Ingin Punya Anak (1)

1.1K 30 0
                                    

Bab 32 - Ingin Punya Anak (1)

(Cheryl)

Setiap pagi, Nathan akan mengantarku ke sekolah dengan mobilnya sebelum pergi ke perusahaan ayahnya.

Ketika memutuskan pindah dan mengikuti Nathan ke kota di mana ia bekerja, aku juga harus berhenti mengajar di SMP kami yang dulu. Memang agak disayangkan, aku sebenarnya suka mengajar di sana, Nahan tahu itu.

Namun, karena sudah bersuami akan lebih nyaman jika aku sedikit mengalah. Lagi pula aku masih bisa melamar kerja sebagai guru di tempat lain. Dan kali ini aku memilih untuk mengajar murid sekolah menengah atas, SMA Harrington. Semua hal berjalan dengan baik sejak pernikahan kami. Memang tak ada hal manis semacam bulan madu setelah pernikahan, karena untuk saat ini kami sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Hal ini juga termasuk dalam memiliki anak.

Sejujurnya saja, kami belum benar-benar membicarakan hal itu. Padahal kalau sudah malam kami sering melakukan "kegiatan itu". Seharusnya kami mulai mempertimbangkan program kehamilan, lagi pula aku tahu anak kecil suka jika berdekatan dengan Nathan. Maka, bukan tidak mungkin Nathan juga ingin mempunyai anak sendiri, bukan?

Sejujurnya saja, aku bahagia dengan pernikahan ini, hanya saja aku juga khawatir kalau orang-orang juga akan menanyakan kapan kami juga mempunyai anak sendiri.

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku tidak tahu pula apakah tiga bulan setelah pernikahan itu cukup untuk mempertimbangkannya. Kami mungkin masih perlu mengenal satu sama lain.

Maksudku, aku bahkan masih kaget ketika mendengar suara Nathan bisa meninggi seperti itu ketika marah. Aku mungkin perlu memberi waktu untuk rumah tangga kami, tetapi membicarakan soal anak dan masa depan tidak ada salahnya 'kan?

"Cher, sudah sampai," panggil Nathan menyadarkanku dari lamunanku.

Mataku memandang gerbang besar yang menuliskan "SMA Harrington" di atasnya. Sama seperti pemandangan sekolah lain setiap paginya, ada banyak anak-anak remaja saling mengobrol dan masuk melalui gerbang. Kutarik napas dalam-dalam mempersiapkan diri untuk bekerja.

"Nanti kau mau makan malam apa?" tanyaku kemudian mengambil tasku, sebelum ke luar dari mobil.

Nathan memutar bola matanya, berpikir. "Hm, terserah kau saja. Tapi jangan masak banyak sayur ya?"

Aku menggeleng, "Nggak boleh lho, Nath! Kamu harus banyak makan sayur juga! Untuk kesehatan jantungmu!"

Meski sekarang kemungkinan komplikasi jantungnya hampir mendekati nol persen sejak terapi, aku masih ingin Nathan tetap menjaga kesehatannya. Membayangkan Nathan meringis memegang dadanya sendiri saja, sudah membuatku cemas setengah mati. Apalagi ingatan melihatnya terbaring di rumah sakit pasca operasi jantungnya dulu ketika masih kuliah.

Aku tidak ingin merasakan ketakutan itu lagi.

"Iya, aku ingat," ujarnya dengan santai.

Ugh, kalau kau lupa, aku tidak punya pilihan lain kecuali memilih tetap berada di dekatmu, bukan?

"Ngomong-ngomong, sayang kamu lupa sesuatu," kata Nathan menarik tangan kananku sebelum pintu mobil terbuka.

Keningku mengernyit, "Lupa ap...?!"

Sebelum bisa berkata-kata, bibirku sekali lagi direnggut olehnya. Kukira hanya ciuman singkat, tetapi dia lalu menarik tekuk leherku dan menarik wajahku kepada ciuman yang lebih intim. Aku ingin bilang kalau lipgloss-ku mungkin hilang sehabis ini, tetapi rasanya itu tidak penting lagi.

Nafasku memburu bersama dengan degup jantungnya. Tubuhku mengikuti permainannya dan jatuh lebih dalam. Pipi yang menghangat dan sinar mentari yang menyelip temaram ke dalam mobil. Harum aroma tubuhnya meninggalkan jejak dan mengajakku untuk menikmati suasana ini.

Once Twice Trice (TAMAT) | 1.4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang