Noel (3)

322 13 0
                                    

Bab 66  - Noel (3)

(Cheryl)

Napasku memburu, kedua mataku melirik ke segala arah. Mulai dari deretan produk makanan mie instan, kemudian bilik produk makanan ringan, dan tetap saja … tidak ada sosok mungil dengan kaos kuning dan celana jeans biru muncul di sana. Kugigit bawah bibir merasakan kepalaku hampir ingin meledak dengan semua yang kupikirkan.

Aku sudah menghilangkan anak orang. Aku tidak bisa menjaga seorang anak kecil yang bahkan baru berumur 6 tahun. Aku … adalah ibu terburuk di dunia dan aku bahkan belum punya anak!

“Cher, dia pasti masih berada di sini,” kata Nathan menyusul di belakangku.

Kepalaku kini mengintip ke deret produk biskuit serta wafer, hanya ada sepasang remaja perempuan di sana, mengobrol dengan wajah berbinar. Tidak ada Noel.

“Apakah semua anak kecil seperti ini, huh? Hilang karena aku mengabaikannya selama 5 detik hanya untuk mengambil kaleng saus tomat?!” erangku kemudian meremas kepalaku sendiri.

Noel hilang. Noel hilang karena aku. Noel hilang dan aku tidak bisa menemukannya di mana-mana.

“Cher, tenanglah,” ujar Nathan mengatur napas dan memandangku, “Noel … Noel hanya anak kecil. Dia suka bermain dan … perhatiannya mudah teralih. Anak-anak sering seperti itu.”

Mataku membelalak, “Maksudmu anak-anak selalu hilang seperti ini?! Jadi kalau aku punya anak, maka aku harus mengalami ini setiap kali pergi ke supermarket?!!”

Nathan menggeleng cepat, “No! No! No! Maksudku bukan itu, Cher,” katanya menyeringai menganggap perkataanku seperti pelawak baru di televisi. “Ini hanya … kau tahu, beberapa anak seperti Noel memang mudah lepas dari perhatianmu. Jangan cemas berlebihan dulu, Cher. Noel pasti masih berada di sini.”

Atau sebelum dia diculik dan dijual ke luar negeri, lanjutku tersenyum masam dalam hati.

Lelaki itu kembali melirik sekitar sebelum aku bisa bernapas lega, “Mungkin kita bisa membuat pengumuman soal anak hilang di sini.”

Oh, astaga yang kita bicarakan ini anak orang! Bukan dompet hilang atau kartu ATM yang dicuri, ini tentang seorang anak kecil hilang! Memangnya ada penculik langsung tobat setelah mendengar pengumuman anak hilang?!

“Ayo, kurasa kita bisa melaporkannya ke satpam di sana,” kata Nathan lalu menarik tangan kananku.

Namun, tubuhku tidak sejalan dengan otakku sekarang. Oh Tuhan, ada apa denganku? Kenapa hanya karena hal ini, kedua mataku memanas. Dadaku semakin terasa sesak seolah sesuatu sedang menjepit paru-paruku. Mengesampingkan lambungku ke sudut tulang rusuk hingga membuatku ingin mual. Seolah ada badai di otakku dan mengacaukan semua fungsi saraf tubuhku.

“Cher, ada apa?” tanya Nathan berhenti dan menoleh kembali padaku.

Entah, aku benci mengakuinya. Aku benci berada di sini. Aku ingin pulang.

Aku menggeleng beberapa kali, “Aku tidak tahu …,” bisikku halus.

Oh, aku orang terburuk sedunia. Kehilangan anak kecil lalu menangis menyesalinya. Ada apa denganku? Apa aku seterpuruk ini untuk belajar menjadi seorang ibu?

“Cher, kita hanya akan melapor ke bagian keamanan. Mereka akan membuat pengumuman anak hilang dan membantu kita mencari Noel.”

Lalu jika dia sudah diculik bagaimana?! Bukankah itu namanya sangat terlambat?! Ada banyak kata-kata yang menjerit dalam benakku. Mencaci makiku, mengejekku, bercampur aduk dalam kepanikanku. Oh, Tuhan kenapa aku begitu ceroboh?!

Bagaimana jika aku benar-benar kehilangan Noel di tempat sebesar ini?

“Cher,” panggil Nathan mendesakku untuk bergerak.

Pikiranku terlalu penuh.

“DIAM!!!”

Suaraku meninggi, Ya Tuhan. Di depan suamiku sendiri pula, di depan orang-orang yang berlalu-lalang. Rasa malu terbesarku! Oh, kenapa aku begini?! Langsung saja kubekap mulutku dengan dua tangan dan menunduk menyembunyikan wajah. Kuatur napasku berulang-ulang dan menahan gelombang air mata merebak. Oh astaga, kenapa aku berteriak?! Panas yang memenuhi kapalaku perlahan menguap ke udara dan mengembalikan akal sehatku.

Emosi yang meletup-letup mulai mereda. Tetapi pikiran kotor ini masih tertinggal dan menghantuiku. Aku tak pernah merasa begini sebelumnya, tak pernah semenyebalkan dan sesensitif ini terhadap emosiku sendiri.

Apa yang terjadi padaku?

Beberapa detik berlanjut, kurasakan kedua bahuku di remas oleh seseorang. Aku ingin berteriak jangan menyentuhku seperti ini. Jangan ketika aku masih merasa ingin berteriak pasca kendali diriku hilang.

“Sayang,” panggilnya lembut.

Hatiku terasa diiris mendengar kata itu ke luar dari mulutnya. Aku tidak sanggup melihat wajahnya tanpa merasa begitu bersalah setelah melampiaskan luapan amarahku tanpa alasan. Rasanya kewarasanku hilang.

Seperti berada dalam drama televisi.

“Ambil napas pelan-pelan, oke?” kata Nathan.

Aku menggeleng. “Noel hilang gara-gara aku, Nath …,” erangku tak tertahan lagi. Mana mungkin aku sanggup ketika isakan itu sudah di ujung bibir. Argh … ini memuakkan!

“Bagaimana kalau dia benar-benar hilang …?” kataku lagi dan tangisan ini mulai mencuri napasku hingga habis.

Dan sebelum tangisanku bertambah keras, Natha menarik tubuhku dan mendekapnnya hingga tangisanku teredam. Benar-benar tidak masuk akal. Seharusnya anak kecil lah yang menangis di situasi seperti ini. Ini malah aku yang menangis, di depan umum, hanya karena seorang anak kecil lepas dari pengawasanku.

Aku merasa seperti orang yang terburuk.

“Kau agak aneh hari ini, kau tahu?” tanya Nathan dengan nada meledek sembari mengusap punggungku yang bergetar. “Biasanya kau yang paling tenang di antara kita berdua, apa ada sesuatu mengganggumu?”

Aku tidak tahu dan malas mencari tahu. Aku hanya ingin segera menemukan Noel dan pulang. Aku ingin pulang, aku malu di sini. Pokoknya pulang! Aku mau pulang!

Melihat diamku, Nathan menghela napas, “Bisakah kau berjanji untuk tetap tenang? Kau boleh memarahiku di rumah, tapi sekarang aku ingin kau tetap tenang, oke? Bisakah kau melakukannya untukku?”

Aku juga tidak ingin seperti ini.

Akhirnya aku hanya bisa mengangguk lemah dan mengikuti Nathan bersama ide briliannya. Tetapi itu tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa kami tak perlu merealisasikannya. Sebab, beberapa detik selajutnya, kami mendengar suara pengumuman super market ini yang membuat kami sama-sama terkesiap.

***

Continue

Vote dan komen lah apabila karya tulis saya pantas untuk mendapat dukungan 😉

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang