepala. “Hanya saja … jantungku ….”

“Oh, Nath! Lupakan soal jantung payahmu itu!” tukas Marianne. “Hanya Tuhan yang bisa memutuskan apa anakmu akan mempunyai jantung yang sama! Dan apabila memang itu yang terjadi … dia akan menjadi anak yang paling beruntung karena dilahirkan di dalam keluarga yang akan menyayanginya dengan segala kekurangannya! Sama seperti ayah dan ibu kita, ingat? Mereka tidak menelantarkanmu ke jalanan hanya karena kau terlahir dengan jantung payah itu! Mereka memilih untuk menghadapinya bersamamu. Kami semua menghadapinya bersamamu! Kamu tidak sendirian, Nath! Anakmu nanti juga tidak akan sendirian! Dia mempunyai kalian sebagai orangtuanya! Kau punya Cheryl untuk bersandar dan Cheryl punya kau untuk tempatnya menguatkan diri! Itu namanya keluarga, Nath! Kalian menghadapinya bersama!”

Benar. Keluarga yang membesarkanku memang seperti adanya. Keluarga yang membentuk diriku menjadi lelaki yang lebih kuat. Keluarga yang berawal dari Ethan dan Lily. Kemudian dua anak yang lahir, Marianne dan Nathan. Meski kami kehilangan ibu di tengah jalan, kami berusaha bertahan.

Hingga aku menikah dengan wanita luar biasa bernama Cheryl. Dengan impian membuat keluarga kami sendiri.

Ah, kalau sudah begini aku jadi teringat ibuku. Andai ibu masih di sini, apa beliau akan memarahiku menjadi lelaki yang seperti ini? Andai waktu itu aku sempat bertanya bagaimana perasaannya ketika mengandungku.

Masa bodohlah, aku juga sudah tahu jawabannya.

“Anne, biarkan aku bertemu dengannya. Aku ingin membawanya pulang, kumohon.”

Mungkin bukan Cheryl yang ingin kubawa pulang. Mungkin aku yang ingin pulang pada istriku satu-satunya. Rumahku dan hatiku berada. Aku yang panik dan tersesat. Aku yang memiliki banyak kekurangan. Aku yang tak sempurna.

Dan hanya Cheryl lah pelengkap kehidupanku. Orang yang menyempurnakanku. Malaikat yang menghidupkan jantungku.

Istriku seorang.

“Sialan kau, Nath,” Marianne menghela napas kasar sembari mengusap pipinya yang basah, “baiklah, akan kuberitahu di mana Cheryl berada.”

***

Continue

Vote ☆ dan koment apabila karya ini pantas mendapat dukungan 😉

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang