Terusir (3)

443 20 0
                                    

Bab 43 - Terusir (3)

(Nathan)

Setelah dua minggu tak melihat wajahnya, tak mendengar suaranya, tak menyentuhnya. Sosoknya adalah yang paling kurindukan. Setiap lelahku yang membuatku tak berdaya. Setiap amarah yang meluap tertahan. Aku berusaha mengingat Cheryl dalam benakku agar aku kembali tenang. Agar aku merasa lengkap.

Tetaplah bertahan, kataku mengingatkan diri. Sebentar lagi kau akan bertemu dengan Cheryl, istrimu menunggu di rumah.

Dia adalah motivasi terbesarku dalam beberapa momen hidupku.

Kedua tungkaiku berjalan mantap ke luar dari lift, menuju pintu di mana apartemenku berada. Senyum ini tak habis-habisnya tersulam di bibir kala kutahu, langkahku semakin dekat membawaku padanya. Sekian lama tak bisa bertemu, tentu aku ingin melihat Cherylku menyambut pertama kali kepulanganku.

Tok! Tok! Tok!

Tangan kananku sudah mengetuk tak sabar dan menanti wanita itu membuka pintu. Kulirik koper yang kubawa dan teringat kalau aku membawa sekotak coklat kesukaan Cheryl sebagai oleh-oleh. Ah, dia pasti senang. Coklat adalah selamanya makanan favorit Cheryl-ku.

“Cher, ini aku!”

Hening. Tak ada jawaban.

Apa dia tidak mendengarku?

Tok! Tok! Tok!

“Cheryl?!” Kali ini aku memanggilnya.

Masih tak ada jawaban. Apa mungkin dia tertidur? Jam berapa ini? Kulirik kembali jam tanganku dan mendapat angka lima. Keningku berkerut kembali, seharusnya pada jam ini, Cheryl sudah kembali dari sekolah tempatnya mengajar?

Ah, mungkin dia kelelahan dan tertidur. Baguslah … sekarang aku bisa memberinya kejutan!

Dengan gerakan tangkas aku memencet tombol sandi di dekat pintu dan memutar kunci cadangan yang kusimpan untuk diriku sendiri. Di dalam ternyata gelap dan semakin meyakinkanku bahwa mungkin Cheryl sedang tidur di dalam kamar.

Benar juga, kalau hujan seperti ini dia memang jadi agak pemalas, sih. Cheryl-ku adalah manusia yang paling menyukai hujan tiba. Sebab saat itu pula dia bisa bergelung di bawah selimut, menyesap lemon tea dan biskuit dan menikmati kehangatan dengan nyaman. Tentunya sekarang dia punya suami yang bisa memberikan kehangatan setiap hari.

Pelan-pelan aku berjalan tanpa suara menuju kamar dan berharap sosoknya ada di sana.

Ceklek! Suara kenop pintu itu tak lagi bisa bersembunyi ketika langkahku sudah masuk ke kamar. Dalam kepalaku berimajinasi bagaimana wanita itu sedang terbaring sekarang. Kalau sedang dalam keadaan polos lebih bagus sih. Jadi aku tak perlu membuang waktu mengajaknya bercinta.

Namun imajinasi itu buyar, kala mendapati ranjang yang kosong dan ditinggal dalam keadaan rapi. Dia benar-benar tidak ada di kamar sekali pun. Keningku mengernyit. Kedua mataku menatap sekitar. Mencari apa yang salah.

Tempat tidur masih rapi. Baru kusadari pula aparteman ini bahkan terasa dingin sekali. Apa Cheryl tidak menyalakan penghangat ruangan?

“Cher? Kau ada di mana?” kataku sembari menyalakan lampu kamar ini dan melepas jas kantor yang menyiksa ini. Kenapa pula semua lampu dimatikan sedari awal aku datang? Padahal hari sudah mulai gelap.

Benakku berteriak ada yang tak beres, tetapi segera kutepis. Aku tidak ingin bersikap berlebihan. Cheryl pasti ada di rumah ini, di suatu tempat.

“Cher! Cheryl!”

Aku berjalan ke dapur. Aku mencari ke ruang tengah. Lalu sekali lagi menuju kamar tidur dan kamar mandi. Seluruh sudut apartemen kecil ini, sudah kutelusuri. Namun, Cheryl tidak ada di mana pun. Dan ponselku tidak memberiku petunjuk apakah Cheryl memberitahuku kalau dia akan pergi. Dia bahkan tidak mengirimiku pesan lagi sejak terakhir aku meneleponnya. Dia pergi ke mana sekarang?

Apa aku sedang bermimpi buruk?

Ah, ya mungkin aku tertidur! Segera saja aku menepuk pipiku dengan kedua tangan.

Rasa pedas itu menjalar ke kulitku dan sedikit memberiku kehangatan di tengah-tengah apartemen yang tak berpenghuni ini. Tetapi, kedua mataku masih tak bisa menemukan sosok Cheryl. Di mana pun dia tidak ada.

Dia benar-benar menghilang.

Deg … Deg … Deg …

Entah sejak kapan, dadaku mengeluarkan degup yang menyiksa.

“Tidak,” gumamku menggeleng dan memilih duduk di atas sofa. Dia … dia mungkin sedang ke luar sebentar. Bertemu temannya atau sedang membeli sesuatu di toko. Dia akan kembali sebentar lagi. Tenang saja.

Namun, aku tahu firasatku menjadi nyata ketika mataku menemukan kertas kecil di atas meja di seberang sofa. Kertas itu dilipat dua dan dibiarkan berdiri seperti tenda untuk camping. Napasku hampir berhenti ketika kulihat dengan jelas di sana namaku dalam tulisan Cheryl, terpampang besar seolah wanita itu ingin aku menemukan kertas ini.

Tanganku bergetar merain kertas itu dan ketika menyentuhnya, jemariku tersangkut sedikit debu. Kerutan di dahiku semakin tajam ketika aku mulai mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru apartemen ini. Semua perabotan tampak sama seperti ketika aku meninggalkannya. Namun, ada yang salah.

Semuanya tampak seperti sudah ditinggalkan. Seolah apartemen ini tak dihuni selama berhari-hari.

Tanpa pikir panjang lagi, tanganku bergerak membuka kertas berisi pesan dari Cheryl tadi.

Untuk Nathan.

Jangan cari aku. Aku akan kembali kalau sudah siap menemuimu.

-Cheryl-

***

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang